Seorang Perempuan Dengan Anjingnya (The Lady With The Dog ~ Anton Chekhov)
Kata
orang, ada seorang pendatang baru yang muncul di tepi laut: seorang perempuan
dengan seekor anjing kecilnya. Dmitri Dmitritch Gurov, yang saat itu sudah
berada di Yalta selama dua minggu, dan cukup betah di sana, mulai tertarik pada
para pendatang baru. Duduk di paviliun Verney, dia melihat seorang perempuan
muda berambut pirang dengan tinggi sedang, mengenakan beret1,
sedang berjalan di tepi laut; seekor anjing Pomeranian2 putih
berlari di belakangnya.
Sesudah
itu, dia bertemu dengannya di taman-taman umum dan di alun-alun beberapa kali
sehari. Dia berjalan sendirian, selalu mengenakan beret yang sama, dan
selalu dengan anjing putih yang sama; tidak seorang pun yang tahu siapa dia,
dan semua orang menyebutnya "perempuan dengan anjingnya".
"Kalau
dia sendirian di sini tanpa suami atau teman, tidak ada salahnya berkenalan
dengannya," pikir Gurov.
Umurnya
belum empat puluh, tapi dia memiliki seorang anak perempuan yang sudah berusia
dua belas tahun, dan dua anak laki-laki yang masih sekolah. Dia menikah muda,
saat masih mahasiswa tahun kedua, dan sekarang istrinya terlihat setengah lebih
tua darinya. Istrinya adalah seorang perempuan jangkung, tegap, beralis gelap,
tenang dan berwibawa, dan, seperti yang dikatakannya tentang dirinya sendiri,
intelektual. Dia banyak membaca, menggunakan ejaan fonetik, memanggil suaminya,
bukan Dmitri, tapi Dimitri, dan diam-diam Gurov menganggapnya bodoh, picik,
canggung, takut kepada istrinya, dan tidak suka berada di rumah. Dia sudah
tidak setia kepada istrinya sejak lama —sudah sering, dan, mungkin karena itu,
hampir selalu menjelek-jelekkan perempuan, dan ketika mereka dibicarakan di
hadapannya, dia biasa menyebut mereka ‘ras yang lebih rendah.’
Dia
merasa sudah diajari oleh pengalaman pahit sehingga dia bisa menyebut mereka
sesuka hatinya, tapi dia tidak bisa bertahan selama dua hari tanpa ‘ras yang
lebih rendah’itu. Di tengah lingkungan laki-laki, dia merasa bosan dan tidak menjadi
dirinya sendiri, dengan mereka dia bersikap dingin dan tidak banyak bicara; tapi
ketika bersama perempuan, dia merasa bebas, dan tahu apa yang harus dikatakan
kepada mereka dan bagaimana harus bersikap; dan dia merasa nyaman dengan mereka
bahkan ketika dia diam saja. Dalam penampilannya, dalam karakternya, dalam keseluruhan
dirinya, ada sesuatu yang menarik dan sulit dipahami yang memikat perempuan dan
membuat mereka menyukainya; dia tahu itu, dan suatu kekuatan tampaknya juga
menarik dirinya kepada mereka.
Pengalaman
yang berulang, pengalaman yang pahit, sudah mengajarinya sejak lama bahwa
dengan orang-orang baik, terutama orang Moskow —yang selalu lamban dan bimbang—
setiap hubungan akrab, yang awalnya begitu menyenangkan dan terasa seperti
petualangan yang ringan dan menawan, tidak terelakkan akan berkembang menjadi
masalah rutin yang rumit, dan pada akhirnya menjadi tidak tertahankan. Tapi
setiap kali bertemu kembali dengan seorang perempuan yang menarik, pengalaman
ini seakan lenyap dari ingatannya, dan dia pun bersemangat menjalani hidup, dan
segalanya terasa sederhana dan menyenangkan.
Suatu
malam dia sedang makan di taman, dan perempuan dengan beret itu perlahan
menghampiri meja di sebelahnya. Ekspresinya, gaya berjalannya, pakaiannya,
dan cara dia menata rambutnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang bangsawan,
bahwa dia sudah menikah, bahwa dia berada di Yalta untuk pertama kalinya dan
sendirian, dan bahwa dia terlihat bosan di sana.... Kisah-kisah tentang kelakuan
amoral di tempat-tempat seperti Yalta sebagian besar tidak benar; dia
membencinya, dan tahu bahwa kisah-kisah semacam itu sebagian besar dibuat oleh
orang-orang yang akan senang berbuat dosa kalau mereka mampu; tapi ketika perempuan
itu duduk di meja di sebelahnya, tiga langkah darinya, dia teringat kisah-kisah
tentang penaklukan yang mudah, perjalanan ke pegunungan, dan godaan akan
hubungan cinta yang cepat dan singkat, romansa dengan seorang perempuan tidak
dikenal, yang namanya tidak diketahuinya, tiba-tiba merasukinya.
Dia
memberi isyarat dengan nada membujuk kepada anjing Pomeranian itu, dan ketika
anjing itu menghampirinya, dia menggoyangkan jarinya ke arah anjing itu. Anjing
Pomeranian itu menggeram: Gurov menggoyangkan jarinya sekali lagi.
Perempuan
itu menatapnya dan langsung menundukkan pandangannya.
"Dia
tidak menggigit," katanya sambil tersipu.
"Bolehkah
saya memberinya tulang?" tanyanya; dan ketika perempuan itu mengangguk,
dia bertanya dengan sopan, "Apakah Anda sudah lama di Yalta?"
"Lima
hari."
"Dan
saya sudah menghabiskan dua minggu di sini."
Lalu
hening.
"Waktu
berlalu cepat, tapi di sini begitu membosankan!" kata perempuan itu tanpa
menatapnya.
"Itu
adalah kebiasaan untuk mengatakan bahwa di sini membosankan. Orang dari kota
kecil bisa tinggal di Belyov atau Zhidra dan tidak merasa bosan, tapi ketika
dia datang ke sini, 'Oh, membosankan! Oh, berdebu!' Orang-orang akan mengira
dia datang dari Grenada."
Perempuan
itu tertawa. Lalu keduanya melanjutkan makan dalam diam, seperti orang asing, tapi
sesudah makan malam mereka berjalan berdampingan; dan muncullah obrolan ringan
dan sendu di antara mereka, layaknya orang-orang yang bebas dan puas, yang tidak
peduli ke mana mereka pergi atau apa yang mereka bicarakan. Mereka berjalan dan
membicarakan cahaya aneh di laut: airnya berwarna ungu muda yang lembut dan
hangat, dan ada semburat keemasan bulan di atasnya. Mereka membicarakan betapa
gerahnya air laut itu sesudah hari yang panas. Gurov bercerita bahwa dia
berasal dari Moskow, bahwa dia sudah meraih gelar di bidang seni, tapi memiliki
pekerjaan di bank; bahwa dia pernah berlatih menjadi penyanyi opera, tapi
meninggalkannya, bahwa dia memiliki dua rumah di Moskow. Dan darinya dia
mengetahui bahwa perempuan itu dibesarkan di Petersburg, tapi sudah tinggal di
S sejak pernikahannya dua tahun sebelumnya, bahwa dia akan tinggal sebulan lagi
di Yalta, dan bahwa suaminya, yang juga butuh liburan, mungkin akan datang
menjemputnya. Dia tidak yakin apakah suaminya memiliki jabatan di Departemen
Kerajaan atau di bawah Dewan Provinsi —dan merasa geli dengan ketidaktahuannya
sendiri. Dan Gurov juga mengetahui bahwa perempuan itu bernama Anna Sergeyevna.
Setelah
itu, dia memikirkan perempuan itu di kamarnya di hotel —berpikir bahwa
perempuan itu pasti akan bertemu dengannya keesokan harinya; itu pasti akan
terjadi. Saat dia naik ke tempat tidur, dia memikirkan bagaimana belum lama ini
perempuan itu cuma seorang anak sekolah, mengerjakan pelajaran seperti putrinya
sendiri; dia teringat rasa malu, sikap kaku, yang masih terpancar dalam tawa
dan caranya berbicara dengan orang asing. Ini pasti pertama kalinya dalam
hidupnya dia sendirian di lingkungan di mana dia diikuti, dipandang, dan diajak
bicara hanya karena motif tersembunyi yang hampir pasti bisa dia tebak. Dia
teringat lehernya yang ramping dan halus, mata abu-abunya yang indah.
"Ada
sesuatu yang menyedihkan tentang perempuan itu," pikirnya, lalu tertidur.
II
Seminggu
sudah berlalu sejak mereka berkenalan. Hari itu hari libur. Di dalam ruangan
terasa pengap, sementara di jalan angin menerbangkan debu, menerbangkan topi orang-orang.
Hari itu terasa kering, dan Gurov sering pergi ke paviliun, mendesak Anna
Sergeyevna untuk minum sirup, air, atau es. Orang-orang tidak tahu harus
berbuat apa.
Sore
harinya, ketika angin sudah sedikit mereda, mereka pergi ke dermaga untuk
melihat kapal uap datang. Ada banyak sekali orang yang berjalan di sekitar
pelabuhan; mereka berkumpul untuk menyambut seseorang, membawa karangan bunga.
Dan dua ciri khas kerumunan Yalta yang berpakaian rapi sangat mencolok: para perempuan
tua berpakaian seperti anak muda, dan ada banyak jenderal.
Karena
ganasnya laut, kapal uap datang terlambat, setelah matahari terbenam, dan butuh
waktu lama untuk berputar sebelum mencapai dermaga. Anna Sergeyevna memandang
kapal uap dan para penumpangnya melalui lorgnette3-nya seperti
sedang mencari kenalan, dan ketika dia menoleh ke Gurov, matanya
berbinar-binar. Dia banyak bicara dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang tidak
nyambung, sesaat kemudian dia lupa apa yang sudah ditanyakannya; lalu dia
menjatuhkan lorgnette-nya ke tengah kerumunan.
Kerumunan
yang ramai itu mulai bubar; hari sudah terlalu gelap untuk melihat wajah
orang-orang. Angin sudah benar-benar reda, tapi Gurov dan Anna Sergeyevna masih
berdiri seolah menunggu kedatangan orang lain dari kapal uap itu. Anna
Sergeyevna sekarang terdiam, dan mencium bunga-bunga tanpa memandang Gurov.
"Cuacanya
lebih baik malam ini," katanya. "Kita mau ke mana sekarang? Mau naik
mobil ke suatu tempat?"
Perempuan
itu tidak menjawab.
Lalu dia menatap perempuan itu dengan saksama, dan tiba-tiba memeluknya dan mencium bibirnya, dan menghirup kelembapan serta keharuman bunga-bunga itu; dan dia segera melihat sekelilingnya, dengan cemas bertanya-tanya apakah ada orang yang melihat mereka.
"Ayo
kita ke hotelmu," katanya lembut. Dan keduanya berjalan cepat. Kamarnya
sempit dan tercium aroma yang dibelinya di toko Jepang. Gurov menatapnya dan
berpikir: "Betapa berbedanya orang yang kita temui di dunia ini!"
Dari masa lalu, dia menyimpan kenangan tentang perempuan-perempuan yang ceria
dan baik hati, yang mencintai dengan riang dan berterimakasih kepadanya atas
kebahagiaan yang diberikannya, betapapun singkatnya; dan tentang
perempuan-perempuan seperti istrinya yang mencintai tanpa perasaan tulus,
dengan ungkapan-ungkapan yang berlebihan, dibuat-buat, histeris, dengan
ekspresi yang menyiratkan bahwa itu bukanlah cinta atau nafsu, melainkan
sesuatu yang lebih penting; dan tentang dua atau tiga perempuan lain,
perempuan-perempuan yang sangat cantik dan dingin, yang di wajahnya dia melihat
sekilas ekspresi rakus —keinginan keras untuk meraih kehidupan lebih dari yang
bisa diberikan, dan mereka adalah perempuan-perempuan yang berubah-ubah, tidak
banyak berpikir, mendominasi, dan tidak cerdas di usia muda mereka, dan ketika
Gurov mulai dingin terhadap mereka, kecantikan mereka membangkitkan
kebenciannya, dan renda pada linen mereka terlihat seperti sisik di matanya.
Tapi
dalam kasus ini masih ada rasa ragu-ragu, kekakuan seorang gadis yang tidak
berpengalaman, perasaan canggung; dan ada rasa cemas seolah-olah seseorang
tiba-tiba mengetuk pintu. Sikap Anna Sergeyevna —‘perempuan dengan anjingnya’— terhadap
apa yang sudah terjadi entah bagaimana terasa aneh, sangat serius, seolah-olah
itu adalah kejatuhannya —begitulah tampaknya, dan itu aneh dan tidak pantas.
Wajahnya terkulai dan memudar, dan di kedua sisinya, rambut panjangnya tergerai
sedih; dia merenung dengan sikap sedih seperti ‘perempuan yang berdosa’ dalam
lukisan kuno.
"Ini
salah," katanya. "Kau akan menjadi orang pertama yang membenciku
sekarang."
Ada
semangka di atas meja. Gurov memotong sepotong dan mulai memakannya tanpa
tergesa-gesa. Keheningan pun mengambang setidaknya selama setengah jam
kemudian.
Anna
Sergeyevna sungguh menyentuh; ada kemurnian dalam dirinya, seorang perempuan
baik dan sederhana yang jarang melihat kehidupan. Lilin tunggal yang menyala di
atas meja memancarkan cahaya redup di wajahnya, tapi jelas terlihat bahwa dia
sangat tidak senang.
"Bagaimana
mungkin aku membencimu?" tanya Gurov. "Kau tidak tahu apa yang kau
katakan."
"Tuhan,
ampunilah aku," katanya, matanya berkaca-kaca. "Mengerikan
sekali."
"Sepertinya
kau merasa perlu minta ampun."
"Minta
ampun? Tidak. Aku perempuan jahat dan hina; aku membenci diriku sendiri dan tidak
berusaha membenarkan diriku. Bukan suamiku, melainkan diriku sendiri yang sudah
kutipu. Dan bukan baru tadi; aku sudah menipu diriku sendiri dari dulu. Suamiku
mungkin laki-laki yang baik dan jujur, tapi dia seorang pesuruh! Aku tidak tahu
apa pekerjaannya di sana, tapi aku tahu dia seorangpesuruh! Aku berumur dua
puluh saat menikah dengannya. Aku tersiksa oleh rasa ingin tahu; aku
menginginkan sesuatu yang lebih baik. 'Pasti ada kehidupan yang berbeda,'
kataku pada diri sendiri. Aku ingin hidup! Hidup, hidup! Aku terbakar oleh rasa
ingin tahu... kau tidak akan mengerti, tapi, demi Tuhan, aku tidak bisa
mengendalikan diri; sesuatu terjadi kepadaku: aku tidak bisa ditahan. Aku
bilang kepada suamiku bahwa aku sakit, lalu datang ke sini. Dan di sini aku
berjalan-jalan seperti orang linglung, seperti orang gila; ... dan sekarang aku
sudah menjadi seorang perempuan yang tercela dan hina yang bisa dipandang
rendah oleh siapa saja.”
Gurov
sudah bosan mendengarkannya. Dia jengkel dengan nada naifnya, dengan penyesalan
yang begitu tidak terduga dan tidak tepat waktu; seandainya bukan karena air
mata di matanya, dia mungkin mengira perempuan itu bercanda atau sedang bermain
peran.
"Aku
tidak mengerti," katanya lembut. "Apa yang kau inginkan?"
Perempuan
itu menyembunyikan wajahnya di dada Gurov dan mendekapnya erat.
"Percayalah,
percayalah, aku mohon kepadamu..." katanya. "Aku mencintai kehidupan
yang murni dan jujur, dan dosa ini menjijikkan bagiku. Aku tidak tahu apa yang
kulakukan. Orang-orang sederhana berkata: 'Si Jahat sudah menipuku.' Dan aku
boleh berkata tentang diriku sendiri sekarang bahwa Si Jahat sudah
menipuku."
"Ssst,
ssst!" gumam Gurov.
Dia
menatap perempuan dengan mata terpaku dan ketakutan itu, menciumnya, berbicara
dengan lembut dan penuh kasih sayang, dan sedikit demi sedikit perempuan itu
merasa tenang, dan kegembiraannya kembali; lalu mereka berdua mulai tertawa.
Sesudah
itu, ketika mereka pergi, tidak ada seorang pun di tepi laut. Kota dengan
pepohonan cemaranya ini terasa seperti mati, tapi laut masih berdebur riuh di
tepi pantai; sebuah tongkang bergoyang di atas ombak, dan sebuah lentera
berkedip-kedip mengantuk di atasnya.
Mereka
menemukan taksi dan melaju ke Oreanda.
"Aku
baru saja melihat nama keluargamu di aula: tertulis di papan tulis —Von
Diderits," kata Gurov. "Apakah suamimu orang Jerman?"
"Tidak;
aku yakin kakeknya orang Jerman, tapi dia sendiri seorang Rusia Ortodoks."
Di
Oreanda, mereka duduk di kursi tidak jauh dari gereja, memandang ke bawah ke
laut, dan terdiam. Yalta nyaris tidak terlihat di balik kabut pagi; awan putih
tidak bergerak di puncak-puncak gunung. Daun-daun tidak bergerak di pepohonan,
belalang berkicau, dan suara hampa monoton laut yang naik dari bawah, berbicara
tentang kedamaian, tentang tidur abadi yang menanti kita. Begitulah bunyinya
ketika Yalta tidak ada, tidak ada Oreanda di sini; begitulah bunyinya sekarang,
dan akan tetap terdengar acuh tak acuh dan monoton ketika kita semua tiada. Dan
dalam keteguhan ini, dalam ketidakpedulian total terhadap hidup dan mati kita
masing-masing, mungkin tersembunyi sebuah janji keselamatan abadi kita, tentang
pergerakan kehidupan yang tidak henti-hentinya di bumi, tentang kemajuan yang tidak
henti-hentinya menuju kesempurnaan. Duduk di samping seorang perempuan muda
yang saat fajar tampak begitu cantik, tenang dan terpesona dalam suasana magis
ini --laut, gunung, awan, langit terbuka-- Gurov berpikir betapa sesungguhnya
segala sesuatu di dunia ini indah ketika kita merenungkannya: segalanya kecuali
apa yang kita pikirkan atau lakukan sendiri ketika kita melupakan martabat
kemanusiaan kita dan tujuan hidup kita yang lebih tinggi.
Seorang
laki-laki berjalan menghampiri mereka —mungkin seorang penjaga— memandang
mereka lalu pergi. Dan detail itu tampak misterius sekaligus indah. Mereka
melihat sebuah kapal uap datang dari Theodosia, dengan lampu-lampunya yang padam
diterpa cahaya fajar.
"Ada
embun di rumput," kata Anna Sergeyevna, sesudah terdiam beberapa saat.
"Ya.
Sudah waktunya pulang."
Mereka
kembali ke kota.
Kemudian
mereka bertemu setiap hari pukul dua belas di tepi laut, makan siang dan makan
malam bersama, berjalan-jalan, mengagumi laut. Perempuan itu mengeluh tidurnya tidak
nyenyak, jantungnya berdebar kencang; menanyakan hal yang sama, terkadang
diganggu rasa cemburu dan terkadang takut dia tidak cukup menghormatinya. Dan
seringkali di alun-alun atau taman, ketika tidak ada orang di dekat mereka, Gurov
tiba-tiba menariknya dan menciumnya dengan penuh gairah. Kebosanan total,
ciuman-ciuman di siang bolong sementara dia memandang sekeliling dengan takut
akan ada yang melihatnya, panas, bau laut, dan orang-orang yang berlalu-lalang
di hadapannya, berpakaian rapi, dan berkecukupan, membentuk dirinya menjadi
sosok yang baru; dia mengatakan kepada Anna Sergeyevna betapa cantiknya dia,
betapa mempesonanya dia. Dia begitu bergairah dan tidak sabar, tidak mau
beranjak selangkah pun darinya, sementara Anna Sergeyevna sering termenung dan
terus-menerus mendesaknya untuk mengakui bahwa Gurov tidak menghormatinya, tidak
mencintainya sedikit pun, dan menganggapnya tidak lebih dari perempuan biasa.
Hampir setiap malam mereka berkendara ke luar kota, ke Oreanda atau ke air
terjun; dan perjalanan itu selalu berhasil, pemandangannya selalu membuat
mereka terkesan dengan kemegahan dan keindahannya.
Mereka
menunggu suaminya datang, tapi sebuah surat datang darinya, mengatakan bahwa
ada yang salah dengan matanya, dan dia memohon kepada istrinya untuk segera
pulang. Anna Sergeyevna bergegas pergi.
"Untunglah
aku harus pergi," katanya kepada Gurov. "Itu tangan takdir!"
Perempuan
itu pergi dengan kereta dan dia ikut mengantarkannya. Mereka berkendara
sepanjang hari. Ketika dia sudah masuk ke kompartemen kereta ekspres, dan
ketika bel kedua berbunyi, perempuan itu berkata, "Biarkan aku melihatmu
sekali lagi... sekali lagi. Benar."
Dia
tidak meneteskan air mata, tapi begitu sedih hingga dia seperti sakit dan
wajahnya gemetar.
"Aku
akan mengingatmu... memikirkanmu," katanya. "Semoga Tuhan
menyertaimu; berbahagialah. Jangan mengingat kejahatan terhadapku. Kita akan
berpisah selamanya —harus begitu, karena kita seharusnya tidak pernah bertemu.
Semoga Tuhan menyertaimu."
Kereta
melaju cepat, lampu-lampunya segera menghilang dari pandangan, dan semenit
kemudian tidak terdengar lagi, seolah-olah semuanya sudah bersekongkol untuk
mengakhiri secepat mungkin kesesatan yang manis itu, kegilaan itu. Ditinggal
sendirian di peron, dan menatap ke kejauhan yang gelap, Gurov mendengarkan
kicauan belalang dan dengungan kabel telegraf, merasa seolah-olah baru saja
bangun. Dan dia berpikir, merenung, bahwa sudah terjadi episode atau
petualangan lain dalam hidupnya, dan itu pun sudah berakhir, dan tidak ada yang
tersisa selain kenangan. Dia terharu, sedih, dan menyadari sedikit penyesalan. Perempuan
muda yang tidak akan pernah dia temui lagi itu tidak bahagia bersamanya; dia
sungguh-sungguh hangat dan sangat sayang kepadanya, tapi dalam sikapnya, nada
bicaranya, dan belaiannya, terdapat sedikit ironi, sikap merendahkan yang kasar
dari seorang laki-laki bahagia yang, apalagi, hampir dua kali usia perempuan
itu. Sepanjang waktu perempuan itu memanggilnya dengan baik, luar biasa, mulia;
jelas dia terlihat berbeda di mata perempuan itu dari siapa dia yang sebenarnya,
jadi dia tanpa sengaja sudah menipunya.
Di
stasiun ini, aroma musim gugur sudah tercium; malam itu dingin.
"Sudah
waktunya aku pergi ke utara," pikir Gurov sambil meninggalkan peron.
"Waktunya sudah tepat!"
III
Di
rumah di Moskow, semuanya kembali pada rutinitas musim dingin; tungku-tungku
dipanaskan, dan pagi hari masih gelap ketika anak-anak sarapan dan bersiap-siap
ke sekolah, dan pengasuh mereka akan menyalakan lampu sebentar. Embun beku
sudah mulai turun. Ketika salju pertama turun, pada hari pertama naik kereta
luncur, sungguh menyenangkan melihat dataran berwarna putih, atap-atap putih,
menghirup napas lembut yang nikmat, dan musim membawa kembali masa muda.
Pohon-pohon linden dan birch tua, yang putih karena embun beku, memiliki
ekspresi yang ramah; mereka lebih disukai orang daripada cemara dan palem, dan
di dekat mereka orang tidak akan memikirkan laut dan pegunungan.
Gurov
lahir di Moskow; dia tiba di Moskow pada hari yang cerah dan dingin, dan ketika
dia mengenakan mantel bulu dan sarung tangan hangatnya, lalu berjalan di
sepanjang Petrovka, dan ketika pada Sabtu malam dia mendengar denting lonceng,
perjalanannya belakangan ini dan tempat-tempat yang sudah dikunjunginya
kehilangan daya tariknya. Sedikit demi sedikit dia terhanyut dalam kehidupan
Moskow, dengan rakus membaca tiga surat kabar sehari, dan menyatakan bahwa dia
tidak membaca surat kabar Moskow karena prinsipnya! Dia sudah merasakan
kerinduan untuk pergi ke restoran, klub, pesta makan malam, perayaan ulang
tahun, dan dia merasa tersanjung karena menjamu pengacara dan seniman
terkemuka, dan bermain kartu dengan seorang profesor di klub dokter. Dia sudah
bisa menghabiskan sepiring penuh ikan asin dan kubis.
Sebulan
kemudian, dia membayangkan, bayangan Anna Sergeyevna akan diselimuti kabut
dalam ingatannya, dan hanya sesekali mengunjunginya dalam mimpi dengan senyuman
yang menyentuh seperti yang dilakukan perempuan lain. Tapi lebih dari sebulan
berlalu, musim dingin yang sesungguhnya sudah tiba, dan semuanya masih jelas
dalam ingatannya seolah-olah dia baru berpisah dengan Anna Sergeyevna sehari sebelumnya.
Dan ingatannya semakin terang. Ketika dalam keheningan malam dia mendengar dari
ruang kerjanya suara anak-anaknya yang sedang mempersiapkan pelajaran mereka,
atau ketika dia mendengarkan lagu atau organ di restoran, atau badai menderu di
cerobong asap, tiba-tiba semuanya akan muncul dalam ingatannya: apa yang
terjadi di dermaga, dan pagi hari dengan kabut di pegunungan, dan kapal uap
yang datang dari Theodosia, dan ciuman-ciuman itu. Dia akan mondar-mandir lama
di kamarnya, mengingat semuanya dan tersenyum; kemudian ingatannya berubah
menjadi mimpi, dan dalam imajinasinya masa lalu bercampur dengan masa depan.
Anna Sergeyevna tidak mengunjunginya dalam mimpi, melainkan mengikutinya ke
mana-mana seperti bayangan dan menghantuinya. Ketika dia memejamkan mata, dia
melihatnya seolah-olah hidup di hadapannya, dan perempuan itu terlihat lebih
cantik, lebih muda, lebih lembut daripada yang sebenarnya; dan dia membayangkan
dirinya lebih rupawan daripada saat dia berada di Yalta. Di malam hari, perempuan
itu mengintipnya dari rak buku, dari perapian, dari sudut —dia mendengar
napasnya, gemerisik gaunnya yang lembut. Di jalan, dia memandangi para
perempuan, mencari seseorang yang seperti Anna Sergeyevna.
Dia
tersiksa oleh keinginan yang kuat untuk menceritakan kenangannya kepada
seseorang. Tapi, di rumahnya mustahil untuk membicarakan cintanya, dan dia tidak
punya siapa pun di luar; dia tidak bisa berbicara dengan penyewa rumahnya
maupun siapa pun di bank. Lalu, apa yang harus dia bicarakan? Apakah dia sedang
jatuh cinta? Adakah sesuatu yang indah, puitis, atau membangun, atau sekadar
menarik dalam hubungannya dengan Anna Sergeyevna? Dan tidak ada yang bisa dilakukannya
selain berbicara samar-samar tentang cinta, tentang perempuan, dan tidak
seorang pun bisa menebak artinya; hanya istrinya yang mengernyitkan alis
hitamnya, dan berkata, "Peran sebagai penakluk perempuan sama sekali tidak
cocok untukmu, Dimitri."
Suatu
malam, ketika keluar dari klub dokter bersama seorang petugas yang biasa
bermain kartu dengannya, dia tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Seandainya
saja kau tahu betapa menariknya perempuan yang kukenal di Yalta!"
Pejabat
itu naik kereta luncur dan hendak pergi, tapi tiba-tiba menoleh dan berteriak, "Dmitri
Dmitritch!"
"Apa?"
"Kau
benar malam ini: ikan sturgeon itu agak terlalu keras!"
Kata-kata
yang begitu biasa itu, entah kenapa, membuat Gurov geram, dan menurutnya
merendahkan dan najis. Sungguh kelakuan yang biadab, sungguh terlalu!
Malam-malam yang tidak bermakna, hari-hari yang tidak menarik dan tidak ada
kejadian penting! Kegilaan bermain kartu, kerakusan, mabuk-mabukan, obrolan
terus-menerus tentang hal yang sama. Kegiatan dan percakapan tidak berguna yang
selalu tentang hal yang sama menyita sebagian besar waktu, sebagian besar
tenaga, dan pada akhirnya yang tersisa hanyalah kehidupan yang merana dan
terkekang, tidak berharga dan remeh, dan tidak ada cara untuk melarikan diri atau
jalan keluar darinya —seolah-olah seseorang berada di rumah sakit jiwa atau
penjara.
Gurov
tidak tidur semalaman, dan dipenuhi rasa marah. Dia pun sakit kepala sepanjang
hari berikutnya. Malam berikutnya dia tidur nyenyak; dia duduk di tempat tidur,
berpikir, atau mondar-mandir di kamarnya. Dia muak dengan anak-anaknya, muak
dengan bank; dia tidak ingin pergi ke mana pun atau membicarakan apa pun.
Pada
liburan bulan Desember, dia bersiap untuk bepergian, dan memberi tahu istrinya
bahwa dia akan pergi ke Petersburg untuk mengurus seorang teman muda —lalu dia
berangkat ke S. Untuk apa? Dia sendiri tidak begitu mengenal dirinya sendiri. Dia
ingin bertemu Anna Sergeyevna dan berbicara dengannya —untuk mengatur
pertemuan, kalau memungkinkan.
Dia
tiba di S pagi-pagi sekali, dan menempati kamar terbaik di hotel, yang
lantainya dilapisi kain abu-abu tentara, dan di atas meja terdapat tempat
tinta, kelabu berdebu, berhiaskan patung kuda, dengan topi di tangan dan kepala
yang terpenggal. Porter hotel memberinya informasi yang diperlukan; Von
Diderits tinggal di rumahnya sendiri di Jalan Old Gontcharny —tidak jauh dari
hotel: dia kaya dan hidup mewah, serta memiliki kuda sendiri; semua orang di
kota mengenalnya. Porter itu mengucapkan namanya "Dridirits."
Gurov
pergi tanpa tergesa-gesa ke Jalan Old Gontcharny dan menemukan rumah itu. Tepat
di seberang rumah itu terbentang pagar abu-abu panjang yang dihiasi paku-paku.
"Orang
pasti akan lari melihat pagar seperti itu," pikir Gurov, sambil memandang jendela
rumah dari balik pagar dan kembali lagi.
Dia
berpikir: hari ini hari libur, dan suaminya mungkin ada di rumah. Lagipula,
masuk ke rumah dan membuat istrinya kesal adalah tindakan yang kurang
bijaksana. Kalau dia mengirim surat, surat itu mungkin jatuh ke tangan
suaminya, dan bisa menghancurkan segalanya. Yang terbaik adalah percaya pada
keberuntungan. Dia terus berjalan mondar-mandir di jalan dekat pagar, menunggu
kesempatan. Dia melihat seorang pengemis masuk melalui gerbang dan
anjing-anjing berlari ke arahnya; lalu satu jam kemudian dia mendengar suara
piano, suaranya samar dan tidak jelas. Mungkin itu Anna Sergeyevna yang sedang
bermain piano. Pintu depan tiba-tiba terbuka, dan seorang perempuan tua keluar,
diikuti oleh anjing Pomeranian putih yang dikenalnya. Gurov hendak memanggil
anjing itu, tapi jantungnya mulai berdebar kencang, dan karena kegembiraannya, dia
tidak bisa mengingat nama anjing itu.
Dia
mondar-mandir, dan semakin membenci pagar abu-abu itu, dan sekarang dia
berpikir dengan jengkel bahwa Anna Sergeyevna sudah melupakannya, dan mungkin
sedang bersenang-senang dengan orang lain, dan itu sangat wajar bagi seorang
perempuan muda yang tidak punya apa-apa untuk dilihat dari pagi hingga malam
selain pagar kumuh itu. Dia kembali ke kamar hotelnya dan duduk cukup lama di
sofa, tidak tahu harus berbuat apa, lalu dia makan malam dan tidur siang yang lama.
"Betapa
bodoh dan mengkhawatirkannya semua ini!" pikirnya ketika terbangun dan
menatap jendela-jendela yang gelap: hari sudah malam. "Entah kenapa aku
tidur nyenyak di sini. Apa yang harus kulakukan malam ini?"
Dia
duduk di tempat tidur, yang ditutupi selimut abu-abu murah, seperti yang
terlihat di rumah sakit, dan dia mengejek dirinya sendiri dalam kekesalannya, "Begitu
banyak yang bisa dilakukan dengan perempuan dengan anjingnya itu... begitu
banyak petualangan untuk dilakukan... Kau berada dalam situasi yang bagus."
Pagi
itu di stasiun, sebuah poster bertuliskan huruf besar menarik perhatiannya. ‘The Geisha4’ akan dipentaskan untuk pertama kalinya. Dia memikirkan
hal itu dan pergi ke teater.
"Sangat
besar kemungkinan dia akan pergi ke pertunjukan pertama," pikirnya.
Teater
itu penuh sesak. Seperti di semua teater provinsi, kabut menyelimuti lampu
gantung, galeri riuh dan gelisah; di barisan depan para laki-laki modis lokal
berdiri sebelum pertunjukan dimulai, dengan tangan di belakang; di tribun gubernur,
putri gubernur, mengenakan boa5, duduk di kursi depan,
sementara sang gubernur sendiri bersembunyi dengan sopan di balik tirai, hanya
tangannya yang terlihat; orkestra membutuhkan waktu lama untuk menyetel; tirai
panggung bergoyang. Sepanjang waktu, para penonton berdatangan dan mengambil
tempat duduk, Gurov menatap mereka dengan penuh semangat.
Anna
Sergeyevna pun masuk. Dia duduk di baris ketiga, dan ketika Gurov memandangnya,
jantungnya berdebar kencang, dan dia mengerti dengan jelas bahwa baginya, di
seluruh dunia ini, tidak ada makhluk yang begitu dekat, begitu berharga, dan
begitu penting baginya; dia, perempuan mungil itu, yang sama sekali tidak
istimewa, tersesat di tengah kerumunan orang desa, dengan lorgnette
vulgar di tangannya, sekarang memenuhi seluruh hidupnya, menjadi duka sekaligus
suka, satu-satunya kebahagiaan yang sekarang didambakannya untuk dirinya
sendiri, dan diiringi alunan orkestra yang buruk, biola-biola desa yang malang,
dia berpikir betapa cantiknya perempuan itu. Dia berpikir dan bermimpi.
Seorang
pemuda berjanggut tipis, jangkung, dan bungkuk, masuk bersama Anna Sergeyevna
dan duduk di sampingnya; dia menundukkan kepala setiap kali melangkah dan
tampak terus-menerus membungkuk. Kemungkinan besar, inilah suami yang di Yalta,
dalam luapan perasaan getir, disebut perempuan itu sebagai seorang pesuruh. Dan
memang, pada sosoknya yang tinggi, janggut tipisnya, dan sedikit kebotakan di
kepalanya, ada sedikit kesan sifat tunduk seorang pesuruh; senyumnya manis, dan
di lubang kancingnya terdapat semacam lencana kehormatan seperti nomor seorang
pelayan.
Selama
jeda pertama, sang suami pergi merokok; perempuan itu tetap di bangkunya
sendirian. Gurov, yang juga duduk di bangku, menghampirinya dan berkata dengan
suara gemetar, dengan senyum yang dipaksakan, "Selamat malam."
Perempuan
itu meliriknya dan wajahnya berubah pucat, lalu melirik lagi dengan takut, tidak
percaya dengan apa yang dilihatnya, dan menggenggam erat kipas dan lorgnette
di tangannya, jelas-jelas berusaha keras agar tidak pingsan. Keduanya terdiam. Dia
duduk, sementara Gurov berdiri, ketakutan oleh kebingungannya dan tidak berani
duduk di sampingnya. Biola dan seruling mulai disetel. Dia tiba-tiba merasa
takut; seolah-olah semua orang di dalam kotak penonton sedang memandangi
mereka. Dia bangkit dan bergegas ke pintu; Gurov mengikutinya, dan keduanya
berjalan tanpa arah di sepanjang lorong, naik turun tangga, dan sosok-sosok berpakaian
seragam hukum, akademis, dan pegawai negeri, semuanya mengenakan lencana,
melintas di depan mata mereka. Mereka melihat sekilas para perempuan, mantel
bulu yang tergantung di gantungan; angin bertiup ke arah mereka, membawa bau
tembakau basi. Dan Gurov, yang jantungnya berdebar kencang, berpikir, "Ya
Tuhan! Kenapa orang-orang ini ada di sini dan orkestra ini!"
Dan
saat itu juga dia teringat bagaimana ketika dia mengantar Anna Sergeyevna di
stasiun, dia mengira semuanya sudah berakhir dan mereka tidak akan pernah
bertemu lagi. Tapi, betapa jauhnya mereka dari akhir!
Di
tangga sempit dan suram yang di atasnya tertulis ‘Menuju Amfiteater,’ perempuan
itu berhenti.
"Kau
membuatku sangat takut!" katanya, terengah-engah, masih pucat dan
kewalahan. "Oh, betapa kau membuatku takut! Aku hampir mati. Kenapa kau
datang? Kenapa?"
"Mengertilah,
Anna, mengertilah..." katanya cepat dengan suara rendah. "Aku mohon kau
mengerti..."
Perempuan
itu menatapnya dengan takut, dengan memohon, dengan cinta; dia menatapnya
dengan saksama, untuk mengingat wajahnya dengan lebih jelas.
"Aku
sungguh tidak bahagia," lanjutnya, tidak mengindahkan perkataannya.
"Aku tidak memikirkan apa pun selain dirimu sepanjang waktu; aku hidup
hanya dengan memikirkanmu. Dan aku ingin melupakan, melupakanmu; tapi kenapa,
oh, kenapa, kau datang?"
Di
atas mereka, dua anak sekolah sedang merokok dan melihat ke bawah, tapi itu
tidak berarti apa-apa bagi Gurov; dia menarik Anna Sergeyevna kepadanya, dan
mulai mencium wajahnya, pipinya, dan tangannya.
"Apa
yang kau lakukan, apa yang kau lakukan!" teriaknya takut, sambil
mendorongnya menjauh. "Kita sudah gila. Pergi hari ini juga; pergilah
sekarang juga... Aku mohon kepadamu demi segala yang suci, aku mohon kepadamu...
Orang-orang yang datang ke sini!"
Seseorang
menaiki tangga.
"Kau
harus pergi," Anna Sergeyevna melanjutkan dengan berbisik. "Kau
dengar, Dmitri Dmitritch? Aku akan datang dan menemuimu di Moskow. Aku tidak
pernah bahagia; aku sengsara sekarang, dan aku tidak pernah, tidak akan pernah
bahagia, tidak akan pernah! Jangan buat aku menderita lagi! Aku bersumpah akan
datang ke Moskow. Tapi sekarang mari kita berpisah. Kekasihku, cintaku, sayangku,
kita harus berpisah!"
Dia
menggenggam tangan Gurov dan mulai menuruni tangga dengan cepat, sambil menoleh
ke arahnya, dan dari matanya Gurov bisa melihat bahwa dia sungguh tidak
bahagia. Gurov berdiri sejenak, mendengarkan, lalu, ketika semua suara sudah
menghilang, dia mengambil mantelnya dan meninggalkan teater.
IV
Lalu
Anna Sergeyevna mulai datang menemuinya di Moskow. Dua atau tiga bulan sekali, dia
meninggalkan S, memberi tahu suaminya bahwa dia akan berkonsultasi dengan
dokter tentang penyakit dalamnya —dan suaminya memercayainya, dan juga tidak
memercayainya. Di Moskow, dia menginap di Hotel Slaviansky Bazaar, dan segera
mengirim seorang laki-laki bertopi merah kepada Gurov. Gurov pergi menemuinya,
dan tidak seorang pun di Moskow mengetahuinya.
Suatu
hari, Gurov berencana menemuinya dengan cara seperti itu di suatu pagi di musim
dingin (utusan itu datang malam sebelumnya ketika dia sedang keluar). Dia membawa
anak perempuannya, yang ingin diantarnya ke sekolah: dia sedang dalam
perjalanan. Salju turun dalam bentuk serpihan-serpihan besar yang basah.
"Suhunya
tiga derajat di atas titik beku, tapi masih turun salju," kata Gurov
kepada anak perempuannya. "Pencairan hanya terjadi di permukaan bumi;
suhunya sangat berbeda di ketinggian atmosfer yang lebih tinggi."
"Dan
kenapa tidak ada badai petir di musim dingin, Ayah?"
Dia
pun menjelaskan hal itu. Dia bicara, sambil terus berpikir bahwa dia akan
menemui perempuan itu, dan tidak seorang pun yang tahu tentang hal itu, dan
mungkin tidak akan pernah ada yang tahu. Dia memiliki dua kehidupan: satu,
terbuka, dilihat dan diketahui oleh siapa pun yang ingin tahu, penuh dengan
kebenaran dan kepalsuan relatif, persis seperti kehidupan teman-teman dan
kenalannya; dan kehidupan lain yang berjalan secara rahasia. Dan melalui suatu hubungan
yang aneh, mungkin kebetulan, segala sesuatu yang esensial, menarik, dan
berharga baginya, segala sesuatu yang dilakukannya dengan tulus tanpa menipu
diri sendiri, segala sesuatu yang menjadi inti hidupnya, tersembunyi dari orang
lain; dan segala sesuatu yang palsu dalam dirinya, selubung tempat dia
menyembunyikan kebenaran —misalnya, pekerjaannya di bank, diskusi-diskusinya di
klub, ‘ras yang lebih rendah’-nya, kehadirannya bersama istrinya di pesta-pesta
ulang tahun— semua itu terbuka. Dan dia menilai orang lain berdasarkan dirinya
sendiri, tidak memercayai apa yang dilihatnya, dan selalu percaya bahwa setiap
orang memiliki kehidupannya yang nyata dan paling menarik di balik kerahasiaan
dan kegelapan malam. Semua kehidupan pribadi bertumpu pada kerahasiaan, dan
mungkin sebagian karena itulah manusia beradab begitu cemas dan gelisah agar
privasi pribadi mereka dihormati.
Sesudah
meninggalkan anak perempuannya di sekolah, Gurov melanjutkan perjalanan ke
Bazar Slaviansky. Dia melepas mantel bulunya di lantai bawah, naik ke atas, dan
mengetuk pintu pelan. Anna Sergeyevna, mengenakan gaun abu-abu kesayangannya,
kelelahan karena perjalanan dan ketegangan, sudah menunggunya sejak malam
sebelumnya. Dia pucat; dia menatapnya, tanpa tersenyum, dan Gurov baru saja
masuk ketika perempuan itu jatuh di dadanya. Ciuman mereka lambat dan lama,
seolah-olah mereka belum bertemu selama dua tahun.
"Nah,
bagaimana kabarmu?" tanyanya. "Ada kabar apa?"
"Tunggu;
aku akan memberitahumu langsung. Aku tidak bisa bicara."
Perempuan
itu tidak bisa bicara; dia menangis. Dia berpaling darinya, dan menempelkan
sapu tangannya ke matanya.
"Biarkan
dia menangis. Aku akan duduk dan menunggu," pikirnya, lalu dia duduk di
kursi berlengan.
Lalu
dia menelepon dan meminta teh untuk dibawakan, dan sementara dia minum teh, perempuan
itu tetap berdiri di dekat jendela membelakanginya. Dia menangis tersedu-sedu,
tersiksa oleh kesadaran yang menyedihkan bahwa hidup mereka begitu sulit;
mereka hanya bisa bertemu secara rahasia, menyembunyikan diri dari orang-orang,
seperti pencuri! Bukankah hidup mereka sudah hancur?
"Ayolah,
berhentilah!" katanya.
Jelas
baginya bahwa cinta mereka tidak akan segera berakhir, bahwa dia tidak bisa
melihat ujungnya. Anna Sergeyevna semakin terikat padanya. Perempuan itu
memujanya, dan mustahil untuk mengatakan kepadanya bahwa cinta itu pasti akan
berakhir suatu hari nanti; lagipula, perempuan itu tidak mempercayainya!
Dia
menghampirinya dan memegang bahunya untuk mengatakan sesuatu yang penuh kasih dan
menghibur, dan pada saat itu dia melihat dirinya sendiri di cermin.
Rambutnya
sudah mulai memutih. Dan terasa aneh baginya bahwa dia sudah menjadi begitu
tua, begitu pucat selama beberapa tahun terakhir. Bahu tempat tangannya
bersandar terasa hangat dan bergetar. Dia merasa iba pada kehidupan ini, yang
masih begitu hangat dan indah, tapi mungkin sudah tidak lama lagi akan mulai
memudar dan layu seperti dirinya sendiri. Kenapa perempuan itu begitu
mencintainya? Dia selalu terlihat berbeda bagi para perempuan, dan mereka
mencintainya bukan dirinya sendiri, melainkan laki-laki ciptaan imajinasi
mereka, yang sudah mereka cari dengan penuh semangat sepanjang hidup mereka;
dan sesudah itu, ketika mereka menyadari kesalahan mereka, mereka tetap
mencintainya. Dan tidak seorang pun dari mereka yang bahagia bersamanya. Waktu
berlalu, dia sudah berkenalan, bergaul dengan mereka, berpisah, tapi dia tidak
pernah sekalipun mencintai; dia adalah apa pun yang kau suka, tapi bukan cinta.
Dan
baru sekarang, saat kepalanya sudah beruban, dia benar-benar jatuh cinta, untuk
pertama kali dalam hidupnya.
Anna
Sergeyevna dan dia saling mencintai bagaikan orang yang sangat dekat dan akrab,
seperti suami istri, seperti sahabat karib; mereka merasa seolah takdir sudah
mempertemukan mereka, dan mereka tidak habis pikir kenapa dia punya istri dan
Anna punya suami; dan mereka bagaikan sepasang burung pengelana, yang ditangkap
dan dipaksa hidup di sangkar yang berbeda. Mereka saling memaafkan atas apa
yang membuat mereka malu di masa lalu, mereka memaafkan segalanya di masa kini,
dan merasa bahwa cinta mereka inilah yang sudah mengubah mereka berdua.
Di
saat-saat tertekan di masa lalu, dia menghibur dirinya dengan argumen apa pun
yang muncul dalam benaknya, tapi sekarang dia tidak lagi peduli dengan argumen;
dia merasakan belas kasih yang mendalam, dia ingin bersikap tulus dan lembut.
"Jangan
menangis, sayangku," katanya. "Sudah cukup tangisanmu. Mari kita
bicara sekarang, mari kita pikirkan beberapa rencana."
Lalu
mereka menghabiskan waktu yang lama berunding, membicarakan cara menghindari
keharusan untuk merahasiakan, untuk menipu, untuk tinggal di kota yang berbeda
dan tidak bertemu satu sama lain untuk waktu yang lama. Bagaimana mereka bisa
terbebas dari ikatan yang tidak bisa diterima itu?
"Bagaimana?
Bagaimana?" tanya Gurov sambil memegangi kepalanya. "Bagaimana?"
Dan
sepertinya sebentar lagi solusinya akan ditemukan, dan kemudian kehidupan yang
baru dan gemilang akan dimulai; dan jelas bagi mereka berdua bahwa mereka masih
memiliki jalan yang sangat panjang di hadapan mereka, dan bahwa bagian yang
paling rumit dan sulit baru saja dimulai.
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek Anton Chekhov yang lain di sini; atau cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan
kaki:
1 Beret: baret; topi lembut,
bulat, bermahkota datar yang terbuat dari wol rajutan tangan, katun rajutan,
kain wol, atau serat akrilik. Produksi massal baret dimulai pada abad ke-19,
khususnya di Negara Basque, tempat baret sudah menjadi penutup kepala umum di kalangan
penduduk asli, sebelum menyebar ke Prancis Selatan dan Spanyol utara; oleh
karena itu, baret tetap dikaitkan dengan negara-negara tersebut. Beret
dikenakan sebagai bagian dari seragam banyak unit militer dan kepolisian di
seluruh dunia, serta oleh organisasi lainnya.
2 Anjing Pomeranian: juga dikenal
sebagai Pom, Pommy, atau Pome; ras anjing jenis Spitz yang dinamai berdasarkan
wilayah Pomerania di Polandia barat laut dan Jerman timur laut di Eropa Tengah.
Digolongkan sebagai ras anjing mainan karena ukurannya yang kecil, anjing
Pomeranian merupakan keturunan dari anjing jenis Spitz yang lebih besar,
khususnya Spitz Jerman.
3 Lorgnette: sepasang kacamata
dengan pegangan, yang digunakan untuk ditahan di tempatnya, alih-alih di
telinga atau hidung. Kata lorgnette berasal dari bahasa Prancis lorgner,
yang berarti melihat dari samping, dan bahasa Prancis Pertengahan, dari lorgne,
yang berarti menyipitkan mata. Asal usul pastinya masih diperdebatkan. Beberapa
sumber menyebut ilmuwan Inggris George Adams sebagai penemunya, sementara yang
lain menyebut putranya yang menemukannya.
4 The Geisha: komedi musikal era
Edwardian dalam dua babak. Musiknya digubah oleh Sidney Jones dengan libreto
karya Owen Hall, dengan lirik oleh Harry Greenbank. Lagu-lagu tambahan ditulis
oleh Lionel Monckton dan James Philp. The Geisha dibuka pada tahun 1896
di Daly's Theatre di West End London, diproduseri oleh George Edwardes.
Produksi aslinya memiliki durasi terpanjang kedua dari semua musikal hingga
saat itu. Para pemainnya dibintangi oleh Marie Tempest dan C. Hayden Coffin,
dengan penari Letty Lind dan komedian Huntley Wright. Pertunjukan ini langsung
sukses di luar negeri, dengan produksi tahun 1896 yang dibintangi Dorothy
Morton di New York dan berbagai tur dan produksi di Eropa dan sekitarnya.
Pertunjukan ini terus populer hingga Perang Dunia II dan bahkan sampai batas
tertentu. Lagu paling terkenal dari pertunjukan ini adalah "The Amorous
Goldfish".
5 Boa: aksesori fesyen yang
biasanya dikenakan dengan cara dililitkan di leher seperti syal. Boa bulu
adalah yang paling umum, meskipun boa modern paling sering dibuat dengan bulu
sintetis.

Comments
Post a Comment