Ex Oblivione[1] ~ (Ex Oblivione ~ H. P. Lovecraft)

Ex Oblivione ~ (Ex Oblivione ~ H. P. Lovecraft)

Ketika hari-hari terakhir tiba, dan hal-hal remeh temeh dalam hidup mulai membuatku gila seperti tetesan air kecil yang dijatuhkan para penyiksa tanpa henti di satu titik di tubuh korban mereka, aku menyukai perlindungan tidur yang penuh cahaya. 

Di dalam mimpi, aku menemukan secuil keindahan yang kucari dengan sia-sia sepanjang hidup, dan mengembara menyusuri taman-taman tua dan hutan-hutan ajaib.

Satu kali, ketika angin bertiup lembut dan harum, aku mendengar suara selatan memanggil, dan berlayar tanpa henti dan lesu di bawah bintang-bintang asing.

Satu kali, ketika hujan rintik-rintik turun, aku meluncur dalam sebuah tongkang menyusuri sungai tanpa sinar matahari di bawah tanah hingga aku mencapai dunia lain dengan senja yang ungu, punjung2 yang berwarna-warni, dan mawar yang tidak pernah layu.

Dan satu kali aku berjalan melalui lembah keemasan yang menuju ke hutan-hutan rindang dan reruntuhan, dan berakhir di sebuah tembok hijau megah dengan tanaman rambat antik, dan ditembus oleh gerbang kecil dari perunggu.

Berkali-kali aku berjalan melintasi lembah itu, dan semakin lama, semakin lama, aku berhenti dalam cahaya remang-remang spektral, tempat pepohonan raksasa menggeliat dan meliuk-liuk aneh, dan tanah kelabu membentang lembap dari satu batang pohon ke batang pohon yang lain, terkadang menampakkan batu-batu kuil terkubur yang sudah berjamur. Dan yang selalu kubayangkan adalah tembok besar yang ditumbuhi tanaman rambat dengan gerbang kecil perunggu di dalamnya.

Setelah beberapa saat, seiring hari-hari terjaga yang semakin tidak tertahankan karena kelabu dan monoton, aku sering hanyut dalam kedamaian yang memabukkan melalui lembah dan rerimbunan yang remang-remang, dan bertanya-tanya bagaimana aku bisa menjadikannya tempat tinggal abadiku, agar aku tidak perlu lagi merangkak kembali ke dunia yang membosankan, tanpa minat dan warna-warna baru. Dan saat aku memandang gerbang kecil di dinding yang megah itu, aku merasa bahwa di baliknya terbentang negeri mimpi yang, begitu dimasuki, tidak akan ada jalan kembali.

Maka setiap malam dalam tidurku, aku berusaha menemukan gerendel gerbang tersembunyi di dinding antik yang ditumbuhi tanaman ivy, meskipun tersembunyi dengan sangat baik. Dan aku berkata kepada diriku sendiri bahwa dunia di balik dinding itu tidak hanya abadi, tapi juga lebih indah dan cemerlang.

Kemudian, suatu malam di kota mimpi Zakarion, aku menemukan sebuah papirus menguning yang berisi pemikiran para bijak mimpi yang dahulu tinggal di kota itu, dan yang terlalu bijak untuk dilahirkan di dunia nyata. Di dalamnya tertulis banyak hal tentang dunia mimpi, termasuk kisah tentang lembah emas dan hutan suci dengan kuil-kuil, serta tembok tinggi yang ditembus gerbang perunggu kecil. Ketika aku melihat kisah ini, aku tahu bahwa kisah ini menyentuh adegan-adegan yang pernah kudatangi, dan karena itu aku berlama-lama membaca papirus yang menguning itu.

Beberapa ahli mimpi menulis dengan indah tentang keajaiban di balik gerbang yang tidak tertembus, tapi yang lain menceritakan kengerian dan kekecewaan. Aku tidak tahu mana yang harus dipercaya, tapi aku semakin ingin untuk menyeberang selamanya ke negeri tidak dikenal itu; karena keraguan dan kerahasiaan adalah daya tarik dari segala daya tarik, dan tidak ada kengerian baru yang lebih mengerikan daripada siksaan sehari-hari dari hal-hal biasa. Maka ketika aku mengetahui obat yang akan membuka gerbang itu dan mendorongku untuk melewatinya, aku memutuskan untuk meminumnya saat aku bangun nanti.

Tadi malam aku menelan obat itu dan melayang melamun ke lembah keemasan dan hutan-hutan yang remang-remang; dan ketika aku tiba di dinding antik itu, kulihat gerbang perunggu kecil itu sedikit terbuka. Dari baliknya muncul cahaya yang anehnya menerangi pepohonan raksasa yang meliuk-liuk dan puncak-puncak kuil yang terkubur, dan aku terus melayang dengan penuh lagu, menantikan kejayaan negeri yang tidak akan pernah kutinggalkan.

Tapi, ketika gerbang itu mengayun lebih lebar dan pengaruh obat-obatan serta mimpi mendorongku masuk, aku tahu bahwa semua pemandangan dan kejayaan sudah berakhir; karena alam baru itu bukan daratan maupun lautan, melainkan kehampaan putih ruang yang tidak berpenghuni dan tidak terbatas. Maka, lebih bahagia daripada yang pernah kuharapkan, aku kembali larut ke dalam ketakterhinggaan kristal kealpaan tempat iblis kehidupan memanggilku untuk satu jam yang singkat dan sunyi.

***

Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.

***

Catatan kaki:

1 Ex Oblivione: keluar dari kealpaan (Latin).

2 Punjung: anyaman dari bilah, seperti para-para atau lengkung, tempat menjalarkan tanaman.

Comments

Populer