Etana (Mitologi Babilonia)

Mitologi Babilonia
Tablet I

Para dewa agung merencanakan sebuah kota, para dewa Anunnaki merencanakan sebuah kota, para dewa Anunnaki meletakkan fondasinya. Para dewa Anunnaki merancang kota Kish, para dewa Anunnaki meletakkan fondasinya, para Igigi membuat tembok batanya kokoh. “Biarlah seorang manusia menjadi gembala mereka, biarlah Etana menjadi pembangun utama mereka.”

Para dewa Anunnaki yang menetapkan takdir duduk bermusyawarah dan memberikan nasihat mereka untuk kota itu. Mereka menciptakan empat penjuru dunia dan menetapkan bentuknya. Para Igigi menetapkan nama untuk mereka semua. Mereka belum mengangkat seorang raja pun atas semua orang yang banyak jumlahnya. Pada waktu itu ikat kepala dan mahkota belum disatukan, tongkat kerajaan lapis lazuli belum diacungkan, dan singgasana belum dibuat.  Para Sebitti menutup gerbang-gerbang kota dari orang banyak itu, mereka menutup gerbang-gerbang kota dari orang-orang yang menetap. Lalu para Igigi berkeliling di seluruh kota.

Ishtar turun dari surga untuk mencari seorang gembala dan mencari ke mana-mana untuk seorang raja. Inninna turun dari surga untuk mencari seorang gembala dan mencari ke mana-mana untuk seorang raja. Ellil memeriksa singgasana untuk Etana. “Ishtar sedang mencari seorang pemuda dengan tekun dan tanpa henti. Dengan itu seorang raja akan ditetapkan untuk negeri itu, dan biarlah Kish bersukacita.”

Tablet ll

Dia membangun sebuah menara, dia membangun kuil untuk Adad, dewanya. Di bawah naungan kuil itu, tumbuh sebatang pohon poplar, di mahkotanya seekor elang bertengger, di akarnya seekor ular berbaring. Setiap hari mereka berjaga di pohon poplar itu untuk mencari mangsa.

Elang itu memperdengarkan suaranya dan berkata kepada ular itu, “Marilah kita berteman, marilah kita menjadi kawan, kau dan aku.”

Ular itu memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada elang, “Kau tidak cocok untuk dijadikan teman di mata Shamash! Kau jahat dan kau sudah mendukakan hatinya. Kau sudah melakukan perbuatan yang tidak termaafkan, suatu kekejian bagi para dewa. Tepi marilah kita berangkat ke gunung yang tinggi dan membuat janji, marilah kita bersumpah demi nama Shamash.”

Di hadapan Shamash sang pahlawan mereka bersumpah, “Barangsiapa melampaui batas yang ditetapkan oleh Shamash, semoga Shamash menyerahkannya ke tangan Sang Penghancur untuk dicelakai. Barangsiapa melampaui batas yang ditetapkan oleh Shamash, semoga gunung-gunung menjauhkan jalannya darinya, semoga senjata yang datang mengarah langsung kepadanya, semoga perangkap dan kutukan Shamash menjatuhkannya dan menjeratnya!”

Ketika mereka sudah bersumpah demi nama Shamash, mereka berdiri dan naik ke atas gunung. Setiap hari mereka berjaga untuk mencari mangsa. Elang akan menangkap banteng liar atau keledai liar, dan ular akan memakannya, lalu berbalik sehingga anak-anaknya bisa makan. Ular itu akan menangkap kambing gunung atau rusa jantan, dan elang akan makan, lalu berpaling agar anak-anaknya bisa makan. Elang akan menangkap babi hutan dan domba liar, dan ular itu akan makan, lalu berpaling agar anak-anaknya bisa makan. Ular itu akan menangkap hewan ternak dari desa dan binatang liar di atas tanah, dan elang itu akan makan, lalu berpaling agar anak-anaknya bisa makan. Anak-anak elang dan ular berkelimpahan makanan.

Anak-anak elang tumbuh besar dan berkembang. Ketika anak elang itu tumbuh besar dan berkembang, elang itu merencanakan kejahatan di dalam hatinya, dan memutuskan untuk memakan anak-anak temannya. Elang itu memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada anak-anaknya, “Aku akan memakan anak-anak ular, ular itu pasti akan marah, jadi aku akan naik dan tinggal di langit. Aku akan turun ke puncak pohon hanya untuk memakan buahnya!”

Seekor anak elang yang masih kecil, yang sangat bijaksana, menyampaikan kata-katanya kepada elang, ayahnya, “Ayah, jangan makan! Perangkap Shamash akan menjeratmu. Perangkap dan kutukan Shamash akan menjatuhkanmu dan menjeratmu. Barangsiapa melampaui batas yang ditetapkan oleh Shamash, Shamash akan menyerahkannya ke tangan Sang Penghancur untuk dicelakai.”

Dia tidak mau mendengarkan mereka, elang itu tidak mau mendengarkan perkataan anak-anaknya. Dia turun dan memakan anak-anak ular. Di malam hari, ular itu datang sambil memikul bebannya, meletakkan daging di pintu masuk sarangnya, melihat sekeliling, dan menemukan sarangnya tidak ada di sana. Pagi tiba, tapi elang tidak muncul, karena dengan cakarnya dia sudah mencakar tanah, dan awan debu menutupi langit di tempat tinggi.

Ular itu berbaring dan menangis, air matanya mengalir di hadapan Shamash. “Aku percaya kepadamu, Shamash sang pahlawan, akulah yang memberi makanan kepada elang yang tinggal di dahan-dahan. Sekarang sarangku sudah dihancurkan. Sarangku tidak ada di sana, sementara sarangnya selamat. Anak-anakku tercerai-berai dan anak-anaknya selamat. Dia turun dan memakan anak-anakku! Kau tahu kesalahan yang sudah dilakukannya kepadaku, Shamash! Sungguh, O Shamash, jaringmu selebar bumi, perangkapmu selebar langit! Elang itu seharusnya tidak bisa lolos dari jaringmu, Anzu yang jahat itu, yang menganiaya temannya sendiri.“

Ketika dia mendengar ratapan ular itu, Shamash memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada ular itu, “Pergilah menyusuri jalan setapak, seberangi gunung, di mana seekor banteng liar sudah diikat untukmu. Bukalah isi perutnya, belah perutnya, buat tempat untukmu duduk di dalam perutnya. Semua jenis burung akan turun dari langit dan memakan dagingnya. Elang itu juga akan turun bersama mereka. Karena dia tidak akan menyadari bahaya bagi dirinya sendiri, dia akan mencari potongan daging yang paling empuk, dia akan berjalan-jalan di luar, lalu menembus hingga ke lapisan dalam. Ketika dia memasuki bagian dalam, kau harus menangkapnya sayapnya, potong sayapnya, bulu ekornya, cabut dan lemparkan ke dalam lubang tanpa dasar, biarkan dia mati di sana karena kelaparan dan kehausan!”

Atas perintah sang pahlawan Shamash, ular itu pergi, dia melintasi gunung. Ular itu datang kepada banteng liar, dan membuka isi perutnya dan membelah perutnya, dan membuat tempat untuk duduk untuknya di dalam perutnya. Semua jenis burung turun dari langit dan mulai memakan dagingnya. Tapi elang itu menyadari bahaya bagi dirinya sendiri dan tidak akan memakan daging itu bersama burung-burung lainnya.

Elang itu membuat suaranya terdengar dan berbicara kepada anaknya, “Marilah kita turun dan kita makan daging banteng liar itu!“

Tapi anak burung yang masih kecil, yang sangat bijaksana, berkata kepada elang ayahnya, “Jangan turun, ayah, mungkin ular sedang menunggu di dalam perut banteng liar itu!”

Elang itu berpikir dan berkata kepada dirinya sendiri, “Kalau burung-burung itu merasa takut, bagaimana mereka bisa memakan daging itu dengan begitu tenang?”

Dia tidak mengindahkan mereka, tidak mendengarkan kata-kata anak-anaknya, dia turun dan berdiri di atas banteng liar itu. Elang itu memeriksa daging itu, terus memeriksa ke depan dan ke belakangnya. Dia memeriksa daging itu lagi, terus memindai ke depan dan ke belakangnya. Dia masuk lebih jauh ke dalam sampai menembus ke lapisan dalam. Ketika dia memasuki bagian dalam, ular itu menangkapnya sayapnya. “Kau merampok sarangku, kau merampok sarangku!”

Elang itu memperdengarkan suaranya dan mulai berbicara kepada ular itu, “Ampunila aku, aku akan membayarmu, seperti orang yang bertunangan, aku akan membayar nudunnu.”  

Ular itu memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada elang, “Kalau aku membebaskanmu, bagaimana aku akan menjawab Shamash di tempat tinggi? Hukuman yang seharusnya kau tanggung akan kembali padaku, hukuman yang sekarang kutimpakan padamu!” Dia memotong sayap dan bulu ekornya, mencabut dan melemparkannya ke dalam lubang, untuk mati karena kelaparan dan kehausan.

Elang itu setiap hari dia berdoa berulang kali kepada Shamash, “Apakah aku akan mati di dalam lubang? Siapa yang menyadari bahwa itu adalah hukumanmu yang kutanggung? Selamatkan hidupku, sang elang, sehingga aku bisa membuat namamu terdengar selamanya!”

Shamash membuat suaranya terdengar dan berbicara kepada elang itu, “Kau jahat, dan kau sudah mendukakan hatiku. Kau melakukan perbuatan yang tidak termaafkan, suatu kekejian bagi para dewa. Kau akan mati, dan aku tidak akan mendekatimu! Tapi seorang pemuda, yang kukirim kepadamu, akan datang --biarkan dia membantumu.”

Setiap hari, Etana berdoa berulang kali kepada Shamash, “O Shamash, kau sudah menikmati potongan domba terbaikku, bumi sudah meminum darah dombaku, aku sudah menghormati para dewa dan menghormati roh orang mati, para penafsir mimpi sudah memanfaatkan sepenuhnya dupa-dupaku. Para dewa sudah memanfaatkan sepenuhnya dombaku di pembantaian. O dewa, berikanlah perintah dari mulutmu dan berikan aku tanaman kelahiran, tunjukkan kepadaku tanaman kelahiran! Hilangkan rasa maluku dan berikan aku seorang putra!

Shamash membuat suaranya terdengar dan berbicara kepada Etana, “Pergilah di sepanjang jalan, seberangi gunung, temukan lubang dan lihat dengan cermat apa yang ada di dalamnya. Seekor elang ditinggalkan di sana. Dia akan menunjukkan kepadamu tanaman kelahiran.”

Atas perintah Shamash sang pahlawan, Etana pergi, menyeberangi gunung, menemukan lubang dan melihat apa yang ada di dalamnya. Seekor elang ditinggalkan di sana. Elang itu segera bangkit.

Tablet III

Elang itu memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada Shamash, “O dewa, meskipun aku seekor elang dan dia adalah manusia, apapun yang dia katakan, biarlah aku mengerti, dan apapun yang akan kukatakan, biarlah dia mengerti .”

Atas perintah Shamash, Etana bisa mengerti kata-kata elang itu. Elang itu memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada Etana, “Mengapa kau datang kepadaku? Katakan padaku!”

Etana memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada elang itu, “Ya temanku, berikanlah aku tanaman kelahiran, tunjukkanlah kepadaku tanaman kelahiran! Hilangkan rasa maluku dan berikan aku seorang putra!”

Kemudian elang memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada Etana, “Aku akan mencari di pegunungan sendirian. Biarkan aku membawa tanaman kelahiran kepadamu.”  

Ketika Etana mendengar ini, dia menutupi bagian depan lubang itu dengan juniper, dia melemparkan makanan dan menjaga elang itu. Selama satu bulan dia menjaga elang itu tetap hidup di dalam lubang dan mulai mengajarinya terbang lagi. Selama dua bulan dia menjaga elang itu tetap hidup di dalam lubang dan mulai mengajarinya terbang lagi. Selama tiga bulan dia menjaga elang itu tetap hidup di dalam lubang dan mulai mengajarinya terbang lagi. Selama empat bulan dia menjaga elang itu tetap hidup di dalam lubang dan mulai mengajarinya terbang lagi. Selama lima bulan dia menjaga elang itu tetap hidup di dalam lubang dan mulai mengajarinya terbang lagi. Selama enam bulan dia menjaga elang itu tetap hidup di dalam lubang dan mulai mengajarinya terbang lagi. Selama tujuh bulan dia menjaga elang itu tetap hidup di dalam lubang dan mulai mengajarinya terbang lagi. Pada bulan kedelapan dia membantunya keluar dari lubang itu.

Elang itu, sekarang diberi makan dengan baik, sekuat singa yang ganas. Elang itu memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada Etana, “Temanku, kita benar-benar berteman sekarang, kau dan aku! Katakan padaku apa yang kau inginkan dariku, agar aku bisa memberikannya kepadamu.”

Etana memperdengarkan suaranya dan berbicara kepada elang itu, “Ubahlah takdirku dan ungkapkan apa yang tersembunyi!”

Etana pergi dan membantu elang itu keluar. Elang itu berburu di pegunungan sendirian, tapi tanaman kelahiran tidak ditemukan di sana. “Marilah temanku, biarkan aku menggendongmu ke langit, Mari kita bertemu dengan Ishtar, nyonya kelahiran. Letakkan tanganmu di sisi tubuhku, letakkan tanganmu di atas sayapku.”

Dia meletakkan lengannya di sisi tubuhnya, meletakkan tangannya di atas sayapnya. Elang itu membawanya ke atas sejauh satu liga. “Temanku, lihatlah negeri itu! Bagaimana kelihatannya?”

“Sungai-sungai di daratan beriak seperti sungai kecil, dan lautan menjadi seperti padang rumput.”

Elang itu membawanya ke atas sejauh dua liga, “Temanku, lihatlah negeri itu! Bagaimana kelihatannya?”

“Negeri itu menjadi petak kebun, dan lautan tidak lebih besar dari ember.”

Elang itu membawanya ke atas sejauh tiga liga, “Temanku, lihatlah negeri itu! Bagaimana kelihatannya?”

“Aku mencari negeri itu, tapi aku tidak bisa melihatnya! Dan mataku bahkan tidak bisa melihat lautan! Temanku, aku tidak bisa pergi lebih jauh lagi ke surga. Telusuri kembali jalan ini, dan biarkan aku kembali ke kotaku!”

Elang itu menjatuhkannya sejauh satu liga, lalu menukik turun dan menangkapnya dengan sayapnya. Elang itu menjatuhkannya sejauh dua liga, lalu menukik turun dan menangkapnya dengan sayapnya. Elang itu menjatuhkannya sejauh tiga liga, lalu menukik turun dan menangkapnya dengan sayapnya. Satu meter dari tanah, elang itu menjatuhkannya, lalu menukik turun dan menangkapnya dengan sayapnya.

Mereka kembali ke Kish. Etana mendapat tiga buah mimpi yang mendorongnya untuk melakukan upaya kedua untuk mencapai surga. Etana berkata kepada elang itu, “Temanku, aku melihat mimpi pertama. Kota Kish sedang terisak-isak, di dalamnya orang-orang sedang berkabung, aku menyanyikan lagu ratapan, ‘O Kish, pemberi kehidupan! Etana tidak bisa memberimu ahli waris.’”

Istrinya berkata kepada Etana, “Dewa menunjukkan kepadaku sebuah mimpi. Seperti Etana suamiku aku sudah bermimpi, seperti kau dewa sudah menunjukkan kepadaku sebuah mimpi. Etana akan menjadi raja Kish selama bertahun-tahun.”

Etana membuka mulutnya dan berbicara kepada elangitu , “Temanku, para dewa menunjukkan kepadaku mimpi yang lain. Kita melewati pintu gerbang An, Ellil, dan Ea. Kita membungkuk bersama, kau dan aku. Kita melewati pintu gerbang Sin, Shamash, Adad, dan Ishtar. Kita membungkuk bersama, kau dan aku. Aku melihat sebuah rumah dengan jendela yang tidak disegel. Aku mendorongnya hingga terbuka dan masuk ke dalam. Duduk di sana adalah seorang gadis yang dihiasi dengan mahkota, wajahnya yang cantik. Sebuah takhta ditempatkan di tempatnya, dan Ishtar duduk di atasnya. Di bawah takhta itu berbaring singa-singa yang menggeram. Aku datang dan singa-singa itu menerjangku. Aku terbangun ketakutan.”

Elang itu berkata kepada Etana, “Temanku, makna mimpimu sudah cukup jelas! Marilah, biarkan aku membawamu ke surga An. Letakkan dadamu di dadaku, letakkan tanganmu di atas sayapku, letakkan lenganmu di sisi tubuhku.”

Dia meletakkan dadanya di atas dada burung itu, meletakkan tangannya di atas sayapnya, dan meletakkan lengannya di atas sisi tubuhnya. Elang itu mengikat penumpangnya dengan aman, membawanya ke atas sejauh satu liga. “Temanku, lihatlah negeri itu! Bagaimana kelihatannya?”

“Sungai-sungai di daratan beriak seperti sungai kecil, dan lautan menjadi seperti padang rumput.”

Elang itu membawanya ke atas sejauh dua liga, “Temanku, lihatlah negeri itu! Bagaimana kelihatannya?”

“Negeri itu menjadi petak kebun, dan lautan tidak lebih besar dari ember.”

Elang itu membawanya ke atas sejauh tiga liga, “Temanku, lihatlah negeri itu! Bagaimana kelihatannya?”

“Lautan sudah menjadi parit tukang kebun.”

Ketika mereka tiba di surga An, mereka melewati gerbang An, Ellil, dan Ea. Etana dan elang itu membungkuk bersama. Mereka melewati gerbang Sin, Shamash, Adad, dan Ishtar. Etana dan elang itu membungkuk bersama. Etana melihat sebuah rumah dengan jendela yang tidak disegel. Dia mendorongnya hingga terbuka dan masuk ke dalam.

***

Kalau Anda menyukai kisah mitologi ini, Anda mungkin ingin membaca kisah mitologi Babilonia lainnya di sini.

***

Comments

Populer