Enuma Elish -- Tujuh Tablet Penciptaan: Tablet I (Mitologi Babilonia)
Ketika
surga di atas belum terbentuk dan bumi di bawah juga belum diberi nama, Abzu, yang
pertama, yang menjadi ayah mereka, dan kekacauan, Tiamat, yang melahirkan
mereka semua, menyatukan air mereka menjadi satu. Mereka belum membuat padang
rumput atau menciptakan hamparan alang-alang. Ketika belum ada satu pun dewa
yang muncul, dan tidak ada seorang pun yang mempunyai nama, dan tidak ada
seorang pun yang sudah ditentukan takdirnya, saat itulah dewa-dewa diciptakan
di dalam diri mereka.
Lahmu dan
Lahamu muncul dan dipanggil namanya. Ketika mereka sudah dewasa dan tumbuh
semakin besar, kemudian Anshar dan Kishar diciptakan, lebih besar daripada
mereka. Hari-hari berlalu, lalu muncullah An, anak sulung mereka, lebih besar
daripada leluhurnya. Anshar menjadikan An, anaknya, seperti dirinya, dan An melahirkan
Nudimmud yang mirip dengannya. Dia, Nudimmud lebih besar daripada leluhurnya,
pengetahuannya luas, bijaksana, dan kuat, jauh lebih kuat daripada Anshar, ayah
dari ayahnya. Dia tidak mempunyai saingan di antara para dewa dan
saudara-saudaranya. Demikianlah dewa-dewa agung tercipta.
Tapi
Tiamat dan Abzu kebingungan karena mereka membuat keributan dan kekacauan.
Mereka mengaduk-aduk perut Tiamat. Mereka mengganggunya dengan bermain di dalam
Anduruna. Abzu tidak bisa meredakan keributan mereka dan Tiamat membisu
di hadapan mereka. Betapapun buruknya perilaku mereka terhadapnya, betapapun
buruknya cara mereka, dia akan menuruti mereka.
Kemudian
Abzu, ayah para dewa agung, memanggil Mummu, menterinya, dan berkata kepadanya,
“Mummu, menteri yang menyenangkan hatiku! Marilah kita pergi kepada Tiamat!”
Maka pergilah mereka dan duduk di hadapan Tiamat untuk berunding tentang para
dewa, anak-anak mereka. Abzu membuka mulutnya dan bicara, berkata dengan suara
keras kepada Tiamat, “Mereka menggangguku. Pada siang hari aku tidak bisa
beristirahat, pada malam hari aku tidak bisa tidur. Aku akan menghancurkan
mereka, melenyapkan mereka! Biarlah keheningan kembali, sehingga kita bisa
tidur.”
Ketika
Tiamat mendengar hal ini, dia marah dan berteriak pada kekasihnya karena Abzu
sudah melemparkan kejahatan ke dalam pikirannya. Dia berkata kepada Abzu,
“Bagaimana mungkin kita menghancurkan apa yang sudah kita ciptakan sendiri?
Sekalipun perbuatan mereka begitu mengganggu, kita harus menghadapi mereka
dengan sabar.”
Mummu
menjawab dan memberi nasihat kepada Abzu, dan nasihat Mummu adalah nasihat dari
seorang menteri yang licik, “Hancurkan mereka, Tuan, perbuatan mereka sudah
mengganggumu, supaya pada siang hari kau bisa beristirahat dan pada malam hari
kau bisa tidur.” Abzu senang mendengarnya dan wajahnya menjadi cerah, karena
Mummu sudah merencanakan kejahatan terhadap para dewa, anak-anaknya. Mummu
memeluk lehernya, duduk di pangkuannya dan menciumnya.
Semua
yang mereka rencanakan dalam pertemuan itu akhirnya disampaikan kepada para
dewa, anak-anak mereka. Para dewa mendengarkan dan menjadi ketakutan, lalu
berbalik dan duduk membisu. Ea, yang paling pintar, bijaksana, dan cakap, yang
memahami segala sesuatu, mengetahui rencana mereka, lalu dia menyusun rencana
yang matang dan menyusunnya dengan rapi.
Ea
membuat mantra suci yang agung. Dia membacanya, lalu menaruhnya di dalam air.
Dia membuat Abzu mengantuk, lalu jatuh tertidur, sementara sang menteri Mummu
dibuat pingsan. Dia melepaskan ikat pinggang Abzu, menanggalkan mahkotanya,
mengambil jubahnya yang cemerlang dan memakaikannya pada dirinya sendiri. Dia
mengikat Abzu dan membunuhnya, dia berbalik kepada Mummu dan mengurungnya. Dia
mendirikan tempat tinggalnya di Abzu, Mummu ditangkapnya lalu diikatnya.
Setelah dia mengikat dan membunuh musuh-musuhnya dan menyatakan kemenangan atas
musuh-musuhnya, Ea beristirahat dengan tenang di dalam kamarnya, dan
menyebutnya Abzu, lalu membuat kuilnya.
Di sana
dia mendirikan kuilnya. Ea dan istrinya Damkina hidup mewah. Di kuil takdir,
kuil segala rencana, Bel, yang paling pintar di antara yang pintar,
pahlawan para dewa, dikandung. Di dalam Abzu, Marduk diciptakan. Di dalam Abzu
yang suci, Marduk dilahirkan. Ayahnya Ea menciptakannya, Damkina ibunya
melahirkannya. Dia mengisap payudara dewi-dewi yang membesarkannya dan
mengisinya dengan kehebatan. Tubuhnya tumbuh dengan cepat, kedipan matanya
bersinar terang, dia tumbuh gagah, dia perkasa sejak lahir.
An, yang
sudah menciptakan ayahnya, melihatnya, dia bersorak kegirangan, berseri-seri,
hatinya dipenuhi sukacita. Dia membuatnya menjadi lebih sempurna, sehingga
Marduk menjadi berbeda, dia benar-benar istimewa, lebih unggul daripada para
dewa dalam segala hal. Bagian-bagian tubuhnya dibuat dengan cerdik di luar
pemahaman, mereka rumit, mustahil untuk dipahami, terlalu sulit untuk
dirasakan. Matanya ada empat dan telinganya ada empat, api berkobar-kobar
ketika bibirnya bergerak. Keempat telinganya tumbuh besar, dan matanya bisa
melihat segala sesuatu. Dia berdiri tegak di antara para dewa, dengan agung,
anggota tubuhnya sangat besar, perkasa sejak lahir.
An
berteriak, “Mari-utu, Mari-utu, putra Matahari, Matahari para
dewa!” Dia diselimuti aura menakutkan dari sepuluh dewa, diangkat begitu
tinggi, dan lima puluh kengerian ditimpakan kepadanya. An menciptakan empat
arah mata angin, melahirkan mereka dan memberikannya kepadanya, “Biarkan anakku
bermain!” Dia menciptakan debu dan membiarkan badai membawanya, menciptakan air
bah dan mengaduk-aduk perut Tiamat. Tiamat terombang-ambing dengan gelisah,
siang dan malam. Para dewa tidak bisa beristirahat, mereka terganggu oleh semua
itu.
Mereka
merencanakan kejahatan di dalam hati mereka, dan mereka berkata kepada ibu
mereka Tiamat, “Ketika mereka membunuh kekasihmu Abzu, kau tidak memihak
padanya, tapi hanya duduk diam. Sekarang dia sudah menciptakan empat mata angin
yang menakutkan, mengaduk-aduk perutmu dan kami tidak bisa tidur. Apakah
kekasihmu Abzu sudah tidak ada di hatimu lagi? Begitu juga sang menteri Mummu,
yang mereka ikat. Tidak heran sekarang kau duduk sendirian. Kau
terombang-ambing dengan gelisah dan kami tidak bisa beristirahat dengan tenang
– apakah kau tidak mencintai kami? Lihatlah kami, mata kami sudah layu!
Singkirkanlah kuk yang kejam ini, sehingga kami bisa tidur. Berperanglah,
balaskan dendam mereka! Serahkan semua yang mereka rencanakan ke dalam
kehancuran.”
Tiamat
mendengarkan dan dia merasa kata-kata mereka menyenangkannya, “Semua yang
kalian sarankan, mari kita lakukan sekarang juga.” Para dewa berkumpul di
sisinya, didorong untuk melakukan kejahatan terhadap dewa yang sudah
menciptakan mereka. Mereka berkumpul di samping Tiamat. Mereka sangat marah,
mereka membuat rencana jahat tanpa henti, siang dan malam. Mereka bersiap-siap
untuk berperang, dengan amarah yang meluap-luap. Mereka mulai menggabungkan
kekuatan mereka dan melancarkan perang.
Sang Ummu
Hubur, ibu yang menciptakan segalanya, membuat senjata yang tak
terkalahkan, menciptakan ular mushmahhu, giginya tajam dan taringnya tak
kenal ampun, dan memenuhi tubuhnya dengan racun. Ular ushumgallu yang
ganas, yang dia bungkus dengan rasa takut, menghiasnya dengan indah dan
membuatnya seperti dewa, “Siapa pun yang melihatnya akan jatuh ketakutan, tubuh
mereka akan terangkat dan tidak akan bisa berpaling.” Dia menciptakan ular bashmu,
ular mushhusshu, lahamu, iblis ugallu, manusia singa,
manusia kalajengking, setan ganas, manusia ikan dan bison kusarikku:
mereka membawa senjata yang ganas, dan tidak takut perang. Suaranya sangat
keras, tidak ada seorang pun yang bisa mengalahkannya. Dia menciptakan sebelas
makhluk seperti itu.
Di antara
para dewa, anak-anaknya, yang membentuk persatuan, dia mengangkat Qingu dan
membuatnya menjadi yang paling hebat di antara mereka. Untuk memimpin pasukan,
memimpin persatuan itu, untuk memberi tanda pertempuran, untuk maju menyerang,
untuk mengarahkan pertempuran, mengendalikan peperangan, dia mempercayakannya
kepadanya. Lalu dia mendudukkannya di atas singgasana dan berkata, “Aku sudah
membacakan mantra untukmu dan membuatmu menjadi yang terhebat di antara para
dewa, dan kekuasaan atas semua dewa sudah kuserahkan ke dalam tanganmu. Kau
akan menjadi yang terhebat, karena kau adalah kekasih pilihanku. Perintahmu
akan selalu menang di atas semua Annunaki.”
Lalu dia
memberinya Tablet Takdir dan menempelkannya di dadanya sambil berkata,
“Perintahmu tidak akan pernah diubah, dan kata-katamu akan menjadi hukum.”
Setelah Qingu diangkat dan menerima kekuasaan, dan dia sudah menetapkan takdir
para dewa, putra-putranya, dia berkata, “Semua yang keluar dari mulutmu akan
memadamkan Dewa Api dan racunmu yang kau timbun akan menaklukkan yang kuat.
Barangsiapa yang gagah perkasa dalam peperangan, maka hendaklah dia
memperlihatkan kekuatannya!”
***
Kalau Anda menyukai kisah penciptaan versi Babilonia ini, Anda mungkin ingin membaca kelanjutannya di sini; atau membaca kisah mitologi lain dari Sumeria di sini.
***

Comments
Post a Comment