Orang Tenggelam Paling Tampan Di Dunia (The Handsomest Drowned Man In The World ~ Gabriel Garcia Marquez)
Malam
itu mereka tidak pergi melaut. Sementara para laki-laki pergi mencari tahu
apakah ada orang hilang di desa-desa tetangga, para perempuan tetap tinggal
untuk merawat laki-laki yang tenggelam itu. Mereka membersihkan lumpur dengan
lap dari rumput, menyingkirkan batu-batu bawah air yang tersangkut di
rambutnya, dan mengikis keraknya dengan alat yang digunakan untuk mengupas
ikan. Saat mereka melakukannya, mereka memperhatikan bahwa tumbuhan di tubuhnya
berasal dari lautan yang jauh dan air yang dalam, dan pakaiannya
compang-camping, seolah-olah dia sudah berlayar melalui labirin karang. Mereka
juga memperhatikan bahwa dia menerima kematiannya dengan kebanggaan, karena dia
tidak memiliki tatapan kesepian seperti orang-orang tenggelam lainnya yang
keluar dari laut atau tatapan memelas seperti orang-orang yang tenggelam di
sungai. Tapi, baru sesudah mereka selesai membersihkannya, mereka menyadari laki-laki
seperti apa dia, dan itu membuat mereka menahan napas. Bukan hanya dia laki-laki
tertinggi, terkuat, paling jantan, dan paling tegap yang pernah mereka lihat, tapi
meskipun mereka menatapnya, dia tidak terbayangkan dalam imajinasi mereka.
Mereka
tidak bisa menemukan tempat tidur di desa yang cukup besar untuk
membaringkannya, juga tidak ada meja yang cukup kokoh untuk digunakan untuk
upacara penghormatan terakhirnya. Celana terbaik laki-laki tertinggi pun tidak
akan muat untuknya, begitu pula baju gereja orang-orang tergemuk, begitu pula
sepatu orang berkaki paling besar. Terpesona oleh ukuran tubuh dan ketampanannya
yang luar biasa, para perempuan kemudian memutuskan untuk membuatkannya celana
dari sepotong layar besar dan kemeja dari kain linen pengantin agar dia bisa melewati
kematiannya dengan bermartabat. Sambil menjahit, duduk melingkar dan memandangi
mayat itu di sela-sela jahitan, mereka merasa angin tidak pernah sesenyap atau
laut segelisah malam itu, dan mereka menduga perubahan itu ada hubungannya
dengan laki-laki yang sudah mati itu. Mereka berpikir, seandainya laki-laki besar
itu tinggal di desa, rumahnya pasti memiliki pintu paling lebar, langit-langit paling
tinggi, dan lantai paling kuat, ranjangnya pasti terbuat dari rangka tengah
kapal yang disambung dengan baut besi, dan istrinya pastilah perempuan paling
bahagia.
Mereka mengira dia begitu berkuasa hingga bisa menarik ikan dari laut hanya dengan menyebut nama mereka, dan dia akan bekerja keras di tanahnya hingga mata air menyembur dari antara bebatuan sehingga dia bisa menanam bunga di tebing. Mereka diam-diam membandingkannya dengan para laki-laki mereka sendiri, berpikir bahwa seumur hidup mereka, para laki-laki mereka tidak bisa melakukan apa yang bisa dia lakukan dalam semalam, dan akhirnya mereka menganggap para laki-laki mereka jauh di lubuk hati sebagai makhluk paling lemah, paling kejam, dan paling tidak berguna di bumi. Mereka mengembara dalam labirin fantasi itu ketika perempuan tertua, yang sebagai yang tertua memandang laki-laki yang tenggelam itu dengan lebih banyak belas kasih daripada nafsu, mendesah:
"Dia memiliki wajah seperti seseorang yang bernama Esteban."
Memang benar. Kebanyakan dari mereka
hanya perlu melihatnya sekali lagi untuk menyadari bahwa dia tidak mungkin
memiliki nama lain. Yang lebih keras kepala di antara mereka, yang termuda,
masih hidup selama beberapa jam dengan ilusi bahwa ketika mereka mengenakan
pakaiannya dan dia berbaring di antara bunga-bunga dengan sepatu kulit yang
mengilap, namanya mungkin Lautaro. Tapi itu ilusi yang sia-sia. Kain kanvasnya
tidak cukup, celana yang potongannya buruk dan jahitannya yang buruk terlalu
ketat, dan kekuatan hatinya yang terpendam membuat kancing kemejanya terlepas.
Sesudah tengah malam, desiran angin mereda dan laut pun terlelap dalam
kantuknya di hari Rabu. Keheningan itu mengakhiri keraguan terakhir: laki-laki
itu adalah Esteban.
Para
perempuan yang sudah mendandaninya, menyisir rambutnya, memotong kukunya, dan
mencukurnya tidak kuasa menahan rasa iba ketika mereka harus pasrah melihat dia
diseret di tanah. Saat itulah mereka mengerti betapa tidak bahagianya dia
dengan tubuh besar itu karena tubuh itu masih mengganggunya bahkan sesudah
kematiannya. Mereka bisa melihatnya semasa hidup, dikutuk untuk melewati
pintu-pintu secara menyamping, kepalanya terbentur balok kayu, tetap berdiri
selama kunjungan, tidak tahu harus berbuat apa dengan tangannya yang lembut,
merah muda, seperti tangan singa laut sementara nyonya rumah mencari kursi yang
paling sulit dijangkaunya dan memohon kepadanya, ketakutan setengah mati,
duduklah di sini, Esteban, kumohon, dan dia, bersandar di dinding, tersenyum,
jangan repot-repot, Nyonya, aku baik-baik saja di tempatku, tumitnya lecet dan
punggungnya terpanggang karena sudah melakukan hal yang sama berkali-kali
setiap kali dia berkunjung, jangan repot-repot, Nyonya, aku baik-baik saja di
tempatku, hanya untuk menghindari rasa malu karena harus menghancurkan kursi
itu, dan mungkin tidak pernah tahu bahwa orang-orang yang berkata jangan pergi,
Esteban, setidaknya tunggu sampai kopinya siap, adalah orang-orang yang
kemudian akan berbisik bahwa si dada besar akhirnya pergi, betapa beruntungnya,
si tampan bodoh itu sudah pergi. Itulah yang dipikirkan para perempuan di
samping mayat itu sesaat sebelum fajar. Kemudian, ketika mereka menutupi
wajahnya dengan sapu tangan agar cahaya tidak mengganggunya, dia tampak begitu benar-benar
mati, begitu tidak berdaya, begitu mirip dengan para laki-laki mereka sehingga
alur air mata pertama terbuka di hati mereka. Salah satu yang paling muda yang
mulai menangis. Yang lain, yang sadar, berubah dari desahan menjadi ratapan,
dan semakin mereka terisak, semakin mereka ingin menangis, karena laki-laki
yang tenggelam itu semakin menjadi Esteban bagi mereka, dan mereka pun menangis
tersedu-sedu, karena dia adalah laki-laki yang paling melarat, paling damai,
dan paling penurut di bumi, Esteban yang malang. Jadi ketika para laki-laki mereka
kembali dengan berita bahwa laki-laki yang tenggelam itu juga bukan dari
desa-desa tetangga, para perempuan merasakan kegembiraan yang meluap di tengah
air mata mereka.
"Puji
Tuhan," desah mereka, "dia milik kita!" Para laki-laki mereka
mengira keributan itu hanya keisengan para perempuan. Lelah karena pencarian di
malam hari yang sulit, yang mereka inginkan hanyalah menyingkirkan gangguan
dari pendatang baru itu untuk selamanya sebelum matahari bersinar terik di hari
yang gersang dan tidak berangin itu. Mereka membuat tandu seadanya dengan
sisa-sisa tiang depan dan galah layar, mengikatnya dengan tali agar dapat
menahan beban tubuhnya hingga mereka mencapai tebing.
Mereka
ingin mengikatkan jangkar kapal kargo padanya agar dia mudah tenggelam ke dalam
ombak terdalam, tempat ikan-ikan buta dan penyelam mati karena nostalgia, dan
arus deras tidak akan membawanya kembali ke pantai, seperti yang terjadi pada mayat-mayat
lain. Tapi, semakin mereka terburu-buru, semakin banyak pula cara yang
dipikirkan oleh para perempuan untuk membuang waktu. Mereka berjalan seperti
ayam betina yang terkejut, mematuk-matuk dengan jimat laut di dada mereka,
beberapa sibuk di satu sisi memasang skapulir1 untuk angin yang
bagus pada laki-laki yang tenggelam itu, beberapa di sisi lain memasang kompas
pergelangan tangan padanya, dan sesudah banyak seruan menjauh dari sana, perempuan,
minggirlah, lihat, kau hampir membuatku jatuh di atas laki-laki yang sudah mati
itu, para laki-laki mulai merasa curiga dalam hati mereka dan mulai menggerutu
tentang mengapa begitu banyak hiasan altar utama untuk satu orang asing, karena
tidak peduli berapa banyak paku dan guci air suci yang ada padanya, hiu-hiu akan
mengunyahnya juga, tapi para perempuan terus menumpuk relik sampah mereka,
berlarian ke sana kemari, tersandung, sementara mereka mendesah melepaskan apa
yang tidak bisa mereka lepaskan dalam air mata, sehingga para laki-laki
akhirnya meledak karena sejak kapan pernah ada keributan seperti itu atas mayat
yang hanyut, orang tidak dikenal yang tenggelam, seonggok mayat di hari Rabu
yang dingin. Salah satu perempuan, yang merasa malu karena begitu kurangnya
perhatian, kemudian menyingkirkan sapu tangan dari wajah laki-laki yang sudah
meninggal itu dan para laki-laki mereka pun menjadi terdiam.
Dia
Esteban. Tidak perlu mengulanginya karena mereka mengenalinya. Seandainya
mereka diberi tahu Sir Walter Raleigh2, mereka pun mungkin terkesan
dengan aksen gringo3-nya, burung macaw di bahunya, senapan laras
panjang pembunuh kanibalnya, tapi hanya ada satu Esteban di dunia ini, dan di
sanalah dia, terlentang seperti paus sperma, tanpa sepatu, mengenakan celana yang
kekecilan, dan dengan kuku-kuku membatu yang harus dipotong dengan pisau. Mereka
hanya perlu melepas sapu tangan dari wajahnya untuk melihat bahwa dia merasa malu,
bahwa bukan salahnya kalau dia begitu besar, begitu berat, atau begitu tampan,
dan kalau dia tahu ini akan terjadi, dia pasti akan mencari tempat yang lebih
tersembunyi untuk tenggelam. Serius, aku bahkan akan mengikat jangkar kapal galleon4 di sekitar lukaku dan terhuyung-huyung dari tebing seperti
orang yang tidak suka apa pun agar tidak membuat orang kesal sekarang dengan
mayat di hari Rabu ini, seperti yang kalian katakan, agar tidak mengganggu
siapa pun dengan sepotong daging dingin dan kotor ini yang tidak ada
hubungannya denganku. Ada begitu banyak kebenaran dalam sikapnya sehingga
bahkan laki-laki yang paling tidak percaya sekalipun, mereka yang merasakan
pahitnya malam-malam tidak berujung di laut karena takut istri mereka akan berhenti
memimpikan mereka dan mulai memimpikan laki-laki yang tenggelam itu, bahkan
mereka dan orang lain yang lebih keras lagi, menggigil di sumsum tulang mereka di
hadapan ketulusan Esteban. Begitulah cara mereka mengadakan pemakaman paling
megah yang pernah mereka bayangkan untuk seorang laki-laki tenggelam yang
terlantar. Beberapa perempuan yang pergi mengambil bunga di desa-desa tetangga,
kembali bersama perempuan-perempuan lain yang tidak percaya dengan apa yang sudah
diceritakan kepada mereka. Para perempuan itu kembali mengambil lebih banyak
bunga ketika melihat laki-laki yang sudah meninggal itu. Mereka membawa lebih
banyak lagi hingga menjadi begitu banyak bunga dan begitu banyak orang,
sehingga sulit untuk berjalan.
Di
saat-saat terakhir, mereka merasa berat untuk mengembalikannya ke air sebagai
seorang yatim piatu. Mereka memilih seorang ayah dan ibu dari antara
orang-orang terbaik, beserta bibi, paman, dan sepupu, sehingga melalui mereka
semua penduduk desa menjadi kerabat. Beberapa pelaut yang mendengar tangisan
dari kejauhan berbelok dari jalurnya, dan orang-orang mendengar tentang
seseorang yang sudah mengikatkan dirinya di tiang utama, teringat dongeng kuno
tentang siren5. Sementara mereka berebut hak istimewa untuk
menggendongnya di pundak mereka menyusuri lereng curam di tepi tebing, laki-laki
dan perempuan untuk pertama kalinya menyadari betapa sunyinya jalan-jalan
mereka, betapa keringnya halaman mereka, betapa sempitnya impian mereka saat
mereka menghadapi kemegahan dan ketampanan laki-laki yang tenggelam mereka.
Mereka
membiarkannya pergi tanpa jangkar agar dia bisa kembali kalau dia mau dan kapan
pun dia mau, dan mereka semua menahan napas selama sepersekian abad yang
dibutuhkan tubuhnya untuk jatuh ke jurang. Mereka tidak perlu saling memandang
untuk menyadari bahwa mereka tidak lagi bersama, bahwa mereka tidak akan pernah
lagi begitu. Tapi mereka juga tahu bahwa semuanya akan berbeda sejak saat itu,
bahwa rumah mereka akan memiliki pintu yang lebih lebar, langit-langit yang
lebih tinggi, dan lantai yang lebih kuat sehingga kenangan akan Esteban bisa
menyebar ke mana pun tanpa menabrak balok dan agar tidak ada seorang pun di
masa depan yang berani berbisik bahwa si dada besar akhirnya meninggal, sayang
sekali, si tampan bodoh itu akhirnya meninggal, karena mereka akan mengecat
bagian depan rumah mereka dengan warna-warna ceria untuk membuat kenangan akan Esteban
abadi dan mereka akan bekerja keras menggali mata air di antara batu-batu dan
menanam bunga di tebing sehingga di tahun-tahun mendatang saat fajar ketika para
penumpang kapal besar terbangun, tercekik oleh aroma taman di laut lepas, dan
sang kapten harus turun dari anjungan dengan seragam resminya, dengan astrolab6-nya,
bintang kutubnya, dan deretan medali perangnya dan, sambil menunjuk ke tanjung
mawar di cakrawala, dia akan berkata dalam empat belas bahasa, lihat di sana, tempat
angin sekarang begitu damai sehingga dia tertidur di bawah ranjang, di sana, tempat
matahari begitu terang sehingga bunga matahari tidak tahu harus menghadap ke
arah mana, ya, di sana, itulah desa Esteban.
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek Gabriel Garcia Marquez yang lain di sini; atau cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan
kaki:
1 Skapulir: bahu (Latin); pakaian
Kristen Barat yang digantung di bahu.
2 Sir Walter Raleigh (1553–1618):
negarawan, prajurit, penulis, dan penjelajah Inggris. Salah satu tokoh paling
terkenal di era Elizabethan, dia memainkan peran utama dalam kolonisasi Inggris
di Amerika Utara, menekan pemberontakan di Irlandia, membantu mempertahankan
Inggris melawan Armada Spanyol dan memegang posisi politik di bawah Elizabeth
I.
3 Gringo: istilah dalam bahasa
Spanyol dan Portugis untuk orang asing. Dalam bahasa Spanyol, istilah ini
biasanya merujuk pada orang Anglo-Amerika yang berbahasa Inggris.
4 Galleon: kapal layar besar, bertingkat yang
dikembangkan di Spanyol dan Portugal. Mereka pertama kali digunakan sebagai
pembawa kargo bersenjata oleh orang Eropa dari abad ke-16 hingga ke-18 selama
Zaman Pelayaran, dan mereka adalah kapal utama yang dirancang untuk digunakan
sebagai kapal perang hingga Perang Inggris-Belanda pada pertengahan abad ke-17.
5 Sirene: makhluk dalam mitologi
Yunani dengan suara merdu untuk memikat para pelaut; mereka muncul dalam sebuah
adegan di Odyssey di mana Odysseus menyelamatkan nyawa krunya.
6 Astrolab: instrumen astronomi yang berasal dari zaman kuno. Ini berfungsi sebagai bagan bintang dan model fisik dari setengah kubah langit yang terlihat. Berbagai fungsinya juga menjadikannya inklinometer yang rumit dan perangkat kalkulasi analog yang mampu menyelesaikan beberapa jenis masalah dalam astronomi.

Comments
Post a Comment