"Bertobatlah, Harlequin!" Kata Sang Ticktockman ("Repent, Harlequin!" Said The Ticktockman ~ Harlan Ellison)
"Massa
mengabdi kepada negara, terutama bukan sebagai manusia, melainkan sebagai
mesin, dengan tubuh mereka. Mereka adalah tentara tetap, dan milisi, sipir,
polisi, posse comitatus1, dan lain-lain. Dalam kebanyakan kasus,
tidak ada kebebasan sama sekali dalam penilaian atau moralitas; tapi mereka
menempatkan diri mereka setara dengan kayu, tanah, dan batu; dan orang-orangan
kayu mungkin bisa dibuat untuk memenuhi tujuan yang sama. Manusia seperti itu
tidak lebih dihormati daripada orang-orangan dari jerami atau segumpal tanah.
Mereka memiliki nilai yang sama hanya seperti kuda dan anjing. Tapi mereka
umumnya akan dianggap sebagai warga negara yang baik. Yang lainnya, seperti
kebanyakan pembuat undang-undang, politisi, pengacara, menteri, dan pejabat,
mengabdi kepada negara terutama dengan kepala mereka; dan, karena mereka jarang
membuat perbedaan moral, mereka cenderung mengabdi kepada Iblis, tanpa sadar, seolah-olah
kepada Tuhan. Sangat sedikit orang, seperti pahlawan, patriot, martir, reformis
dalam sejarah besar akal sehat, dan manusia sejati, yang melayani negara dengan
hati nurani mereka, dan karena itu pada umumnya mereka akan menentang negara;
dan mereka biasanya diperlakukan sebagai musuh olehnya.”
~ Henry David Thoreau2, "CivilDisobedience3"
Itulah
inti persoalannya. Mulailah dari bagian tengah, kemudian pelajari awalnya; bagian
akhirnya akan berjalan dengan sendirinya. Tapi karena memang begitulah dunia,
dunia yang mereka biarkan menjadi seperti itu, selama berbulan-bulan
aktivitasnya tidak menarik perhatian yang penuh kekhawatiran dari Mereka Yang
Menjaga Mesin Tetap Berfungsi Lancar, mereka yang menuangkan pelumas terbaik ke
atas cam4 dan pegas utama kebudayaan. Baru sesudah menjadi jelas
bahwa, entah bagaimana caranya, dia sudah menjadi terkenal, selebritas, bahkan
mungkin pahlawan bagi (apa yang tidak terelakkan untuk disebut oleh Pemerintah)
"segmen masyarakat yang terganggu secara emosional," mereka
menyerahkannya kepada Ticktockman dan mesin hukumnya. Tapi saat itu,
karena memang begitulah dunia, dan mereka tidak punya cara untuk memprediksi bahwa
dia akan mengalami, mungkin suatu jenis penyakit yang sudah lama mati, sekarang,
tiba-tiba, dia terlahir kembali dalam sistem di mana kekebalan terhadapnya sudah
dilupakan, sudah berakhir, dia dibiarkan menjadi terlalu nyata.
Sekarang
dia sudah memiliki bentuk dan substansi.
Dia
sudah menjadi sebuah kepribadian, sesuatu yang sudah mereka saring dari sistem
berpuluh-puluh tahun lalu. Tapi, di sanalah dia berada, nyata, sebuah
kepribadian yang sangat mengesankan. Di kalangan tertentu —kelas menengah— dia
dianggap menjijikkan. Pamer vulgar. Anarkis. Memalukan. Di kalangan lain, yang
ada hanyalah tawa mengejek, lapisan-lapisan tempat pikiran ditundukkan oleh
bentuk dan ritual, kesopanan, dan kepatutan. Tapi di bawah sana, ah, di bawah
sana, tempat rakyat selalu membutuhkan orang suci dan pendosa mereka, roti dan sirkus5 mereka, pahlawan dan penjahat mereka, dia dianggap sebagai
Bolívar6; Napoleon7; Robin Hood; Dick Bong8 (Aceof Aces9); Yesus; Jomo Kenyatta10.
Dan
di puncak, seperti layaknya Shipwreck Kelly11 yang berwawasan
sosial, bahkan getaran dan guncangan pun bisa menggulingkan orang-orang kaya,
berkuasa, dan bergelar dari tiang bendera mereka —dia dianggap sebagai ancaman;
seorang bidah; seorang pemberontak; sebuah aib; sebuah bahaya. Dia dikenal
hingga ke lubuk hati rakyat, tapi reaksi-reaksi yang paling penting berada di
atas dan jauh di bawah. Di puncak tertinggi, di dasar terdalam. Jadi berkasnya
diserahkan, bersama dengan kartu waktunya dan kardioplatnya, ke kantor Ticktockman.
Ticktockman:
tingginya lebih dari enam kaki, seringkali diam, orang yang mendengkur lembut
ketika keadaan sedang buruk. Sang Ticktockman. Bahkan di bilik-bilik hierarki,
tempat ketakutan diciptakan, jarang diderita, dia dipanggil Ticktockman. Tapi tidak
seorang pun memanggilnya seperti itu di depan wajahnya.
Kau
tidak pantas menyebut seseorang dengan sebutan yang dibenci, apalagi ketika
orang itu, di balik topengnya, mampu mencabut menit, jam, siang, malam, dan
tahun-tahun dalam hidupmu. Dia dijuluki Sang Pengatur Waktu Utama di balik
topengnya. Lebih aman seperti itu.
"Inilah
dia," kata si Ticktockman dengan kelembutan yang tulus, "tapi bukan
siapa dirinya. Kartu waktu yang kupegang di tangan kiriku ini bertuliskan nama,
tapi itu nama dari apa dirinya, bukan siapa dirinya. Kardioplat
di tangan kananku ini juga diberi nama, tapi bukan siapa yang dinamai,
hanya apa yang dinamai. Sebelum aku bisa mencabutnya dengan tepat, aku
harus tahu siapa ini apa."
Kepada
stafnya, semua musang, semua pencatat, semua fink, semua commex,
bahkan mineez, dia berkata, "Siapa si Harlequin12
ini?"
Dengkurannya
tidak lagi halus. Dari segi waktu, dengkurannya agak berdenting kacau. Bagaimanapun,
itu adalah pidato terpanjang yang pernah mereka dengar diucapkannya sekaligus,
para staf, musang, pencatan, fink, commex, tapi tidak para mineez,
yang biasanya tidak ada di sana untuk mengetahuinya, dalam hal apapun. Tapi
bahkan mereka pun bergegas untuk mencari tahu. Siapa si Harlequin ini?
Jauh
di atas tingkat ketiga kota, dia berjongkok di atas platform berbingkai
aluminium yang berdengung dari dengung suara perahu udara (huf! perahu udara, dasar!
swizzleskid, itulah yang dimaksud, dengan rak penarik yang dipasang
seadanya) dan menatap ke bawah pada susunan bangunan bergaya Mondrian13
yang rapi.
Di
suatu tempat di dekatnya, dia bisa mendengar derap langkah metronomis14
kiri-kanan-kiri dari sif pukul 2.47 siang, memasuki pabrik bantalan rol Timkin15
dengan sepatu kets mereka. Semenit kemudian, tepatnya, dia mendengar derap
langkah kanan-kiri-kanan yang lebih lembut dari formasi pukul 05.00, pulang
kerja. Seringai seperti peri menyebar di wajahnya yang kecokelatan, dan lesung
pipitnya muncul sesaat. Kemudian, sambil menggaruk rambut pirang kemerahannya
yang berantakan, dia mengangkat bahu di balik kostumnya yang warna-warni,
seolah mempersiapkan diri untuk apa yang akan terjadi selanjutnya, lalu mendorong
tuas kendali ke depan, dan membungkuk melawan angin saat perahu udara itu
turun. Dia meluncur di atas jalan otomatis, sengaja turun beberapa kaki untuk merusak
rumbai baju para perempuan-perempuan modis, dan sambil memasukkan ibu jari ke
telinganya yang besar, dia menjulurkan lidahnya, memutar matanya, dan berseru
wugga-wugga-wugga. Itu baru selingan kecil. Seorang pejalan kaki terpeleset dan
jatuh, menyebabkan paketnya berserakan ke mana-mana, yang lain kencing di
celana, yang ketiga terjungkal miring, dan perjalanannya dihentikan secara
otomatis oleh para pelayan sampai dia bisa disadarkan. Itu cuma pengalihan
kecil.
Lalu
dia berputar mengikuti angin yang bertiup kencang, dan lenyap.
Hi-ho.
Saat
dia mengitari tepian Gedung Studi Waktu dan Gerakan, dia melihat sif itu, tepat
saat mereka menaiki jalan otomatis. Dengan gerakan yang terlatih dan
kehati-hatian yang penuh, mereka melangkah ke jalur lambat dan (dalam formasi
seperti barisan penari di film-film Busby Berkeley16 di era 1930-an)
maju melintasi jalur-jalur itu seperti burung unta hingga mereka berjajar rapi di
jalur cepat.
Sekali
lagi, dengan antusias, seringai peri itu mengembang, dan ada gigi yang hilang
di sisi kirinya. Dia menukik, meluncur, dan menyapu udara di atas mereka; lalu,
sambil meringkuk di atas perahu udaranya, dia melepaskan pin penahan yang
mengunci ujung-ujung bak buatannya sendiri yang mencegah muatannya tumpah
sebelum waktunya. Dan saat dia menarik pin-pin penahan bak itu, perahu udara
itu meluncur di atas para pekerja pabrik dan permen jeli senilai seratus lima
puluh ribu dolar berjatuhan di jalur cepat.
Permen
jeli! Jutaan atau miliaran warna ungu, kuning, hijau, licorice, anggur,
rasberi, mint, bulat, halus, renyah di luar, lembut seperti tepung di dalam,
manis, memantul, berguncang, berjatuhan, berderik, berderak, jatuh di kepala,
bahu, helm, dan baju pelindung para pekerja Timkin, berdenting di jalan
otomatis, memantul, berguling-guling di bawah kaki, memenuhi langit dalam
perjalanan turun mereka dengan segala warna kegembiraan, masa kanak-kanak, dan
liburan, turun dalam hujan yang terus-menerus, deras, semburan warna dan rasa
manis dari langit, dan memasuki semesta kewarasan dan metronomis yang teratur
dengan kebaruan dan kegilaan yang luar biasa. Permen jeli!
Para
pekerja sif itu berteriak dan tertawa, dihujani permen, dan barisan mereka
kacau. Permen jeli berhasil masuk ke mekanisme jalan otomatis, lalu terdengar
suara gesekan mengerikan seperti saat sejuta kuku menggaruk seperempat juta
papan tulis, diikuti batuk dan suara letupan, lalu jalan otomatis itu berhenti
total dan semua orang terlempar ke sana kemari, masih tertawa dan memasukkan butir-butir
kecil permen jeli berwarna kekanak-kanakan ke dalam mulut mereka. Itu adalah
hari libur, dan kegembiraan, kegilaan total, tawa cekikikan. Tapi...
Tapi
sif itu tertunda tujuh menit.
Mereka
belum sampai di rumah selama tujuh menit.
Jadwal
induk mundur tujuh menit.
Kuota
tertunda karena jalan otomatis tidak beroperasi selama tujuh menit.
Dia sudah menjatuhkan kartu domino pertama dalam barisan, dan satu demi satu, seperti bunyi chik-chik-chik, kartu-kartu domino lainnya berjatuhan.
Sistem
sudah terganggu selama tujuh menit. Itu masalah kecil, yang hampir tidak layak
disebut, tapi dalam masyarakat yang satu-satunya penggeraknya adalah
keteraturan, persatuan, ketepatan waktu, presisi seperti jarum jam, dan
perhatian terhadap jam, serta penghormatan kepada dewa-dewa perjalanan waktu,
itu adalah bencana yang sangat penting.
Maka
dia diperintahkan untuk menghadap Ticktockman. Acara itu disiarkan di seluruh
jaringan komunikasi. Dia diperintahkan untuk tiba di sana pukul 7.00 tepat
waktu. Mereka menunggu, dan terus menunggu, tapi dia baru muncul hampir pukul
10.30. Saat itu dia hanya menyanyikan sebuah lagu pendek tentang cahaya bulan
di tempat yang tidak seorang pun pernah dengar, bernama Vermont, lalu
menghilang lagi. Tapi, mereka semua sudah menunggu sejak pukul tujuh, dan hal
itu mengacaukan jadwal mereka. Jadi pertanyaannya tetap: Siapa si Harlequin ini?
Tapi
pertanyaan yang tidak terjawab (yang lebih penting dari keduanya) adalah:
bagaimana kita bisa sampai pada posisi ini, di mana seorang pelawak yang tidak
bertanggung jawab, yang suka mengoceh dan berceloteh bisa mengacaukan seluruh
kehidupan ekonomi dan budaya kita dengan permen jeli senilai seratus lima puluh
ribu dolar...
Demi
Tuhan, permen jeli! Ini gila! Dari mana dia mendapatkan uang untuk membeli
permen jeli seharga seratus lima puluh ribu dolar? (Mereka tahu pasti mahal,
karena mereka menugaskan tim Analis Situasi untuk tugas lain, dan bergegas ke
lokasi jalan otomatis untuk menyapu dan menghitung permen, serta membuat
laporan hasil temuannya, yang mengganggu jadwal mereka dan membuat seluruh
cabang mereka terlambat setidaknya sehari.) Permen jeli! Per ... men? Tunggu
sebentar —sedetik saja— tidak ada yang memproduksi permen jeli selama lebih
dari seratus tahun. Dari mana dia mendapatkan permen jeli itu?
Itu
pertanyaan bagus lainnya. Kemungkinan besar, pertanyaan itu tidak akan pernah
terjawab dengan memuaskan. Tapi, berapa banyak pertanyaan yang pernah ada?
Bagian
tengahnya, kau sudah tahu. Inilah bagian awalnya. Bagaimana semuanya dimulai: sebuah
alas meja. Hari demi hari, dan kembali seperti itu setiap hari. 09.00 membuka
surat. 09.45 bertemu dengan dewan komisi perencanaan. 10.30 mendiskusikan
grafik kemajuan instalasi dengan JL. 11.45 berdoa memohon hujan. 12.00 makan
siang. Dan begitulah ceritanya.
"Maaf,
Nona Grant, tapi waktu wawancaranya ditetapkan pukul 14.30, dan sekarang sudah
hampir pukul lima. Maaf Anda terlambat, tapi begitulah aturannya. Anda harus
menunggu sampai tahun depan untuk mendaftar ke perguruan tinggi ini lagi."
Dan begitulah ceritanya.
Kereta
lokal pukul 10.10 berhenti di Cresthaven, Galesville, Tonawanda Junction,
Selby, dan Farnhurst, tapi tidak di Indiana City, Lucasvine, dan Colton,
kecuali hari Minggu. Kereta ekspres pukul 10.35 berhenti di Galesville, Selby,
dan Indiana City, kecuali hari Minggu dan hari libur, yang berhenti di... dan begitulah
ceritanya.
"Aku
tidak sabar, Fred. Aku harus sampai di Pierre Cartain pukul 15.00, dan kau
bilang akan menemuiku di bawah jam di terminal pukul 14.45, tapi kau tidak ada
di sana, jadi aku harus pergi. Kau selalu terlambat, Fred. Seandainya kau ada
di sana, kita bisa menyelesaikannya bersama, tapi kenyataannya, yah, aku yang
menerima pesanannya sendirian..." Dan begitulah ceritanya.
Tuan
dan Nyonya Atterley yang terhormat, sehubungan dengan keterlambatan putra Anda,
Gerold, yang terus-menerus, saya khawatir kami harus mengeluarkannya dari
sekolah kecuali kalau ada metode yang lebih bisa diandalkan yang bisa menjamin dia
tiba di kelas tepat waktu.
Memang
dia seorang siswa teladan, dan nilainya tinggi, tapi pelanggarannya yang
terus-menerus terhadap jadwal sekolah ini membuatnya tidak praktis untuk dipertahankan
dalam sistem di mana anak-anak lain tampaknya mampu sampai di tempat yang
seharusnya tepat waktu dan begitulah ceritanya.
ANDA
TIDAK BISA MEMILIH KECUALI ANDA HADIR PUKUL 8:45 PAGI.
"Aku
tidak peduli naskahnya bagus atau tidak, aku membutuhkannya hari Kamis!"
WAKTU
CHECK-OUT PUKUL 14.00.
"Kau
datang terlambat. Pekerjaannya sudah diambil. Maaf."
GAJI
ANDA SUDAH DIPOTONG KARENA WAKTU YANG HILANG SELAMA DUA PULUH MENIT.
"Ya
Tuhan, jam berapa sekarang? Aku harus pergi!" Dan begitulah ceritanya. Dan
begitulah ceritanya. Dan begitulah ceritanya.
Dan
begitulah ceritanya terus terus terus terus terus tik tok tik tok tik tok dan
suatu hari nanti kita tidak lagi membiarkan waktu melayani kita, kita melayani
waktu dan kita menjadi budak jadwal, penyembah berlalunya matahari, terikat
dalam kehidupan yang didasarkan pada batasan karena sistem tidak akan berfungsi
kalau kita tidak menjaga jadwalnya dengan ketat. Sampai terlambat menjadi lebih
dari sekadar ketidaknyamanan kecil. Menjadi dosa. Lalu kejahatan. Kejahatan
yang bisa dihukum dengan ini:
BERLAKU
15 JULI 2013, pukul 12.00.00 tengah malam, kantor Pencatat Waktu Utama akan
mewajibkan semua warga negara untuk menyerahkan kartu waktu dan kardioplat
mereka untuk diproses.
Sesuai
dengan Undang-Undang 555-7-SGH-999 yang mengatur pencabutan waktu per kapita,
semua kardioplat akan dikunci untuk pemegang individu dan apa yang sudah mereka
lakukan adalah merancang metode untuk membatasi jumlah kehidupan yang bisa
dimiliki seseorang. Kalau seseorang terlambat sepuluh menit, dia akan kehilangan
sepuluh menit dari hidupnya. Satu jam terlambat berarti lebih banyak
pencabutan. Kalau seseorang terus-menerus terlambat, dia mungkin mendapati
dirinya, pada Minggu malam, menerima pemberitahuan dari Pencatat Waktu Utama
bahwa waktunya sudah habis, dan dia akan "dimatikan" pada hari Senin
siang.
Tolong
bereskan urusan Anda, Tuan.
Maka,
dengan cara ilmiah sederhana ini (memanfaatkan proses ilmiah yang dirahasiakan
oleh kantor Sang Ticktockman), sistem tetap dipertahankan. Itulah satu-satunya
cara yang bisa dilakukan. Bagaimanapun, itu patriotik. Jadwal harus dipenuhi.
Lagipula, hanya ada perang. Tapi, bukankah perang selalu ada?
"Wah,
menjijikkan sekali," kata si Harlequin ketika Alice yang cantik
menunjukkan poster buronan. "Menjijikkan dan sangat tidak pantas.
Lagipula, ini bukan zamannya orang-orang putus asa."
"Poster
buronan!"
"Kau
tahu," kata Alice, "kau bicara dengan nada yang sangat tinggi."
"Maafkan
aku," kata si Harlequin dengan rendah hati.
"Tidak
perlu minta maaf. Kau selalu bilang aku minta maaf. Kau merasa sangat bersalah,
Everett, sungguh menyedihkan."
"Maaf,"
ulangnya, lalu mengerucutkan bibirnya hingga lesung pipitnya muncul sesaat. Dia
sama sekali tidak ingin mengatakannya. "Aku harus keluar lagi. Aku harus
melakukan sesuatu."
Alice
membanting tabung kopinya ke meja. "Ya Tuhan, Everett, tidak bisakah kau
di rumah semalam saja! Apa kau harus selalu keluar dengan kostum badut
mengerikan itu, berkeliaran sambil mengganggu orang-orang?"
"Aku,"
dia berhenti, lalu memasangkan topi badut ke kepalanya yang berambut pirang kemerahan
dengan dentingan lonceng kecil. Dia bangkit, membilas tabung kopinya di keran,
dan memasukkannya ke dalam pengering sebentar.
"Aku
harus pergi."
Alice
tidak menjawab. Kotak faksnya berdengung, dan dia menarik selembar kertas,
membacanya, lalu melemparkannya ke arah laki-laki itu di meja. "Ini
tentangmu. Tentu saja. Kau konyol."
Dia
membacanya dengan cepat. Di situ tertulis bahwa Ticktockman sedang berusaha
menemukannya. Dia tidak peduli, dia pasti akan pergi dan terlambat lagi. Di
pintu, sambil mencari-cari jalan keluar, dia membalas dengan kesal, "Wah,
kau juga bicara dengan nada yang tinggi!"
Alice
memutar bola matanya yang indah ke langit. "Kau konyol."
Si
Harlequin melangkah keluar, membanting pintu, yang kemudian tertutup pelan,
lalu terkunci sendiri.
Terdengar
ketukan pelan, dan Alice bangkit sambil mengembuskan napas kesal, lalu membuka
pintu. Si Harlequin berdiri di sana. "Aku akan kembali sekitar pukul
sepuluh tiga puluh, oke?"
Alice
memasang wajah sedih. "Kenapa kau bilang begitu? Kenapa? Kau tahu kau akan
terlambat! Kau tahu itu! Kau selalu terlambat, jadi kenapa kau mengatakan
hal-hal bodoh itu padaku?" Dia menutup pintu.
Di
sisi lain, si Harlequin mengangguk pada dirinya sendiri. Dia benar. Dia selalu
benar. Aku akan terlambat. Aku selalu terlambat. Kenapa aku harus mengatakan
hal-hal bodoh itu kepadanya?
Dia
mengangkat bahu lagi, lalu pergi untuk terlambat lagi.
Dia
sudah menembakkan roket petasan bertuliskan: ‘Aku akan menghadiri Invokasi
Asosiasi Medis Internasional ke-115 tepat pukul 20.00. Aku harap Anda semua bisa
bergabung denganku.’
Kata-kata
itu sudah terbakar di langit, dan tentu saja pihak berwenang ada di sana, bersiap
menunggunya. Mereka berasumsi, secara alami, bahwa dia akan terlambat. Dia tiba
dua puluh menit lebih awal, sementara mereka sedang menyiapkan jaring laba-laba
untuk menjebak dan menahannya, dan dia meniup pengeras suara besar, membuat
mereka panik dan ketakutan, jaring jebakan mereka yang lembap justru menutup,
dan para petugas terseret naik, menendang-nendang dan menjerit, tinggi di atas
lantai amfiteater. Si Harlequin tertawa terbahak-bahak, dan meminta maaf
sebesar-besarnya. Para dokter, berkumpul dalam pertemuan serius, tertawa terpngkal-pingkal,
dan menerima permintaan maaf si Harlequin dengan membungkuk dan berpose
berlebihan, dan waktu yang menyenangkan dihabiskan oleh semua orang, yang
mengira si Harlequin adalah badut biasa dengan celana warna-warni; semuanya,
maksudnya, kecuali pihak berwenang, yang dikirim oleh kantor Ticktockman, yang
tergantung di sana seperti muatan dermaga, yang diangkat ke atas lantai
amfiteater dengan cara yang sangat tidak pantas.
(Di
bagian lain kota tempat si Harlequin menjalankan "aktivitasnya", yang
sama sekali tidak berhubungan dengan apa yang dibahas di sini, kecuali untuk
menggambarkan kekuatan dan pengaruh Sang Ticktockman, seorang laki-laki bernama
Marshall Delahanty menerima surat pemadaman dari kantor Ticktockman. Istrinya
menerima surat itu dari petugas bersetelan abu-abu yang mengantarkannya, dengan
"ekspresi sedih" yang khas terpampang mengerikan di wajahnya. Dia
tahu apa itu, bahkan tanpa membuka segelnya. Itu adalah billet-doux17
yang dikenali semua orang di masa itu. Dia tersentak, dan memegangnya
seolah-olah itu adalah selembar kaca objek yang mengandung botulisme18,
dan berdoa agar itu bukan untuknya. ‘Semoga itu untuk Marsh,’ pikirnya, dengan
brutal, realistis, ‘atau salah satu anak-anak, tapi bukan untukku, ya Tuhan,
bukan untukku.’ Kemudian dia membukanya, dan itu untuk Marsh, dan dia merasa takut
sekaligus lega. Tentara berikutnya di barisan yang terkena peluru.
"Marshall," teriaknya, "Marshall! Pemadaman, Marshall! Ya Tuhan,
Marshall, apa yang akan kita lakukan, apa yang akan kita lakukan, Marshall, ya
Tuhan, Marshall..." Dan di rumah mereka malam itu terdengar suara kertas
robek dan ketakutan, dan bau kegilaan naik ke cerobong asap dan tidak ada, sama
sekali tidak ada yang bisa mereka lakukan. Tapi Marshall Delahanty mencoba
melarikan diri. Dan keesokan paginya, ketika waktu pulang tiba, dia sudah
berada jauh di dalam hutan dua ratus mil jauhnya, dan kantor Sang Ticktockman
menutup kardioplatnya, dan Marshall Delahanty jatuh pingsan saat berlari, dan
jantungnya berhenti, dan darah mengering dalam perjalanan ke otaknya, dan dia
meninggal, begitu saja. Satu lampu padam di peta sektor di kantor Pencatat
Waktu Utama, sementara pemberitahuan dimasukkan untuk dikirim faks, dan nama
Georgette Delahanty dimasukkan pada daftar penerima tunjangan sampai dia bisa
menikah lagi. Itulah akhir catatan kaki ini, dan semua poin yang perlu
dijelaskan, kecuali, jangan tertawa, karena itulah yang akan terjadi pada si Harlequin
kalau Ticktockman tahu nama aslinya. Itu tidak lucu.)
Lantai
tempat perbelanjaan di kota dipenuhi pembeli yang mengenakan pakaian warna
Kamis. Para perempuan mengenakan chiton19 kuning kenari dan para laki-laki
mengenakan pakaian pseudo-Tyrolean20 berbahan giok dan kulit, yang
sangat ketat, kecuali celana balonnya.
Ketika
si Harlequin muncul di kerangka Pusat Perbelanjaan Efisiensi yang masih dalam
tahap pembangunan, pengeras suaranya mengarah ke bibirnya yang tertawa seperti
peri, semua orang menunjuk dan menatap, dan dia mencaci-maki mereka, "Kenapa
membiarkan mereka memberi kalian perintah? Kenapa membiarkan mereka menyuruh
kalian untuk terburu-buru dan berlarian seperti semut atau belatung? Santai
saja! Jalan-jalan sebentar! Nikmati sinar matahari, nikmati angin sepoi-sepoi,
biarkan hidup membawamu dengan kecepatanmu sendiri! Jangan jadi budak waktu,
itu cara yang mengerikan untuk mati, pelan-pelan, satu demi satu... hancurkan Ticktockman!"
“Siapa
orang gila itu?” Sebagian besar pembeli ingin tahu. “Siapa orang gila itu? Aduh,
aku akan terlambat, aku harus lari....”
Dan
para pekerja konstruksi di Pusat Perbelanjaan menerima perintah mendesak dari
kantor Pencatat Waktu Utama bahwa penjahat berbahaya yang dikenal sebagai
Harlequin berada di puncak menara mereka, dan bantuan mereka sangat dibutuhkan
untuk menangkapnya.
Para
pekerja menolak, mereka akan kehilangan waktu di jadwal konstruksi mereka, tapi
Sang Ticktockman berhasil menarik benang yang tepat dari jaring pemerintah, dan
mereka diperintahkan untuk berhenti bekerja dan menangkap si tolol itu di
puncak menara dengan pengeras suaranya. Maka, selusin pekerja kekar mulai
memanjat ke platform konstruksi mereka, melepaskan pelat anti gravitasi, dan
naik mengejar si Harlequin.
Sesudah
kekacauan itu (di mana, berkat perhatian si Harlequin terhadap keselamatan,
tidak ada yang terluka parah), para pekerja mencoba berkumpul kembali dan
menyerangnya lagi, tapi sudah terlambat. Dia sudah menghilang. Tapi, kerumunan
orang sudah berkumpul, dan siklus belanja terganggu selama berjam-jam, benar-benar
berjam-jam. Karena itu, kebutuhan pembelian sistem mulai runtuh, sehingga
diambil langkah-langkah untuk mempercepat siklus tersebut selama sisa hari itu.
Tapi, siklus itu macet dan bertambah kacau, dan mereka menjual terlalu banyak
katup apung dan tidak cukup weggler, yang berarti rasio popli
menjadi tidak seimbang, sehingga perlu untuk segera mengirimkan
berkardus-kardus Smash-0 yang rusak ke toko-toko yang biasanya hanya
membutuhkan satu kotak setiap tiga atau empat jam. Pengiriman menjadi kacau,
pengiriman ulang salah rute, dan pada akhirnya, bahkan industri swizzleskid
pun merasakan dampaknya.
"Jangan
kembali sebelum kalian berhasil menangkapnya!" kata Sang Ticktockman,
sangat pelan, sangat tulus, dan sangat berbahaya.
Mereka
menggunakan anjing. Mereka menggunakan probe. Mereka menggunakan pelacak
kardioplat. Mereka menggunakan teeper. Mereka menggunakan suap. Mereka
menggunakan stiktytes. Mereka menggunakan intimidasi. Mereka menggunakan
ancaman. Mereka menggunakan siksaan. Mereka menggunakan fink. Mereka
menggunakan polisi. Mereka menggunakan penggeledahan dan penyitaan. Mereka
menggunakan fallaron. Mereka menggunakan insentif perbaikan. Mereka
menggunakan sidik jari. Mereka menggunakan Bertillon21. Mereka
menggunakan kelicikan. Mereka menggunakan tipu muslihat. Mereka menggunakan
pengkhianatan. Mereka menggunakan Raoul Mitgong, tapi semua itu tidak
banyak membantu. Mereka menggunakan fisika terapan. Mereka menggunakan teknik
kriminologi.
Dan
akhirnya: mereka menangkapnya.
Lagi
pula, namanya adalah Everett C. Marm, dan dia tidak begitu terkenal, kecuali
seorang laki-laki yang tidak memiliki sensitivitas akan waktu.
"Bertobatlah,
Harlequin!" kata Sang Ticktockman.
"Enyahlah!"
jawab si Harlequin sambil mencibir.
"Kau
sudah terlambat total enam puluh tiga tahun, lima bulan, tiga minggu, dua hari,
dua belas jam, empat puluh satu menit, lima puluh sembilan detik, koma tiga
enam satu satu satu mikrodetik. Kau sudah menghabiskan semua yang kau bisa,
bahkan lebih. Aku akan mematikanmu."
"Takut-takutilah
orang lain. Aku lebih baik mati daripada hidup di dunia bodoh dengan hantu
sepertimu."
"Ini
pekerjaanku."
"Kau
mengada-ada. Kau tiran. Kau tidak punya hak memerintah orang dan membunuh
mereka kalau mereka datang terlambat."
"Kau
tidak bisa menyesuaikan diri. Kau tidak bisa berbaur."
"Lepaskan
aku, dan aku akan memasukkan tinjuku ke dalam mulutmu."
"Kau
seorang nonkonformis."
"Dulu
itu bukan kejahatan."
"Sekarang
iya. Hiduplah di dunia ini."
"Aku
membencinya. Dunia ini mengerikan."
"Tidak
semua orang berpikir begitu. Kebanyakan orang menyukai ketertiban."
"Aku
tidak, dan sebagian besar orang yang kukenal juga tidak."
"Itu
tidak benar. Bagaimana menurutmu kami bisa menangkapmu?"
"Aku
tidak tertarik."
"Seorang
gadis bernama Alice yang cantik memberi tahu kami siapa dirimu."
"Itu bohong."
"Itu benar. Kau membuatnya gelisah. Dia ingin diterima, dia ingin menyesuaikan diri,
aku akan mematikanmu."
"Kalau
begitu, lakukan saja sekarang, dan berhentilah berdebat denganku."
"Aku
tidak akan mematikanmu."
"Kau
bodoh!"
"Bertobatlah,
Harlequin!" kata Sang Ticktockman.
"Enyahlah."
Jadi
mereka mengirimnya ke Coventry. Dan di Coventry mereka mengerjainya. Persis
seperti yang mereka lakukan pada Winston Smith di "198422",
sebuah buku yang tidak seorang pun dari mereka tahu, tapi tekniknya sebenarnya
cukup kuno, dan begitu pula yang mereka lakukan pada Everett C. Marm, dan suatu
hari, cukup lama kemudian, si Harlequin muncul di jaringan komunikasi, tampak
seperti peri, berlesung pipit, dan bermata cerah, dan sama sekali tidak dicuci
otaknya, dan dia bilang dia salah, bahwa itu adalah hal yang baik, memang
sangat baik, untuk menjadi bagian dari, dan tepat waktu, ‘hi-ho dan kita pergi’,
dan semua orang menatapnya di layar publik yang menutupi seluruh blok kota, dan
mereka berkata pada diri mereka sendiri, yah, kau tahu, dia memang orang gila,
dan kalau memang begitulah sistemnya dijalankan, maka mari kita lakukan seperti
itu, karena tidak ada gunanya melawan balai kota, atau dalam hal ini, Ticktockman.
Jadi
Everett C. Marm hancur, yang merupakan kerugian, menurut apa yang dikatakan
Thoreau sebelumnya, tapi kau tidak bisa membuat omelet tanpa memecahkan
beberapa butir telur, dan dalam setiap revolusi, beberapa orang mati yang
seharusnya tidak perlu, tapi mereka harus mati, karena begitulah yang terjadi,
dan kalau kau membuat sedikit perubahan saja, maka tampaknya itu sepadan. Atau,
untuk memperjelas maksudnya:
"Eh,
maaf, Pak, saya, eh, tidak tahu bagaimana eh, eh, mengatakan ini, tapi Bapak terlambat
tiga menit. Jadwalnya agak, eh, agak meleset."
Dia
menyeringai malu-malu.
"Konyol!"
gumam Sang Ticktockman di balik topengnya. "Cek jam tanganmu." Lalu
dia masuk ke kantornya sambil bergumam mrmee, mrmee, mrmee, mrmee.
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan
kaki:
1
Posse comitatus: dari bahasa Latin yang berarti "kemampuan untuk
memiliki kelompok atau geng", sering disingkat menjadi posse, dalam
hukum umum adalah sekelompok orang yang dimobilisasi untuk menekan pelanggaran
hukum, membela rakyat, atau melindungi perdamaian, properti, dan kesejahteraan
publik. Ini bisa disebut konservator perdamaian –biasanya reeve, sheriff,
chief, atau pejabat khusus/regional lainnya seperti petugas perdamaian
yang kemungkinan disertai oleh atau dengan arahan keadilan atau proses
parayudisial yang diputuskan mengingat dekatnya kerusakan aktual. Harus ada
alasan yang sah untuk posse, yang tidak pernah dapat digunakan untuk
pelanggaran hukum. Posse comitatus sebagai doktrin yang
didefinisikan secara yurisprudensial Inggris berasal dari Inggris abad ke-9.
2
Henry David Thoreau (1817–1862): seorang naturalis, penulis esai,
penyair, dan filsuf Amerika. Sebagai seorang transendentalis terkemuka, dia
terkenal karena bukunya Walden, sebuah refleksi tentang kehidupan sederhana di
lingkungan alam, dan esainya "Civil Disobedience" (awalnya
diterbitkan sebagai "Resistance to Civil Government"), sebuah
argumen yang mendukung pembangkangan warga negara terhadap negara yang tidak
adil.
3
Civil Disobedience: disebut juga "Resistance to Civil Government"
atau "On the Duty of Civil Disobedience"; sebuah esai karya
Henry David Thoreau, seorang transendentalis Amerika, yang pertama kali
diterbitkan pada tahun 1849. Di dalamnya, Thoreau berpendapat bahwa individu
harus mengutamakan hati nurani mereka daripada mematuhi hukum yang tidak adil, dengan
menegaskan bahwa kepatuhan pasif terhadap otoritas pemerintah memungkinkan
terjadinya ketidakadilan . Thoreau termotivasi oleh penentangannya terhadap
perbudakan dan Perang Meksiko-Amerika (1846–1848), yang dia anggap tidak bisa
diterima secara moral dan politik.
4
Cam: bagian yang berputar atau meluncur dalam hubungan mekanis dan
mengubah gerakan rotasi menjadi gerakan bolak-balik atau naik-turun.
5
Roti dan sirkus: atau "roti dan permainan "; dari bahasa
Latin: panem et circenses; frasa metonimik yang merujuk pada penenangan
yang dangkal. Frasa ini dikaitkan dengan Juvenal (Satires, Satire X),
seorang penyair Romawi yang aktif pada akhir abad pertama dan awal abad kedua
Masehi, dan umum digunakan dalam konteks budaya, khususnya politik. Dalam
konteks politik, frasa ini berarti menghasilkan persetujuan publik, bukan
melalui keunggulan dalam pelayanan publik atau kebijakan publik, melainkan
melalui pengalihan perhatian atau dengan memenuhi kebutuhan paling mendesak
atau mendasar dari suatu populasi, dengan menawarkan sesuatu yang meringankan seperti
makanan (roti) dan hiburan (sirkus). Juvenal awalnya menggunakannya untuk
mengecam "keegoisan" masyarakat umum dan pengabaian mereka terhadap
masalah yang lebih luas. Frasa ini menyiratkan erosi atau ketidaktahuan
populasi akan kewajiban sipil sebagai prioritas.
6
Simón José Antonio de la Santísima Trinidad Bolívar y Palacios (178–1830):
seorang negarawan dan perwira militer Venezuela yang memimpin negara Kolombia,
Venezuela, Ekuador, Peru, Panama, dan Bolivia saat ini menuju kemerdekaan dari
Kekaisaran Spanyol. Dia dikenal dalam bahasa sehari-hari sebagai El Libertador,
atau Sang Pembebas Amerika.
7
Napoleon Bonaparte (1769–1821): seorang jenderal dan negarawan Prancis
yang menjadi terkenal selama Revolusi Prancis dan memimpin serangkaian kampanye
militer di seluruh Eropa selama Perang Revolusi Prancis dan Perang Napoleon
dari tahun 1796 hingga 1815.
8
Richard Ira "Dick" Bong (1920–1945): seorang mayor Angkatan
Udara Amerika Serikat dan penerima Medali Kehormatan dalam Perang Dunia II. Dia
adalah salah satu pilot pesawat tempur Amerika yang paling banyak mendapat
penghargaan dan penerbang terbaik negara itu dalam perang tersebut, yang
berjasa menembak jatuh 40 pesawat Jepang, semuanya dengan Lockheed P-38
Lightning.
9
Ace of Aces: julukan untuk pilot dengan jumlah kemenangan udara
terbanyak dalam sejarah Angkatan Udara AS.
10
Jomo Kenyatta (1897–1978): seorang aktivis dan politikus anti-kolonial
Kenya yang memerintah Kenya sebagai Perdana Menteri dari tahun 1963 hingga 1964
dan kemudian sebagai Presiden pertamanya dari tahun 1964 hingga kematiannya
pada tahun 1978.
11
Alvin "Shipwreck" Kelly (1893–1952): seorang atlet Amerika
yang terkenal karena berjalan di atas tiang tinggi yang mencapai ketenarannya
pada tahun 1920-an dan 1930-an, duduk selama berhari-hari di tempat-tempat
tinggi di seluruh Amerika Serikat.
12
Harlequin: karakter pelayan komikal (Zanni) yang paling terkenal
dari commedia dell'arte Italia, yang dikaitkan dengan kota Bergamo.
Peran ini secara tradisional diyakini diperkenalkan oleh aktor-manajer Italia
Zan Ganassa pada akhir abad ke-16, dan dipopulerkan secara definitif oleh aktor
Italia Tristano Martinelli di Paris pada tahun 1584–1585, dan menjadi karakter
khas setelah kematian Martinelli pada tahun 1630.
13
Pieter Cornelis Mondriaan (1872–1944): seorang pelukis dan ahli teori
seni Belanda yang dianggap sebagai salah satu seniman terhebat abad ke-20. Dia
adalah salah satu pelopor seni abstrak abad ke-20, saat dia mengubah arah
artistiknya dari lukisan figuratif ke gaya yang semakin abstrak, hingga dia
mencapai titik di mana kosakata artistiknya direduksi menjadi elemen-elemen
geometris sederhana.
14
Metronom: perangkat yang menghasilkan bunyi klik atau bunyi lain yang
bisa didengar pada interval seragam yang bisa diatur oleh pengguna, biasanya
dalam ketukan per menit (BPM). Metronom juga dapat mencakup gerakan visual yang
disinkronkan, seperti ayunan bandul atau lampu yang berkedip.
15
Timkin: pelesetan dari Timken Company; produsen global
bantalan rekayasa dan produk gerak industri. Berkantor pusat di North Canton,
Ohio, perusahaan ini beroperasi dari 45 negara.
16
Berkeley William Enos (1895–1976): seorang sutradara film dan
koreografer musik Amerika. Berkeley merancang sejumlah produksi musik yang
rumit yang sering kali melibatkan pola geometris yang kompleks. Karya-karya
Berkeley menggunakan banyak gadis panggung dan properti sebagai elemen fantasi
dalam pertunjukan kaleidoskopik di layar.
17
Billet-doux: surat cinta.
18
Botulisme: penyakit langka dan berpotensi fatal yang disebabkan oleh
toksin botulinum, yang diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum. Penyakit
ini diawali dengan kelemahan, penglihatan kabur, rasa lelah, dan kesulitan
berbicara. Gejala ini kemudian dapat diikuti oleh kelemahan otot lengan, dada,
dan kaki. Muntah, pembengkakan perut, dan diare juga dapat terjadi. Penyakit
ini biasanya tidak memengaruhi kesadaran atau menyebabkan demam.
19
Chiton: bentuk tunik yang diikat di bahu, dikenakan oleh laki-laki dan
perempuanYunani dan Romawi kuno. Ada dua bentuk chiton: Dorik dan Ionik.
Menurut Herodotus, legenda populer adalah bahwa perempuan Athena mulai
mengenakan chiton sebagai lawan dari peplos setelah beberapa perempuan menikam
seorang utusan hingga mati dengan peniti perunggu yang menjadi ciri khas
peplos.
20
Lederhosen: digunakan dalam bahasa Inggris untuk merujuk secara khusus
pada celanakulit yang dikenakan oleh laki-laki di Jerman Selatan (khususnya di
Bavaria dan Swabia), Austria, Tyrol Selatan, dan Slovenia. Istilah Trachten
Lederhosesering digunakan dalam bahasa Jerman untuk menghindari
kebingungan dengan jenis celana kulit lainnya. Celana panjang yang lebih
panjang umumnya disebut Bundhosen.
21
Alphonse Bertillon (1853–1914): seorang perwira polisi Prancis dan
peneliti biometrik yang menerapkan teknik antropometri pada penegakan hukum,
menciptakan sistem identifikasi berdasarkan pengukuran fisik.
22
1984: sebuah novel distopia karya penulis Inggris George Orwell. Novel
ini diterbitkan pada 8 Juni 1949 oleh Secker & Warburg sebagai buku
kesembilan dan terakhir Orwell yang telah selesai. Secara tematis, novel ini
berpusat pada totalitarianisme, pengawasan massal, dan pengaturan represif
terhadap orang dan perilaku.

Comments
Post a Comment