Sebelum Yang Sebelumnya (Mitologi Sumeria)
I
Sebelum yang sebelumnya, hanya ada Nammu, Sang Laut, dia adalah asal mula, awal yang senantiasa mengalir. Nammu adalah yang pertama, sumber segala sesuatu, ibu semesta, rahim kelimpahan yang menghasilkan segalanya bagi dirinya sendiri, sendirian dan semua-dalam-satu, Nammu adalah materi purba, perairan laut dalam yang subur.
Sebelum
yang sebelumnya, karena waktu belum ada, Nammu berputar dan mengalir, meremas,
melingkar dan bergegas bagaikan spiral. Dia jatuh cinta pertama kali kepada
dirinya sendiri, dan dia menikmatinya dalam sukacita yang murni. Kemudian air
ketuban Nammu terbuka, dia lalu melahirkan Ki-An, anak sulung ciptaannya, yang
perempuan adalah Ki, Sang Gunung, yang laki-laki adalah An, Sang Langit.
Sebelum
yang sebelumnya, terbungkus di sekitar tubuh cair sang ibu, Ki, Sang Gunung dan
An, Sang Langit, saling berpelukan erat dalam sebuah pelukan yang paling
lembut. Ki dan An berbaring berpelukan satu sama lain sebelum yang sebelumnya,
ketika An adalah langit yang kosong, Ki adalah bumi yang berbatu yang terhampar
tandus dan tak terpenuhi dalam cairan tubuh subur Nammu. Saat Ki dan An
berbaring semakin dekat, ada sesuatu yang tergerak, jauh di dalam.
Cinta
yang mengikat An dan Ki bersama-sama menghasilkan sebuah desahan, Sang Angin,
nafas pertama, dan begitulah Enlil, sang penguasa angin, tercipta. Demikianlah
kehidupan berdenyut dalam kelanjutan yang ceria, seperti An, Sang Banteng
Perkasa dari Surga, bercinta lima puluh kali --dan lebih!-- dengan Ki,
kekasihnya, Sapi Bumi yang Mahakuasa.
Ki
menanggapi birahi dan semangat An dengan cara yang sama. Dia membuat dirinya
berseri-seri, untuk saudara sekaligus suaminya dia memperindah tubuhnya dengan
gembira dengan logam-logam yang paling berharga, gairah dan lapis lazuli, dia
menghiasi dirinya dengan diorit, kalsedon, dan akik berkilau. Begitu pula An
mengenakan jubah biru paling murni untuk menyapa saudara sekaligus istri
tercintanya Ki. Lalu dengan penuh suka cita dan penghormatan An yang menyebut
dirinya Langit menghampiri Ki yang dipanggilnya Bumi.
An
menyelami hamparan sambutan Ki. Kemudian An mencium Ki, menuangkan bibit pohon,
alang-alang dan padang rumput masuk ke dalam rahim sang kekasih. Ki, bumi yang
subur, pemberani, manis, diresapi dengan bibit kaya dari langit, dengan gembira
melahirkan tanaman kehidupan. Bumi yang subur menghasilkan hasil bumi yang
berlimpah, memancarkan anggur dan madu.
Dengan
gembira, dia mengundang Langit ke dalam dirinya lagi dan lagi. Lima puluh kali
--dan lebih!-- Langit datang kepada Bumi, lima puluh kali --dan lebih!-- benih
An bertemu dengan Ki, lima puluh kali --dan lebih!-- benih An tumbuh di dalam
Ki, lima puluh kali --dan lebih!-- An dan Ki bercinta, dan begitulah Anunnaki,
generasi dewa pertama, terbentuk di rahim Ki, belum diberi nama, menunggu untuk
dilahirkan. Hanya Enlil, yang pertama dari para Anunnaki, bayi dewa penguasa
angin yang berada di pangkuan An dan Ki yang kini disebut Antu, semuanya
dikelilingi oleh kedalaman Nammu.
Nammu
merasakan dan melihat segalanya. Dia sekarang harus menciptakan ruang untuk
keturunannya. Di bawah Ki, mengelilingi Enlil, dan di atas An, Nammu melengkung
dan membentang, bentuk airnya menuju kedalaman lebih jauh yang diarahkannya.
Nammu mendefinisikan dirinya sebagai Lautan Pertama, tempat lahirnya
bentuk-bentuk kehidupan selanjutnya.
“Milikku
adalah kedalaman yang menjangkau permukaan,” demikian ketetapan Takdir Nammu,
“milikku adalah proses menjadi dari ketiadaan dalam pelukan. Milikku adalah
rahim pemeliharaan, misteri pertama kehidupan, milikku adalah keheningan yang
diciptakan semua kehidupan.”
Enlil,
yang merupakan inspirasi ilahi An dan desahan kegembiraan pertama Ki, dewa
agung pertama yang lahir, berjuang untuk tumbuh. Kemudian, sebuah gerakan,
energi dan arah, Enlil sedang mencari tempat untuk tumbuh. Dia tumbuh lebih
kuat lagi, bersemangat untuk mewujudkan takdirnya. Dia ingin melarikan diri
dari pelukan orang tuanya menuju tempat yang belum ditaklukkan. Keluar dari
sarang perlindungannya, sendirian, ini adalah pencarian pertama Enlil.
Demikianlah dia memanggil kekuatannya dari dalam, dan mewujud luar sebagai
Angin yang besar. Tajam, kuat, terarah, kekuatan Enlil menembus pelukan An dan
Ki, melalui tubuh cair Ibu Nammu.
Kemudian
terdengarlah sebuah raungan, sebuah ledakan, dan demikianlah Banteng Surga dan
Sapi Bumi terpisah untuk selama-lamanya. Apa yang dulunya adalah kesatuan
utama, kini berubah menjadi keberagaman. Ini adalah awal dari evolusi,
petualangan keberadaan yang tidak pernah berakhir yang melampaui pencarian
kesempurnaan dan keberhasilan. Nammu melihat perubahan yang terjadi, dan sekali
lagi sang ibu yang mahakuasa menetapkan takdir bagi anak-anak pertamanya.
“An,
putraku yang terkasih, mulai sekarang kau akan selalu berada di atas. Alam
ketinggian akan menjadi milikmu untuk dilindungi. Biarlah dia disebut Dunia
Atas atau Nibru, yang dari sana cahaya roh akan bersinar. Pengetahuan,
inspirasi, mimpi dan visi akan menjadi milikmu untuk dibagikan. Ki, putriku
yang tersayang, kau akan berbaring di permukaanku, karena aku perlu merasakan
kehadiranmu, pelukanmu. Biarkan tempat tinggalmu disebut Dunia Tengah atau
Bumi, alam dari bentuk dan substansi, realitas duniawi dan rumah fisik bagi
segala sesuatu yang hidup dan tumbuh.”
“Dan
untuk memberi makanan kepada yang ada di Atas, di Tengah dan di Bawah, biarlah
diciptakan alam yang lain. Aku akan menyebutnya Dunia Bawah, sumber ingatan
tentang apa yang sudah, sedang dan akan terjadi, tanah tantangan, dunia yang
akan melampaui kedalamanku, esensi batin yang memberi gizi pada bentuk dan
jiwa. Sementara itu, Enlil muda akan menari dan meregangkan tubuh, kekuatan tak
berwujudnya adalah nafas pertama alam semesta. Maka benihku akan ada di dalam
segala sesuatu yang ada sebagai kekuatan batin untuk tumbuh dan bertransformasi
dalam berbagai kombinasi segala hal.”
Ki,
menatap ke arah langit, ke arah An, saudara sekaligus suaminya, merindukan
kedekatan dan sentuhannya. Potongan-potongan dirinya menggapai langit, mencari
An, menari-nari ke sana kemari, ke atas, ke bawah, dan berputar-putar. Ki
merenungkan misteri ini dan mengungkapkan artinya, “An, kekasihku, jiwa
tubuhku, kita tidak bisa lagi terikat sebagai yang satu, tapi yang tak berwujud
yang menyatukan kita masih ada. Demi kesatuan purba yang pernah ada, semoga
semua orang mendengar apa yang kini aku nyatakan, ‘Apa yang ada di bawah akan
selalu terhubung dengan apa yang ada di atas, di mana pun aku berani
melangkah!'”
Dari
atas, An menatap saudara sekaligus istrinya, Ki, merindukan kedekatan dan
ciumannya. “Ki, kekasihku, tubuh jiwaku, terikat sebagai yang satu, kita tidak
bisa lagi menjadi yang satu, tapi yang tak berwujud yang menyatukan kita masih
ada. Maka dari tempat tertinggi aku akan menjagamu, cintaku. Maka aku mengklaim
surga sebagai milikku, ketinggian tertinggi di atas. Dan demi kesatuan purba
yang pernah ada, semoga semua orang mendengar apa yang kini aku nyatakan, ‘Apa
yang ada di atas akan selalu bersatu dengan apa yang ada di bawah. Dan untuk
mengingatkan alam semesta akan kebenaran agung ini, mahkota bertanduk di kuil
kuambil sebagai simbol milikku. Semoga alam semesta tidak pernah lupa bahwa
Banteng Surga dan Sapi Bumi adalah satu, di mana pun aku berani melangkah.'”
Enlil
merenungkan perubahan yang terjadi. Di luar tubuh An dan Ki, sendirian, sang
penggerak utama alam semesta merasa kehilangan. Dia kemudian mengucapkan
pernyataan penyesalan dan permohonan, “Sendiri, sendirian saja, aku tidak bisa,
jadi aku memintamu, ibu, tolonglah tetaplah bersamaku! Aku butuh sentuhan dan
pendampinganmu. Aku bersumpah mulai sekarang akan menjagamu dan melindungimu ke
mana pun aku pergi, keselamatanmu lebih penting daripada keselamatanku sendiri.
Maka aku mohon untuk membawa Ki, Bumi, ibuku bersamaku, dan bersama-sama kita
akan membangun jalan menuju keabadian. Aku akan menjadi napas, kau akan menjadi
bentuk. Mari, ibuku terkasih, datanglah dan mari kita ubah alam semesta!”
Di
ketinggian di atas, An menangis, air matanya bertemu dengan air Nammu. Dalam
luasnya kedalaman pengasuhan Nammu, langit menyerah pada kesedihan yang
mendalam untuk Ki, merindukan cinta dan ciumannya yang hilang. Nammu menerima
air mata pahit manis anak pertamanya, dan dia kehilangan dirinya di dalam diri
ibunya, menerima kelembutan dan cintanya.
Ibu dan anak, An dan Nammu, bertemu dan bercinta dengan manis, dan dari percampuran tubuh mereka lahirlah seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, Si Kembar Ilahi dilahirkan. “Enki dan Ereshkigal, aku memanggilmu,” kata Nammu. “Semoga kebijaksanaan kedalaman menjadi milikmu! Setinggi An yang berada di atas, sedalam perairanku yang mengalir di bawah, demikianlah kalian berdua akan pergi, seperti Di Dalam sekaligus Di Luar. Kecantikan batin adalah pencarianmu, diungkapkan agar semua orang mengetahuinya!”
II
Ki, Sang Gunung Agung, hampir tidak punya waktu
untuk menangis karena kehilangan An, Sang Langit, kekasih dan belahan jiwanya,
karena sesuatu yang sangat penting akan terjadi, “Segera, sangat segera, aku
tahu, waktunya akan tiba, waktu suci kelahiran,” kata sang dewi agung, “aku
akan melahirkan bayi-bayi ilahi, para dewa dan dewi agung, putra dan putriku
dari An, keturunan cinta agung kami. An, dari yang maha tinggi di mana pun kau
berada, cintaku, jagalah aku dan mereka yang akan tumbuh dan memujamu di kedalaman
bawah!”
Yang mengejutkannya, suara An terdengar keras
dan tegas, penuh kelembutan dan cinta, “Tubuh jiwaku, rahim bagi benihku, ke
mana pun kau atau anak-anakku pergi di seluruh dunia, lihatlah ke langit dan
aku akan ada di sana mengawasimu. Demi kata-kataku, demi keberadaanku, aku
mengikatkan diriku padamu dari semua ketinggian yang kutempuh!”
Gembira, Ki meniupkan ciuman ke langit, dan
mengambil tindakan. Untuk menyambut kedatangan para dewa dan dewi dia butuh
tempat, suatu tempat yang paling istimewa, aman, suci, murni dan tenteram di
sekelilingnya. “Aku menginginkan sebuah tempat kelahiran, sebuah bukit suci,
dan gundukan tanah suci, tempat Anunnaki, benihku dengan An, dewa dan dewi
pertama, saudara dan saudarimu, Enlil, akan ditemukan pertama kali. Aku akan
menyebut tempat itu Duku, ruang penciptaan dunia, tempat penghakiman paling
jujur, integritas dan kebijaksanaan. Dengan begitu, untuk sekali dan selamanya
aku menegaskan kembali ikatan antara Langit dan Bumi, Duranki suci antara alam
bawah yang agung dan alam atas yang dalam. Dan seperti yang aku mau,
demikianlah yang terjadi!”
Enlil segera mengumpulkan semua batu yang
ditemukan tangan dan matanya. Ki menempelkannya di perutnya, sehingga
bentuk-bentuk baru muncul di tanah. Ki, sang ibu pencipta, terengah-engah dan
meremas sampai bayinya, benih An dan miliknya sendiri, jatuh berguling-guling
keluar. Ki, merasakan mereka bergerak ke pangkuan sucinya dan akhirnya
tersenyum puas. Ki terengah-engah dan meremas sampai bayinya, tanpa rasa sakit
atau nyeri, benih suci An dan miliknya, berjatuhan keluar. Dia merasakan mereka
bergerak ke pangkuannya yang suci, dan rasa takjub dan gembira yang tak
terbatas memenuhi dirinya dari dalam ke luar.
“Aku sudah melahirkan kekuatan yang akan
membentuk bumi, aku sudah melahirkan para penjaga yang akan melindungi bumi!
Aku sudah melahirkan, aku sudah melahirkan mereka yang akan menyehatkan bumi!
Semoga hari ini dipuji selamanya, semoga saat ini diingat selamanya, karena
dari rahimku, dari gundukan suci muncul Anunnaki, dewa dan dewi pertama di
bumi!”
An merenungkan misteri yang terjadi dan dari
ketinggian di atas, kata-kata Langit bisa terdengar di seluruh tempat, “Ki,
kekasihku, tubuh jiwaku, saudaraku yang tak tertandingi, hasrat hati dan
pasanganku yang begitu terkasih, banyak nama akan diberikan kepadamu. Tapi
bagiku kau akan selalu menjadi Ninhursag, Ratu Bukit Suci, Ninmah yang
terkasih, perempuan mulia, ratu dan sahabat terbaik di sepanjang ketinggian
yang aku jejaki kau akan dikenang, kekasihku, sebagai Nintur, Nyonya Pondok
Kelahiran, dan tidak ada apa pun atau siapa pun yang bisa dibandingkan
denganmu! Urash, Sang Pemberi Kelahiran, Aruru yang paling suci, pujian abadi
akan dinyanyikan untukmu mulai sekarang! Nyonya Gunung, tempat kehidupan tumbuh
bahagia dan bebas. Tubuh jiwaku, saudaraku yang tak tertandingi, hasrat hati
dan pasanganku yang begitu terkasih, suaraku adalah suara yang aku nyanyikan,
‘Ibu segala kehidupan, nyonya hatiku, kekasih dan ratuku!’”
Begitulah dewa-dewi agung di negeri antara dua
sungai itu muncul. Begitulah anak-anak Bumi dan Langit dikenal di seluruh
dunia, begitulah cara mereka mulai tumbuh dalam keanekaragaman untuk
menyingkapkan harta karun Bumi dan keagungan Langit. Kebanyakan anak-anak An
dan Ninhursag cantik dan sempurna, ekspresi paling tulus dari cinta yang besar.
Meskipun demikian, kesedihan mendalam yang lalu telah meninggalkan bekas pada
sebagian mereka. Bayi-bayi itu adalah bayi yang terluka di rahim Ki pada saat
kehilangan dan penderitaan yang mengerikan ketika An dipisahkan dari Ki. Oleh
karena itu mereka tumbuh dalam kesakitan dan kehilangan, sehingga mendatangkan
berkat-berkat yang ambivalen dari luar. Pengalaman mereka akan kesatuan dan
kebahagiaan purba terlalu singkat, karena yang memelihara mereka adalah
kesakitan, kesendirian dan kehilangan Ki dan An.
Di dalam sang ibu, mereka merasakan kesakitan
dan penindasan, kebalikan dari bahan pembuat kehidupan. ‘Penjaga Kegelapan’,
begitulah kita mengenal mereka mulai sekarang, penantang dan guru terberat yang
mungkin kau temukan seiring berjalannya waktu. Energi mereka akan menjadi
energi tidak seimbang yang senantiasa melawan keseimbangan di mana pun mereka
berada.
“Anak-anak dari penderitaan kita, penjaga
kegelapan keberadaan, guru paling sulit yang bisa kita temui, beginilah
perasaanku padamu nantinya,” kata Ninhursag kepada An ketika dia melihat
anak-anak kecil yang terluka keluar sambil menangis dan menjerit dari rahim
sucinya.
“Energi mereka akan menjadi energi yang tidak
seimbang, yang terus-menerus melawan keseimbangan ke mana pun mereka pergi.
Tapi aku, yang melahirkanmu dari rahimku, aku, yang pertama bersama ayahmu,
menyatakan harapan terhadap takdir yang sulit seperti itu. Bagi mereka yang
berani, penguasaan atas kekacauan akan diberikan, tapi hanya bagi mereka yang
mampu melihat melampaui rasa sakit, penderitaan dan kehilangan untuk
mendapatkan kembali cahaya yang merupakan penyatuan purbaku dengan An, cinta
pertamaku.”
Dari jabatannya sebagai penjaga ibu bumi, setia
pada janjinya untuk menjaganya tetap aman dan sehat, Enlil muda tercengang
dengan apa yang dilihatnya: saudara laki-laki dan perempuan kecil yang jelek
dan cacat meninggalkan perlindungan Sang Nyonya Gunung, sambil menangis dengan
keras. Terganggu tak terkira, Enlil beralih ke Ki, juga dikenal sebagai
Ninhursag, sang nyonya agung dan pasangan jiwa Sang Langit.
“Ibu, apakah kau baik-baik saja?”
Mata Ninhursag mencerminkan kesedihan yang luar
biasa, “Aku sangat sedih, tapi bisa mengatasinya, Enlil.”
“Ibu, apa yang terjadi?Ada apa dengan
saudara-saudari baruku? Mengapa mereka begitu berbeda? Apakah mereka saudaraku
yang sebenarnya?”
Ninhursag mendesah dalam-dalam, “Ya, Enlil,
mereka juga saudaramu, tapi biarkanlah mereka mengikuti takdir mereka sendiri.
Belajarlah untuk melihat melampaui penampilan, anak sulungku, untuk meraih
esensi sejati, belajarlah untuk meraih ke sumber dari mana dirimu berasal,
persatuan segala hal yang berlawanan, komplementaritas suci yang sudah hilang.
Secara tidak langsung, Enlil, penderitaan anak-anak kecil ini adalah
kesalahanmu ketika kau menyebabkan terpisahnya langit dan bumi. Oleh karena itu
aku memintamu untuk membiarkan para penjaga kegelapan itu berada di sana. Misi
mereka akan menjadi misi yang lain, jauh lebih sulit, aku khawatir.”
Bayangan rasa bersalah dan penyesalan menutupi
wajah sang penguasa angin muda, “Jika aku adalah akar dari semua penderitaan
mereka, aku bersumpah dengan karunia pikiran, pemikiran dan inspirasi yang tak
pernah berakhir untuk mencoba dan memahaminya untuk menyembuhkan apa yang perlu
disembuhkan, untuk menyatukan apa yang pernah rusak. Ibu, ini adalah dunia
baru, kita tidak bisa melakukannya sendirian! Aku rindu kebersamaan dengan
saudara-saudariku untuk menyemarakkan dunia, menciptakan dan mengembangkannya!”
Karena kata-kata penciptaan sudah terbentuk di
pikiran Enlil, dan mereka akan mengambil bentuk pada setiap dewa dan dewi kecil
yang keluar dari Duku. Saudara-saudari ini, calon dewa dan dewi, seperti
dirinya adalah keturunan sejati Ki dan An. Mereka akan melanjutkan pekerjaan
penciptaan yang dimulai oleh Nammu. Tapi Enlil tidak yakin mengenai sang
kegelapan. Pikirannya yang cemerlang dan penuh rasa ingin tahu tidak bisa
menerima hal yang tidak diketahui, hal yang aneh, dan itulah para penjaga
kegelapan itu.
“Aku masih belum mengerti apa itu kekacauan
atau kegelapan dalam polanya yang rumit,” Enlil berpikir tanpa henti, ”tapi
tentang keteraturan, kekuatan pikiran, konsep tentang apa yang perlu ada
sebelum tindakan, ini yang sedang kupelajari untuk diketahui. Dan pemandu ilahi
untuk setiap konsep sepanjang keberadaan adalah kata-kata yang lahir dari
keheningan yang menyelimuti jiwa yang merupakan titik pertemuan Nammu, Ki dan
An. Bukanlah kata yang terucap, melainkan wahyu yang lahir dari keheningan yang
tidak kosong melainkan penuh dengan makna yang akan datang. Kata-kata ilahi
yang tak terucapkan ini akan memimpin jalan dan kekuatannya adalah keheningan
perbuatan yang sudah diselesaikan untuk transformasi. Aku, Enlil, bersumpah
untuk mengikuti keheningan yang penuh makna, aku akan menjalani kebenarannya
dengan batinku, aku akan menjadi inspirasi yang akan menjadi energi penciptaan,
aku akan menjadi nafas suci yang merasuki semua makhluk hidup, lembut tapi kuat
untuk menciptakan semua dunia.”
Pikiran Enlil yang logis dan cemerlang belum
bisa memahami hal yang tidak diketahui, hal yang aneh dan tidak jelas dan ini
adalah hakikat dari semua penjaga kegelapan. Tapi meski dia terus berusaha, dia
tidak pernah bisa mencapai tujuan utamanya, yaitu membawa kembali penjaga
kegelapan. Yang tertua, terbesar dan paling ganas dari para penjaga kegelapan,
Kur, menemukan jalan keluar sejauh yang dia bisa dari Duku, keluar dari pelukan
Ki yang mengikat. “Aku harus pergi,” pikir Kur. “Kedekatan pada akhirnya hanya
mendatangkan rasa sakit.”
Kur melihat sekeliling dan menyadari dia tidak
sendirian. Ada orang lain, tidak banyak, yang sama terlukanya seperti dirinya.
Jadi dia menjauh dari wajah Ninhursag. Dia, sang ibu bumi, mencintai semua
anaknya. Kur dan anak-anaknya yang kecil dan gelap itu adalah miliknya dan An,
anak-anak dari kehilangan dan kesedihan mereka. Sang ibu agung merasakan Kur
mundur dan segera bergerak menuju putranya yang terluka, meskipun dia sengaja
mencoba menghindarinya.
“Kur, anakku yang lahir dari rasa sakit dan
kehilanganku, perbedaan-perbedaan eksternal hanyalah tabir yang menutupi
hakikat sejati. Kalian semua berasal dariku dan An, dan aku mencintai kalian
semua dalam ukuran dan bentuk yang sama, mungkin bagimu yang terluka di
rahimku, aku lebih peduli lagi. Kur, buah dari kehilangan atas keinginan
terdalam tubuh dan jiwaku, cobalah dan lakukan apa yang aku sendiri lakukan,
perbaiki dirimu dan jadilah utuh, ubah masa kinimu menjadi masa depan yang
penuh harapan dan pertumbuhan. Tinggalkan rasa sakit dan kesedihan, mulailah
waktu baru dalam hidupmu!”
Untuk sesaat yang singkat namun intens, ibu dan
anak itu benar-benar terikat, tapi dia memutuskan ikatan itu. “Jangan
tinggalkan kami,” kata mata Ninhursag, tapi dia sudah tahu bahwa Kur sudah
memutuskan untuk pergi.
“Ibu, tempat ini asing bagiku. Dan aku adalah
orang asing di tempat ini,” teriak Kur, sambil melihat ke luar gundukan,
melampaui bumi berbatu yang menciptakannya. Dia tidak melihat ekspresi Enlil
yang penuh keheranan dan kekecewaan. Teriakan penuh kemarahan, kesedihan dan
kekerasan keluar dari dalam diri Kur.
“Aku tidak akan pernah cocok di sini! Aku tidak
mau! Jadi aku akan pergi ke tempat lain, tidak akan datang lagi ke sini. Tapi
apabila ada yang merasa takut dan terbuang sepertiku, aku katakan, ‘Mari
ikut!’”
Jadi Kur pun meluncur ke ujung dunia, diikuti
oleh saudara-saudaranya yang berkulit gelap dan cacat. Lama sekali mereka
melakukan perjalanan, di bawah gua-gua dan gundukan tanah berbatu dan melampaui
perairan dalam Laut Nammu. Akhirnya, di
tepi Dunia Tengah, di pintu masuk Dunia Bawah, Kur dan saudara-saudaranya yang
kecil dan berkulit gelap berhenti dan berjaga-jaga, sekadar menunggu.
Kur, melihat wajah-wajah kecil jelek yang
diangkat ke arahnya, menegakkan punggungnya dan meninggikan suaranya sehingga
bisa terdengar dari jauh, “Ayah dan ibu, aku mengklaim ujung bumi sebagai
wilayah kekuasaanku dan untuk kaumku sendiri. Dan ketahuilah bahwa kami akan
menantang dan berjuang sampai akhir siapa pun yang berani memasuki tanah kami!
Untuk selamanya!”
Sorakan suram mengiringi kata-kata Kur, “Kami
akan berjuang sampai akhir, untuk selamanya!”
Dari keamanan Duku, kamar penciptaan, Enlil dan
Ninhursag, mendengar teriakan Kur dan pengikutnya. Seketika, Enlil, yang
kekuatannya sudah tumbuh pesat, sekarang dia sudah menjadi dewa muda, membuat
penghalang yang dibentuk oleh angin terkuat yang bisa dia ciptakan dan dia
mengarahkannya ke ujung daratan, tempat Dunia Tengah bertemu dengan Dunia Bawah
yang masih kosong.
Suara sang penguasa angin terdengar keras dan
jelas di seluruh dunia, “Dengan kekuatan angin keinginanku, sejak saat ini aku
bersumpah untuk mengusir kekuatan kegelapan hingga ke batas-batas dunia fisik.
Tugasku adalah melindungi ibu bumi, tugasku adalah penebusan dosa karena sudah
memisahkan apa yang seharusnya dilahirkan untuk dipersatukan. Tugasku adalah
membangun kembali keseimbangan dan ketertiban, tugasku adalah memenuhi janji
sumpah ini ke mana pun aku pergi untuk memastikan pertumbuhan dan keberhasilan
dari apa yang sekarang kusebut peradaban. Aku bersumpah untuk mengangkat pedang
kebenaran dan kekuatan pengetahuan dan kebijaksanaan untuk melindungi seluruh
dunia!”
Dengan cara inilah energi kehidupan diciptakan
dan diwujudkan, di bawah asuhan orang-orang yang sejak saat itu menyebut diri
mereka sebagai tuan rumah langit dan bumi. Tapi Ninhursag tidak pernah berhenti
berduka untuk para penjaga kegelapan selama bertahun-tahun lamanya. Itu adalah
salah satu saat ketika sang ibu agung dan ratu tenggelam dalam pikirannya,
sambil menatap bintang-bintang, dia melihat Banteng Surga mengambil wujud
manusia. Kenikmatan yang begitu besar memenuhi bumi tercinta, saat dia menyadari
Zaman Taurus sudah kembali ke langit untuk kali yang baru.
“Ini aku, kekasihku,” kata An, dan Ki tanpa
berkedip dua kali bergegas meraih pelukannya. Dalam menit-menit berikutnya,
keajaiban perkawinan sakral mereka terjadi dan tampaknya seolah-olah tidak
pernah ada pemisahan antara Langit dan Bumi selama ribuan tahun.
“Tapi bagaimana?” tanyanya, untuk memastikan
apa yang dia tahu.
An memeluknya dengan cepat, tertawa dan
menjawab, “Aku mengikuti gerakanmu melalui langit. dan melihat bahwa dibutuhkan
waktu 26.000 tahun bagimu untuk mengelilingi tata surya dan bepergian sepanjang
bintang-bintangku. Kita mungkin bertemu, atau akhirnya menyadari satu sama
lain, di Zaman Taurus pertama pada jaman dahulu kala, karena belum ada waktu
pada saat itu. Tapi begitulah caramu memanggilku, begitulah bentuk yang kupilih
untuk kembali padamu sebentar saja. Maka melalui angin hasratku aku datang kepadamu,
yang adalah tubuh jiwa pengembaraanku, bermimpi dengan realitas sentuhanmu.”
Dia menciumnya balik dengan penuh gairah.
“Datanglah, kekasihku, dan lihatlah bumi yang indah, hijau dan coklat ini yang
kita ciptakan bersama dan makhluk-makhluk itu adalah versi beraneka ragam dari
keturunan kita.”
Bersama-sama, mereka mengembara ke seluruh bumi
yang hidup untuk menikmati cara kerja penciptaan dan keajaiban evolusi yang tak
pernah berakhir. “Menakjubkan, bukan? Semua ini berasal dari Nammu dan kita
berdua,” kata Ninhursag kepada An setelah mereka mengunjungi seluruh bumi.
“Dari ketinggian tempatku berada, aku melihat
semua ini terungkap, tapi tidak ada yang benar-benar sebanding dengan berada di
sini dan melihat, merasakan, mendengar, mencium, dan menyentuh dunia yang
menyenangkan ini.”
Sebuah bayangan melintasi wajah Ninhursag.
“Tidak semua yang tumbuh dari benih kita enak dipandang atau enak di hati.”
Dia merasakan kesakitan dan kekecewaan dalam
suaranya. "Apakah kau mengacu pada anak-anak kita, yang merupakan penjaga
kegelapan?"
Itu pertanyaan retorika, karena dia tahu
jawabannya.
"Ya,” jawabnya dengan ketulusannya yang
menyayat hati.
Dia memeluknya cukup lama, lalu berbisik,
“Jangan merasa begitu bersalah atas apa yang terjadi kepada mereka.”
“Tapi aku berharap aku bisa berbuat lebih
banyak! Mereka pergi karena mereka ingin mengikuti jalan mereka sendiri dan aku
membiarkan mereka pergi, membiarkan mereka!”
Ini adalah pertama kalinya Ninhursag mengakui
kebenaran sepenuhnya, rasa frustrasi dan kesedihan mendalamnya terhadap para
penjaga kegelapan. Pada saat yang sama, dia merasa lega karena bisa berbagi
keraguannya dengan An. Tentu saja dia harus melakukannya, dia adalah pasangan
dan bapak bagi keturunannya!
“Aku berharap aku bisa berbuat lebih banyak,
kekasihku,” kata An.
“Tapi ketika aku melihat segala sesuatu yang
muncul dari Nammu dan diri kita sendiri, dunia fisik ini penuh dengan keajaiban
dan tantangan yang mencerminkan kebesaran kita dan masih mengikuti rancangannya
sendiri yang dipandu oleh tanda-tanda kita, kurasa kita tidak melakukan
pekerjaan yang buruk. Bahkan jika mempertimbangkan para penjaga kegelapan,
mereka yang mengajar melalui rasa sakit dan kehilangan, tapi hanya bagi mereka
yang mampu melihat senyum di balik air mata. Tahukah kau mengapa aku yakin akan
kebenaran ini?”
“Tidak. Mengapa?”
“Karena ada misteri besar yang kita semua
adalah bagiannya, dan entah bagaimana selalu ada di depan, menunggu untuk
terungkap dibentuk oleh kehendak bebas, karena tidak ada rencana yang jelas,
tapi sebuah janji kesempurnaan dan kesucian dalam perjalanan. Bahkan para dewa
dan dewi, yang merupakan sinar cahaya yang menunjukkan jalan menuju keabadian,
tunduk pada misteri ini, yang tidak bisa kita kuasai sepenuhnya, tapi menangani
dan kadang-kadang mencampuri, dengan kata-kata dan perintah yang tepat.”
Terkejut, Ninhursag menahan napas. Mata An yang
penuh perhatian menatapnya seperti di masa lalu, dengan intensitas dan
kerinduan yang sama, begitu hadir seolah-olah mereka tidak pernah terpisah, dia
nyata dan bisa disentuh, bukan roh murni yang tidak bisa dijangkau. Dan
tiba-tiba tak ada masa lalu, yang ada hanya masa kini yang gemilang. Ninhursag
akhirnya tersenyum, mengantisipasi jawaban sang kekasih, terkejut karena tidak
mampu memahami apa yang dia buat begitu mudah untuk dilihat.
“Kurasa aku tahu apa maksudmu, kekasihku.
Betapa agungnya misteri yang sedang kau bicarakan, dan dengan itu, kita hampir
tidak bisa ikut campur! Betapa aku sangat membutuhkan pengetahuan ini, betapa
bodohnya aku karena tidak mengetahuinya!”
Dia menghentikannya dengan ciuman. Salah satu
cara paling menyenangkan untuk mencegah Ninhursag berpikir ketika dia sedang
memikirkan hal lain. “Apa misteri besar itu, nyonya hatiku, pikiranku, tubuhku
dan jiwaku?”
Senyum Ninhursag adalah pemandangan yang harus
dilihat, “Nama misteri besar itu adalah masa depan, siklus dan roda yang tidak
pernah berakhir, membawa hasil dan penyembuhan selalu pada tingkat yang lebih
tinggi untuk mencapai evolusi dan pertumbuhan. Tapi misterinya terletak pada
kenyataan bahwa masa depan tidak bisa dibangun tanpa masa lalu dan masa kini.
Kadang-kadang kita tidak bisa ikut campur sebanyak itu, seperti halnya yang
terjadi pada para penjaga kegelapan, anak-anak kegelapan kita. Aku harap aku tahu
semua ini sebelumnya, agar tidak bersedih sebanyak ini!”
An mencium Ninhursag dalam-dalam dan melengkapi
pikirannya, “Setiap kali aku memikirkan masa depan, dahulu kala, aku tidak
pernah kehilangan keyakinan dan harapan untuk mendekapmu erat dalam pelukanku
lagi. Keinginanku adalah untuk melihat mimpi yang membawaku kepadamu hari ini
menjadi kenyataan. Masa depan akan selalu membawa kecerahan dan harapan, tapi
kecerahan dan harapan hanya akan terjadi untuk mereka yang menjaga api tetap
menyala untuk mewujudkan mimpi mereka di semua dunia. Saat ini adalah kunci dari
semua takdir, dan ketika seseorang bekerja dengan penuh gairah, integritas dan
keberanian, membentuk kembali tujuan seiring dengan terbentangnya jalan,
kemenangan akan datang pada roh dan materi, menyatunya jiwa. Saat Langit
menikah dengan Bumi dari ketinggian tertinggi hingga ke kedalaman terdalam!”
***
Kalau Anda menyukai kisah mitologi ini, Anda mungkin ingin membaca kisah mitologi Sumeria lainnya di sini; atau membandingkan kisah penciptaan versi Babilonia di sini; atau Anda mungkin juga ingin membaca cerita pendek terjemahan di sini.
***

Comments
Post a Comment