Enuma Elish – Tujuh Tablet Penciptaan: Tablet IV (Mitologi Babilonia)

Mitologi Babilonia

Mereka menyiapkan tahta kerajaan untuknya dan dia mengambil tempatnya di hadapan para leluhurnya, siap untuk menjadi raja. “Kau adalah yang paling utama di antara para dewa agung, takdirmu tidak tertandingi, perintahmu adalah An. Marduk, kau adalah yang paling utama di antara para dewa yang agung, takdirmu tidak tertandingi, perintahmu adalah An. Mulai hari ini perintahmu tidak akan berubah, dengan kekuasaan di tanganmu kau akan mengangkat atau merendahkan. Kata-katamu akan menjadi hukum dan perintahmu tidak akan pernah ditolak, tidak seorang pun di antara para dewa akan melanggar batasanmu. Kuil para dewa akan didirikan, di tempat kuil mereka ditegakkan, kuilmu juga akan didirikan. Kau, Marduk, sekarang adalah pahlawan kami. Kami memberikan kepadamu kekuasaan atas seluruh dunia. Duduklah dalam majelis dan perkataanmu akan ditinggikan. Senjatamu tidak pernah meleset, mereka akan menghancurkan musuhmu. Ya, Tuan! Ampunilah nyawa orang-orang yang percaya kepadamu, tapi habisilah kehidupan dewa yang mendukung kejahatan.”

Lalu mereka menaruh satu rasi bintang di tengah-tengah mereka, dan kepada Marduk, anak mereka, mereka berkata, "Takdirmu, Tuan, menjadi yang tertinggi di antara para dewa, perintahkanlah untuk menghancurkan atau menciptakan, dan perintahmu akan dilakukan. Perintahkan sekarang dan biarkan rasi bintang itu lenyap, perintahkan sekali lagi, maka rasi bintang itu akan muncul kembali!" Lalu Marduk berbicara dengan mulutnya, dan rasi bintang itu pun lenyap, lalu dia memerintahkannya lagi, maka tampaklah kembali rasi bintang itu. Ketika para dewa, leluhurnya, melihat kata-katanya terlaksana, mereka bersukacita dan memberi hormat kepadanya, sambil berkata, "Marduk adalah raja!"

Mereka memberinya tongkat kerajaan, singgasana, dan tahta, mereka memberinya senjata yang tidak terkalahkan, yang akan mengalahkan musuh-musuhnya. "Pergi dan bunuhlah Tiamat. Biarkan angin membawa darahnya kepada kami sebagai berita bahagia." Setelah para dewa leluhurnya sudah menetapkan takdir bagi sang penguasa, mereka menuntunnya ke jalan menuju kemakmuran dan kesuksesan.

Marduk membuat busur, dia menjadikannya sebagai senjata, dia memasang anak panah dan mengikatkannya erat pada tali busur. Dia mengambil tongkat, memegang dengan tangan kanannya, dan menggantungkan busur dan anak panahnya di sisinya. Dia menaruh petir di depannya dan memenuhi tubuhnya dengan api yang berkobar. Dia membuat jaring untuk menangkap Tiamat, menyiapkan keempat arah mata angin supaya tidak ada satupun dari mereka yang bisa lolos: Angin Selatan, Angin Utara, Angin Timur, dan Angin Barat, hadiah dari ayahnya, An. Dia menjaga mereka dengan menaruh jaring di sisinya. Dia menciptakan angin imhullu, badai dan topan, angin empat penjuru, angin tujuh penjuru, angin puyuh, dan angin yang tak terkalahkan. Dia melepaskan angin yang sudah dia ciptakan, sebanyak tujuh angin, mereka mengikuti di belakangnya untuk membuat kekacauan di perut Tiamat.

Marduk mengambil Air Bah, senjatanya yang paling hebat, dan menaiki kereta badai yang tak terkalahkan dan menakutkan. Dia mengikatkan tali kekang pada empat ekor kuda: Sang Pembantai, Sang Tanpa Belas Kasih, Sang Penginjak, Sang Penerbang. Bibir mereka terbuka, gigi mereka mengandung racun, mereka tidak kenal lelah, dan sudah terlatih untuk berperang. Di sebelah kanannya ada Perang dan Pertarungan yang menakutkan, di sebelah kirinya ada Pertempuran untuk menjatuhkan semua musuh. Dia mengenakan baju besi yang menakutkan dan kepalanya dimahkotai dengan cahaya yang mengagumkan.

Sang dewa pergi dan berjalan lurus sepanjang jalan, dia memalingkan wajahnya ke arah Tiamat yang sedang mengamuk. Di bibirnya dia menahan mantra, di tangannya dia memegang ramuan untuk melawan racun. Kemudian mereka mengepungnya, para dewa mengepungnya, para dewa leluhurnya mengepungnya, para dewa mengepungnya. Marduk mendekat dan melihat ke tengah Tiamat, dia mencoba mencari tahu rencana kekasihnya Qingu. Ketika Marduk menatapnya, Qingu menjadi gelisah, pikirannya terganggu, gerakannya kacau. Demikian juga dengan para dewa, sekutunya, yang berjalan di sisinya, ketika melihat sang penguasa, pandangan mereka menjadi kabur.

Tiamat mengucapkan mantra, dia bahkan tidak mengalihkan pandangannya, dia menyimpan kebohongan dan dusta di bibirnya, “Penguasa para dewa, betapa kuatnya pasukanmu, mereka sudah berkumpul dari tempat mereka, dan mereka bersamamu!” Marduk mengangkat Air Bah, senjatanya yang paling hebat, dan kepada Tiamat yang sedang mengamuk, dia mengirimkan pesan, “Kenapa kau begitu ramah di permukaan tapi membuat rencana diam-diam dan hatimu menginginkan perang? Anak-anak berteriak-teriak dan mengganggu ayah mereka, tapi kau, yang melahirkan mereka, menolak berbelas kasihan. Kau menyebut Qingu sebagai kekasihmu dan secara tidak benar memberikan kekuasaan kepadanya. Kau membuat kejahatan terhadap Anshar, raja para dewa, dan merencanakan kejahatan terhadap para dewa, leluhur kita. Siapkan pasukanmu, siapkan senjatamu, majulah! Aku dan kau, mari kita bertarung!”

Ketika Tiamat mendengar hal ini, dia menjadi seperti orang yang kerasukan, dia kehilangan kesabarannya. Tiamat berteriak dengan keras dan ganas, seluruh tubuhnya berguncang, sampai ke kedalamannya. Dia membaca mantra dan terus merapal mantranya, sementara para dewa sedang mengasah senjata mereka untuk berperang. Lalu majulah Tiamat dan Marduk, pahlawan para dewa, mereka maju ke medan pertempuran, bersiap untuk bertarung.

Lalu Marduk membentangkan jaringnya dan menangkapnya, dia melepaskan angin jahat yang tadinya ada di belakngnya. Ketika Tiamat membuka mulutnya untuk menelannya, dia memasukkan angin kencang ke dalam tubuhnya, sehingga Tiamat tidak bisa menutup bibirnya. Angin kencang memenuhi perutnya, dadanya sesak, mulutnya menganga lebar. Lalu Marduk menembakkan anak panah yang menembus perutnya, menusuk dadanya, dan mencungkil jantungnya. Dia mengikatnya dan mencekik lehernya, dia mengalahkannya dan memadamkan hidupnya. Dia melempar mayatnya dan menginjak tubuh Tiamat.

Setelah Marduk membunuh Tiamat, pemimpin mereka, kekuatannya hancur, pasukannya tercerai-berai, dan para dewa sekutunya yang berjalan di sisinya, gemetar ketakutan lalu berbalik mundur. Mereka melarikan diri untuk menyelamatkan nyawa mereka, tapi mereka sudah dikepung, sehingga mereka tidak bisa melarikan diri. Marduk mengurung mereka, dia menghancurkan senjata mereka. Mereka dilemparkan ke dalam jaring, mereka terpuruk ke dalam perangkap dan terkurung di sudut. Mereka penuh dengan tangisan kesedihan, mereka menerima hukuman darinya, mereka ditawan. Dan sebelas makhluk, yang dipenuhi dengan kengerian, pasukan setan yang berjalan di sebelah kanannya sebagai pembantu, Marduk mengikat mereka dengan tali dan merantai lengan mereka. Dia menginjak-injak mereka dengan kakinya. Sementara Qingu, yang menjadi yang terhebat di antara mereka, Marduk mengikatnya dan mengadilinya bersama dewa kematian. Dia mengambil darinya Tablet Takdir yang bukan haknya, menyegelnya dengan materai dan menaruhnya di dadanya sendiri.

Setelah Marduk mengalahkan dan membunuh musuh-musuhnya, dan menjadikan musuhnya yang kuat itu sebagai budaknya, setelah dia menyatakan kemenangan bagi Anshar atas semua musuhnya, dan memenuhi keinginan Nudimmud, Marduk sang pahlawan memperkuat cengkeramannya atas para dewa tawanannya, lalu berbalik kembali ke Tiamat, yang sudah ditaklukkannya. Marduk menginjak-injak tubuh Tiamat, dan membelah kepalanya dengan tongkatnya yang tidak kenal ampun. Dia memotong pembuluh darahnya dan membiarkan Angin Utara membawanya sebagai kabar bahagia.

Para leluhurnya melihatnya, bersukacita dan bergembira. Mereka pun bergantian membawa hadiah dan bingkisan kepadanya. Lalu Marduk beristirahat dan menatap mayatnya dan membelah tubuhnya dan menciptakan benda-benda yang indah. Dia membelah Tiamat menjadi dua seperti ikan kering, menjadikan setengah tubuhnya sebagai atap di atas langit, membentangkan kulitnya dan menempatkan penjaga, memerintahkan mereka untuk tidak membiarkan airnya keluar. Dia melintasi langit, memeriksa cakrawala, dan menjadikannya setara dengan Abzu, tempat tinggal Nudimmud. Marduk mengukur Abzu, dan mendirikan Eshara, serupa dengan Eshgala. Eshara dia ciptakan sebagai surga, dan menempatkan kuil untuk An, Enlil dan Ea.

***

Kalau Anda kebetulan 'tersesat' di sini, Anda mungkin ingin membaca kisah penciptaan versi Babilonia ini dari awal di siniatau membaca kelanjutannya di sini.

***

Comments

Populer