Enuma Elish – Tujuh Tablet Penciptaan: Tablet IV (Mitologi Babilonia)
Lalu
mereka menaruh satu rasi bintang di tengah-tengah mereka, dan kepada Marduk,
anak mereka, mereka berkata, "Takdirmu, Tuan, menjadi yang tertinggi di
antara para dewa, perintahkanlah untuk menghancurkan atau menciptakan, dan
perintahmu akan dilakukan. Perintahkan sekarang dan biarkan rasi bintang itu
lenyap, perintahkan sekali lagi, maka rasi bintang itu akan muncul
kembali!" Lalu Marduk berbicara dengan mulutnya, dan rasi bintang itu pun
lenyap, lalu dia memerintahkannya lagi, maka tampaklah kembali rasi bintang
itu. Ketika para dewa, leluhurnya, melihat kata-katanya terlaksana, mereka
bersukacita dan memberi hormat kepadanya, sambil berkata, "Marduk adalah
raja!"
Mereka
memberinya tongkat kerajaan, singgasana, dan tahta, mereka memberinya senjata
yang tidak terkalahkan, yang akan mengalahkan musuh-musuhnya. "Pergi dan
bunuhlah Tiamat. Biarkan angin membawa darahnya kepada kami sebagai berita
bahagia." Setelah para dewa leluhurnya sudah menetapkan takdir bagi sang
penguasa, mereka menuntunnya ke jalan menuju kemakmuran dan kesuksesan.
Marduk
membuat busur, dia menjadikannya sebagai senjata, dia memasang anak panah dan
mengikatkannya erat pada tali busur. Dia mengambil tongkat, memegang dengan
tangan kanannya, dan menggantungkan busur dan anak panahnya di sisinya. Dia
menaruh petir di depannya dan memenuhi tubuhnya dengan api yang berkobar. Dia
membuat jaring untuk menangkap Tiamat, menyiapkan keempat arah mata angin
supaya tidak ada satupun dari mereka yang bisa lolos: Angin Selatan, Angin
Utara, Angin Timur, dan Angin Barat, hadiah dari ayahnya, An. Dia menjaga
mereka dengan menaruh jaring di sisinya. Dia menciptakan angin imhullu,
badai dan topan, angin empat penjuru, angin tujuh penjuru, angin puyuh, dan
angin yang tak terkalahkan. Dia melepaskan angin yang sudah dia ciptakan,
sebanyak tujuh angin, mereka mengikuti di belakangnya untuk membuat kekacauan
di perut Tiamat.
Marduk
mengambil Air Bah, senjatanya yang paling hebat, dan menaiki kereta badai yang
tak terkalahkan dan menakutkan. Dia mengikatkan tali kekang pada empat ekor
kuda: Sang Pembantai, Sang Tanpa Belas Kasih, Sang Penginjak, Sang Penerbang.
Bibir mereka terbuka, gigi mereka mengandung racun, mereka tidak kenal lelah,
dan sudah terlatih untuk berperang. Di sebelah kanannya ada Perang dan
Pertarungan yang menakutkan, di sebelah kirinya ada Pertempuran untuk
menjatuhkan semua musuh. Dia mengenakan baju besi yang menakutkan dan kepalanya
dimahkotai dengan cahaya yang mengagumkan.
Sang dewa
pergi dan berjalan lurus sepanjang jalan, dia memalingkan wajahnya ke arah
Tiamat yang sedang mengamuk. Di bibirnya dia menahan mantra, di tangannya dia
memegang ramuan untuk melawan racun. Kemudian mereka mengepungnya, para dewa
mengepungnya, para dewa leluhurnya mengepungnya, para dewa mengepungnya. Marduk
mendekat dan melihat ke tengah Tiamat, dia mencoba mencari tahu rencana
kekasihnya Qingu. Ketika Marduk menatapnya, Qingu menjadi gelisah, pikirannya
terganggu, gerakannya kacau. Demikian juga dengan para dewa, sekutunya, yang
berjalan di sisinya, ketika melihat sang penguasa, pandangan mereka menjadi
kabur.
Tiamat
mengucapkan mantra, dia bahkan tidak mengalihkan pandangannya, dia menyimpan
kebohongan dan dusta di bibirnya, “Penguasa para dewa, betapa kuatnya
pasukanmu, mereka sudah berkumpul dari tempat mereka, dan mereka bersamamu!”
Marduk mengangkat Air Bah, senjatanya yang paling hebat, dan kepada Tiamat yang
sedang mengamuk, dia mengirimkan pesan, “Kenapa kau begitu ramah di permukaan
tapi membuat rencana diam-diam dan hatimu menginginkan perang? Anak-anak
berteriak-teriak dan mengganggu ayah mereka, tapi kau, yang melahirkan mereka,
menolak berbelas kasihan. Kau menyebut Qingu sebagai kekasihmu dan secara tidak
benar memberikan kekuasaan kepadanya. Kau membuat kejahatan terhadap Anshar,
raja para dewa, dan merencanakan kejahatan terhadap para dewa, leluhur kita.
Siapkan pasukanmu, siapkan senjatamu, majulah! Aku dan kau, mari kita
bertarung!”
Ketika
Tiamat mendengar hal ini, dia menjadi seperti orang yang kerasukan, dia
kehilangan kesabarannya. Tiamat berteriak dengan keras dan ganas, seluruh
tubuhnya berguncang, sampai ke kedalamannya. Dia membaca mantra dan terus
merapal mantranya, sementara para dewa sedang mengasah senjata mereka untuk
berperang. Lalu majulah Tiamat dan Marduk, pahlawan para dewa, mereka maju ke
medan pertempuran, bersiap untuk bertarung.
Lalu Marduk membentangkan jaringnya dan menangkapnya, dia melepaskan angin jahat yang tadinya ada di belakngnya. Ketika Tiamat membuka mulutnya untuk menelannya, dia memasukkan angin kencang ke dalam tubuhnya, sehingga Tiamat tidak bisa menutup bibirnya. Angin kencang memenuhi perutnya, dadanya sesak, mulutnya menganga lebar. Lalu Marduk menembakkan anak panah yang menembus perutnya, menusuk dadanya, dan mencungkil jantungnya. Dia mengikatnya dan mencekik lehernya, dia mengalahkannya dan memadamkan hidupnya. Dia melempar mayatnya dan menginjak tubuh Tiamat.
Setelah
Marduk membunuh Tiamat, pemimpin mereka, kekuatannya hancur, pasukannya
tercerai-berai, dan para dewa sekutunya yang berjalan di sisinya, gemetar
ketakutan lalu berbalik mundur. Mereka melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa
mereka, tapi mereka sudah dikepung, sehingga mereka tidak bisa melarikan diri.
Marduk mengurung mereka, dia menghancurkan senjata mereka. Mereka dilemparkan
ke dalam jaring, mereka terpuruk ke dalam perangkap dan terkurung di sudut.
Mereka penuh dengan tangisan kesedihan, mereka menerima hukuman darinya, mereka
ditawan. Dan sebelas makhluk, yang dipenuhi dengan kengerian, pasukan setan
yang berjalan di sebelah kanannya sebagai pembantu, Marduk mengikat mereka
dengan tali dan merantai lengan mereka. Dia menginjak-injak mereka dengan
kakinya. Sementara Qingu, yang menjadi yang terhebat di antara mereka, Marduk
mengikatnya dan mengadilinya bersama dewa kematian. Dia mengambil darinya
Tablet Takdir yang bukan haknya, menyegelnya dengan materai dan menaruhnya di
dadanya sendiri.
Setelah
Marduk mengalahkan dan membunuh musuh-musuhnya, dan menjadikan musuhnya yang
kuat itu sebagai budaknya, setelah dia menyatakan kemenangan bagi Anshar atas
semua musuhnya, dan memenuhi keinginan Nudimmud, Marduk sang pahlawan
memperkuat cengkeramannya atas para dewa tawanannya, lalu berbalik kembali ke
Tiamat, yang sudah ditaklukkannya. Marduk menginjak-injak tubuh Tiamat, dan
membelah kepalanya dengan tongkatnya yang tidak kenal ampun. Dia memotong
pembuluh darahnya dan membiarkan Angin Utara membawanya sebagai kabar bahagia.
Para
leluhurnya melihatnya, bersukacita dan bergembira. Mereka pun bergantian
membawa hadiah dan bingkisan kepadanya. Lalu Marduk beristirahat dan menatap
mayatnya dan membelah tubuhnya dan menciptakan benda-benda yang indah. Dia
membelah Tiamat menjadi dua seperti ikan kering, menjadikan setengah tubuhnya
sebagai atap di atas langit, membentangkan kulitnya dan menempatkan penjaga,
memerintahkan mereka untuk tidak membiarkan airnya keluar. Dia melintasi
langit, memeriksa cakrawala, dan menjadikannya setara dengan Abzu, tempat
tinggal Nudimmud. Marduk mengukur Abzu, dan mendirikan Eshara, serupa dengan
Eshgala. Eshara dia ciptakan sebagai surga, dan menempatkan kuil untuk An, Enlil dan Ea.
***
Kalau Anda kebetulan 'tersesat' di sini, Anda mungkin ingin membaca kisah penciptaan versi Babilonia ini dari awal di sini; atau membaca kelanjutannya di sini.
***

Comments
Post a Comment