Adapa (Mitologi Babilonia)

Mitologi Babilonia

Dia, Adapa, manusia yang sangat cerdas. Perintahnya seperti perintah An. Ayahnya, Ea, memberinya pemahaman yang luas di dalam dirinya untuk mengungkapkan takdir negeri ini. Kepadanya dia memberikan kebijaksanaan, tapi dia tidak memberinya kehidupan abadi. Pada hari-hari itu, pada tahun-tahun itu, dia adalah seorang bijak, putra Eridu. Ea, menciptakannya sebagai pemimpin di antara umat manusia. Orang bijak yang perintahnya tidak boleh ditentang. Orang cerdik, yang paling bijaksana di antara para Anunnaki. Orang suci, yang dengan tangannya yang bersih, selalu mengurus ritual. Dia membuat roti dengan para tukang roti, dia membuat roti dengan para tukang roti Eridu. Dia menyiapkan makanan dan minuman untuk Eridu setiap hari, dia menyiapkan meja persembahan dengan tangannya yang bersih. Tanpanya, tidak ada meja persembahan yang dibersihkan.

Kemudian Adapa, putra Eridu, mengambil perahu untuk memancing dan berburu untuk Eridu. Sementara itu Ea bangkit dari tempat tidurnya untuk mengurus baut Eridu setiap hari. Di dermaga suci Kar-usakar dia menaiki perahu. Angin bertiup dan kapalnya berangkat. Dengan dayung, dia mengemudikan kapalnya di atas lautan luas. Angin selatan berhembus kencang untuk menenggelamkannya bersama ikan-ikan. “Angin Selatan, meskipun kau mengirim saudara-saudaramu untuk melawanku, betapapun banyaknya, aku akan mematahkan sayapmu!” Seperti yang diucapkannya dengan mulutnya, sayap angin selatan patah. Selama tujuh hari angin selatan tidak bertiup ke daratan.

An memanggil pelayannya Ilabrat, “Mengapa angin selatan tidak bertiup ke daratan selama tujuh hari?

Pelayannya, Ilabrat, menjawabnya, "Tuanku, Adapa, putra Ea, sudah mematahkan sayap angin selatan."

Ketika An mendengar kata-kata pelayannya itu, dia berseru, "Tolong!" bangkit ke singgasananya, "Biarkan seseorang membawanya ke sini."

Ea, yang mengenal surga, membangunkannya dan membuatnya mengenakan pakaian berkabung, lalu memberinya nasihat. Ea berkata, "Adapa, kau harus pergi ke hadapan An, kau harus pergi ke surga. Ketika kau sampai di surga, ketika kau mendekati gerbang An, di gerbang An, Tammuz dan Gishzida berdiri, mereka akan melihatmu, mereka akan bertanya kepadamu, 'Anak muda, atas nama siapakah kau muncul seperti itu? Atas nama siapakah kau mengenakan pakaian berkabung?' Kau harus menjawab, 'Di negeri ini, dua dewa sudah lenyap, itulah sebabnya aku berperilaku seperti ini.' Mereka akan bertanya lagi, 'Siapakah kedua dewa itu, yang di negeri ini sudah lenyap?' Kau harus menjawab, 'Tammuz dan Gishzida.' Mereka akan saling memandang dan tertawa terbahak-bahak. Mereka akan mengucapkan kata-kata yang mendukungmu kepada An. Mereka akan memperkenalkanmu kepada An dalam suasana hati yang baik. Saat kau berdiri di hadapan An, mereka akan mengulurkan roti kematian untukmu, jangan kau makan. Mereka akan mengulurkan air kematian untukmu, jangan kau minum. Mereka akan mengulurkan pakaian untukmu, kenakanlah. Mereka akan mengulurkan minyak untukmu, urapilah dirimu. Jangan abaikan nasihat yang kuberikan kepadamu. Kata-kata yang sudah kuucapkan, peganglah teguh."  

Utusan An akhirnya tiba. “Datanglah ke hadapanku Adapa, yang sudah mematahkan sayap angin selatan.'

Dia membuatkannya jalan ke surga dan Adapa naik ke surga. Ketika dia naik ke surga, ketika dia mendekati gerbang An, Dumuzi dan Gishzida berdiri di gerbang An. Mereka melihat Adapa dan berseru, “Anak muda, atas nama siapakah kau muncul seperti itu? Atas nama siapakah kau mengenakan pakaian berkabung?'

“Di negeri ini, dua dewa sudah lenyap, itulah sebabnya aku berperilaku seperti ini.”

“Siapakah kedua dewa itu, yang di negeri ini sudah lenyap?”

“Tammuz dan Gishzida.”

Mereka kemudian saling memandang, dan tertawa terbahak-bahak.

Ketika Adapa tiba di hadapan An, An melihatnya dan berseru, "Kemarilah, Adapa. Mengapa kau mematahkan sayap
angin selatan?"

Adapa menjawab An, “Tuanku, aku sedang menangkap ikan di tengah laut untuk rumah tuanku, Ea. Tapi, laut menggembungkan tubuhnya menjadi badai. Lalu angin selatan bertiup dan menenggelamkanku! Aku terpaksa tinggal di rumah ikan. Dalam amarahku, aku mengutuk angin selatan.”

Tammuz dan Gishzida menjawab dari sampingnya, mengucapkan sepatah kata yang mendukungnya kepada An. Hatinya tenang, dia menjadi tenang.

Lalu An berkata, “Mengapa Ea mengungkapkan kepada umat manusia yang malang jalan surga dan bumi, memberi mereka hati yang berat? Dialah yang melakukannya! Apa yang bisa kita lakukan untuknya? Ambilkan dia roti kehidupan dan biarkan dia makan!”

Mereka mengambilkannya roti kehidupan, tapi dia tidak mau makan. Mereka mengambilkannya air kehidupan, tapi dia tidak mau minum. Mereka mengambilkannya pakaian, dan dia mengenakannya pada dirinya sendiri. Mereka mengambilkannya minyak, dan dia mengurapi dirinya sendiri.

An memperhatikannya dan menertawakannya. “Kemarilah, Adapa, mengapa kau tidak makan? Mengapa kau tidak minum? Tidakkah kau ingin menjadi abadi? Sekarang kau tidak akan hidup abadi!”

“Ea tuanku berkata kepadaku, ‘Mereka akan mengulurkan roti kematian untukmu, jangan kau makan. Mereka akan mengulurkan air kematian untukmu, jangan kau minum. Mereka akan mengulurkan pakaian untukmu, kenakanlah. Mereka akan mengulurkan minyak untukmu, urapilah dirimu.'”

An tertawa lalu membuka mulutnya dan berkata, "Bawalah dia dan kirim dia kembali ke bumi."

***

Kalau Anda menyukai kisah mitologi ini, Anda mungkin ingin membaca kisah mitologi Babilonia lainnya di sini.

***

Comments

Populer