Sang Pelempar Bola Bunda Maria (Our Lady's Juggler ~ Anatole France)
Tapi ketika, sambil menyangga tubuhnya dengan tangan dengan wajah menghadap ke bawah, dia melemparkan enam bola
tembaga ke udara, yang berkilauan di bawah
sinar matahari, dan menangkap kembali semuanya dengan kakinya; atau ketika, melipat tubuhnya sampai tumitnya dan tengkuknya
bertemu, membuat tubuhnya terlihat seperti roda, lalu dalam posisi ini melemparkan selusin pisau, decak kagum terdengar dari
para
penonton, lalu uang menghujani karpetnya.
Begitupun, seperti kebanyakan orang yang
hidup dengan mengandalkan
otaknya, Barnaby dari Compiegne harus berjuang dengan sangat keras untuk mencari nafkah.
Mencari nafkah dengan
memeras keringat yang mengalir di alisnya, dia menanggung bagian hukuman yang sedikit lebih besar dari kesalahan yang dilakukan Nabi Adam.
Sekali lagi, dia tidak bisa bekerja terus-menerus seperti yang dia mau. Kehangatan matahari dan terbitnya siang sangat dibutuhkannya untuk membuatnya bisa
mempertunjukkan aksi-aksinya yang cemerlang sama seperti pohon yang diharapkan bunga dan buahnya. Pada musim dingin dia tidak lebih dari sebatang pohon tanpa daun, atau seperti pohon mati. Tanah yang beku membuatnya sulit melempar bola, dan, seperti belalang yang diceritakan Marie de France1, musim yang buruk membuatnya menderita karena kedinginan dan
kelaparan. Tapi sebagai orang yang
ikhlas dia menanggung penderitaannya dengan sabar.
Dia belum pernah memikirkan soal kekayaan, atau ketimpangan kondisi manusia. Dia
percaya dengan sangat yakin bahwa kalau kehidupan ini memang keras, maka kehidupan yang akan datang pasti tidak akan gagal memperbaiki keseimbangannya, dan harapan ini digenggamnya teguh. Dia tidak mencontoh si panjang tangan sekaligus bajingan Merry Andrew2 yang menjual jiwanya kepada iblis. Dia tidak pernah menghujat
nama Tuhan; dia hidup tanpa cela, dan walaupun tidak punya istri, dia tidak menginginkan istri
tetangganya, karena perempuan adalah musuh laki-laki kuat, seperti kisah Samson3 yang tertulis di dalam Kitab Suci.
Sebenarnya, dia tidak selalu
meninggalkan kenikmatan duniawi, dan itu adalah tantangan yang besar baginya untuk meninggalkan cangkir logam yang dibawa Hebe4. Tidak untuk mendapatkan ketenangan, dia suka minum ketika cuaca luar biasa panas. Dia adalah orang yang takut akan Tuhan, dan terutama pada Santa Perawan Maria.
Dia tidak pernah gagal, masuk gereja, berlutut di hadapan gambar Sang Bunda Allah, dan
mempersembahkan doa ini kepadanya: “Bunda Maria, jagalah hidupku supaya tetap menyenangkan bagi Tuhan
sampai aku mati, dan waktu aku mati, berikanlah kepadaku kebahagiaan surga.”
Sekarang, di satu malam setelah siang hari yang basah dan suram, ketika Barnaby menempuh jalannya, sedih dan
membungkuk, membawa di bawah lengannya bola dan pisau yang terbungkus dalam karpet usangnya, mencari-cari gudang untuk, walaupun mungkin tidak akan
mendapat makan malam, dia bisa tidur, dia melihat di jalan, menuju ke arah yang sama dengannya, seorang biarawan, yang diberinya hormat dengan sopan. Dan ketika mereka akhirnya berjalan beriringan mereka mulai bercakap-cakap.
“Teman seperjalanan,” kata sang biarawan, “kenapa pakaian Anda hampir semuanya berwarna hijau? Apakah untuk tampil sebagai
badut dalam semacam drama misteri?”
“Sama sekali tidak, Bapa,” jawab Barnaby. “Seperti yang
Anda lihat, saya
dipanggil Barnaby, dan panggilan saya adalah sebagai seorang pelempar bola. Tidak ada panggilan yang lebih menyenangkan di dunia ini kalau panggilan itu bisa
memberikan orang sepotong roti setiap hari.”
“Teman Barnaby,” balas sang biarawan, “hati-hati dengan kata-kata Anda. Tidak ada panggilan yang lebih menyenangkan daripada
kehidupan biara. Mereka yang menjalaninya sibuk memuji Tuhan, Bunda Maria, dan orang-orang kudus; dan, sejatinya, kehidupan beragama adalah pujian tanpa henti kepada Tuhan.”
Barnaby menjawab, “Bapa, saya mengaku saya sudah bicara seperti orang bodoh. Panggilan Anda dalam hal apapun
tidak bisa dibandingkan dengan saya, dan walaupun mungkin ada pahala dari menari dengan uang logam yang diseimbangkan di atas tongkat di atas ujung hidung seseorang, itu
bukan pahala yang datang seperti hujan kepada Anda. Dengan senang hati saya akan, seperti Anda, Bapa, melakukan pelayanan setiap
hari,
terutama pelayanan
kepada Santa Perawan Maria, yang kepadanya saya sudah bersumpah untuk mengabdikan diri. Untuk bisa menjalani kehidupan biara saya rela meninggalkan seni yang membuat saya terkenal di lebih dari enam ratus kota dan desa dari Soissons sampai Beauvais.”
Biarawan itu tersentuh dengan kesucian hati sang
pelempar bola, dan karena dia sangat
arif, dia langsung mengenali Barnaby sebagai salah satu dari orang-orang yang di dalam Kitab Suci disebut: Damai di bumi untuk
orang-orang yang berkenan kepada-Nya5. Dan untuk alasan itu dia menjawab, “Teman Barnaby, ikutlah denganku, dan aku akan membuatmu diterima di biara yang kupimpin. Dia yang membawa Santa Maria dari Mesir keluar dari padang gurun sudah mempertemukan aku denganmu untuk
menunjukkan kepadamu jalan
keselamatan." Dengan cara itu, kemudian, Barnaby menjadi
seorang biarawan. Di biara tempat orang berlomba-lomba untuk memuji Santa Perawan Maria, dan untuk menghormatinya setiap orang mempersembahkan semua pengetahuan dan keterampilan
yang sudah diberikan Tuhan kepada mereka. Sang Kepala Biara memberikan
bagiannya dengan menulis buku tentang kebajikan Sang Bunda Allah menurut para ahli.
Saudara Maurice, dengan tangan yang terampil menyalin risalah itu di lembaran-lembaran kulit.
Saudara Alexander menghias lembaran itu dengan lukisan kecil yang indah. Sang Ratu Surga duduk di atas
singgasana Salomo, sementara empat singa
berjaga-jaga di bawah kakinya, di dekat awan-awan yang melingkari kepalanya terbang tujuh ekor merpati, itulah ketujuh karunia
Roh Kudus, yaitu, Takut akan Tuhan, Kesalehan, Pengenalan akan Tuhan, Keperkasaan, Nasihat, Pengertian, dan Kebijaksanaan. Untuk menemaninya ada enam perawan dengan rambut
emas, yaitu, Kerendahan Hati, Kebijaksanaan, Pengasingan, Penyerahan Diri, Keperawanan, dan Ketaatan.
Di kakinya ada dua bocah kecil telanjang, putih, dalam sikap sedang berdoa. Itu adalah jiwa-jiwa yang menyampaikan permohonan kepadanya untuk kesehatan jiwa mereka, supaya kita bisa yakin tidak memohon dengan sia-sia.
Di halaman lain di depan halaman tadi, Saudara Alexander menggambarkan Hawa, sehingga Kejatuhan dan
Penebusan bisa dirasakan di saat yang sama --Hawa Sang
Istri yang direndahkan, dan Perawan Maria yang ditinggikan.
Selanjutnya, keajaiban untuk yang melihatnya, buku ini
berisi juga Sumur Air Kehidupan, Air Mancur, Bunga Lily, Bulan, Matahari, dan Kebun Tertutup seperti dikatakan di Kidung Agung6, Gerbang Surga dan Kota Tuhan, dan semua itu adalah simbol dari Santa Perawan Maria.
Saudara Marbode juga salah satu
anak yang paling dikasihi oleh Bunda Maria.
Dia menghabiskan hari-harinya mengukir gambar di batu, sampai janggutnya, alisnya, dan rambutnya putih penuh debu, dan matanya bengkak dan terus mengeluarkan air mata; tapi kekuatan dan
keceriaannya tidak berkurang, walaupun dia sudah
melakukannya selama bertahun-tahun, dan jelas bahwa Sang Ratu Surga masih memberkati hambanya di usia tuanya. Marbode menggambarkannya duduk di atas singgasana,
alisnya dikelilingi awan bulat dengan mutiara. Dan dia memperhatikan
bagaimana lipatan gaunnya harus menutupi kakinya, seperti Sang Nabi pernah berkata: Kekasihku adalah kebun tertutup7. Kadang-kadang, dia juga menggambarkannya
sebagai seorang anak yang
penuh rahmat, dan muncul untuk
mengatakan, “Engkaulah Tuhanku, yang mengeluarkanku dari
rahim ibuku8.” Di biara itu juga, ada penyair yang menyusun himne dalam bahasa Latin, baik
dalam bentuk prosa dan sajak, untuk menghormati Santa
Perawan Maria, dan di antara kumpulan itu bahkan ada seorang saudara dari Picardy
yang menyanyikan keajaiban Bunda Maria dalam ayat berirama dan dengan lidah yang
kasar.
Menjadi saksi dari perlombaan pujian dan kemuliaan pekerjaan itu, Barnaby meratapi kebodohan dan kesederhanaannya. “Sial!” desahnya, ketika dia berjalan sendiri di taman kecil terbuka di biara itu, “Sial sekali aku, tidak punya kemampuan, seperti saudara-saudara yang lain, memuji Sang Bunda Allah dengan layak, kepada siapa aku harus mempersembahkan kasih di
hatiku. Sial! Sial! Aku cuma orang kasar dan tidak ahli dalam seni, dan aku tidak bisa memberimu pelayanan, Bunda Maria, seperti khotbah yang mendidik, atau lukisan yang bagus, atau patung pahatan yang indah, atau ayat-ayat yang pembacaannya diukur dengan ketukan kaki.
Tidak ada yang
aku punya, sial!”
Setelah itu dia mengerang dan pasrah dengan kesedihannya. Tapi satu malam, ketika para
biarawan menghabiskan jam bebas mereka dengan bercakap-cakap, dia mendengar salah satu dari
mereka menceritakan kisah seorang laki-laki religius yang tidak bisa mengingat dan mengulangi apapun selain Salam Maria. Orang malang itu dihina karena kebodohannya; tapi setelah kematiannya dari
mulutnya keluar
lima kuntum mawar yang melambangkan lima huruf dari nama Maria, dan dengan begitu kesalehannya diakui.
Sementara dia mendengarkan cerita ini
Barnaby dibuat kagum sekali lagi dengan kasih setia Santa Perawan Maria; tapi pelajaran dari kematian yang mulia itu tidak bisa menghiburnya, karena hatinya penuh dengan semangat, dan dia ingin menunjukkan kemuliaan kekasihnya, yang ada di sorga. Dia sedang mencari-cari cara
memecahkan masalah ini, tapi tidak juga menemukan caranya, dan hari demi hari dia semakin tertekan, ketika suatu pagi dia terbangun penuh sukacita, bergegas ke
kapel, dan berada di sana sendirian selama lebih
dari satu jam. Setelah makan malam dia kembali ke kapel sekali lagi. Dan, mulai saat
itu, dia datang setiap hari ke kapel di jam-jam sepi seperti itu, dan menghabiskan waktu yang berguna itu sementara para biarawan lain mengerjakan seni liberal dan mekanis. Kesedihannya lenyap, dan dia juga tidak lagi menggerutu.
Sebuah sikap yang aneh yang membangkitkan rasa ingin tahu para biarawan lain.
Mereka mulai bertanya satu sama lain
untuk tujuan apa Saudara Barnaby terus mengasingkan diri.
Sang Kepala Biara, yang bertugas untuk tidak membiarkan perilaku melenceng anak-anaknya dalam agama,
memutuskan untuk mengawasi Barnaby selama pengasingan dirinya ke kapel. Satu hari, ketika dia diam di sana seperti kebiasaannya, Sang Kepala Biara, didampingi dua biarawan yang
lebih tua, mengintip
dari celah
pintu untuk mencari tahu apa yang terjadi di dalam kapel.
Mereka melihat Barnaby di depan altar Santa Perawan Maria, dengan kepala menghadap ke bawah, dengan kaki di atas, sedang melemparkan enam bola tembaga dan selusin
pisau. Untuk menghormati Sang Bunda
Allah dia melakukan pertunjukan, yang dulu
pernah membuatnya terkenal. Tidak menyadari bahwa rekan
mereka yang sederhana itu sedang mempersembahkan Santa Perawan Maria pengetahuan dan keterampilannya, dua biarawan tua itu menyebutnya penistaan. Sang Kepala Biara tahu kemurnian jiwa Barnaby, tapi dia menyimpulkan bahwa Barnaby sudah dikuasai oleh kegilaan. Mereka bertiga bersiap untuk menyeretnya keluar dari kapel, ketika mereka
melihat Santa Perawan Maria menuruni tangga altar dan maju untuk menghapus keringat yang mengalir di dahi pelempar bolanya dengan lipatan jubah birunya.
Kemudian sang kepala biara, menjatuhkan wajahnya di lantai paving, dengan pelan berkata, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat
Allah9.”
“Amin!” jawab biarawan-biarawan yang lebih tua, sambil bersujud mencium tanah.
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek Anatole France yang lain di sini; atau cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan kaki:
1
Marie de France (1160-1215): penyair Perancis yang
tinggal di Inggris di akhir abad ke-12; dikenal karena karyanya Lais of Marie de France dan
menerjemahkan Aesop's Fabels --salah
satunya berjudul The Ant and the
Grasshopper-- ke dalam bahasa Anglo-Norman
France.
2 Merry Andrew: badut yang tampil mengganggu sebagai asisten seorang
artis; sering dihubungkan dengan drama Bartholomew
Fair dan disebut-sebut berasal dari nama Andrew Boorde, seorang penulis
Inggris.
3 Samson: hakim terakhir sekaligus orang terkuat di Israel yang
dikalahkan dengan tipu-daya Delilah seperti tertulis dalam Kitab Hakim-Hakim
13-16; sering disebut-sebut sebagai kisah Herakles (Herkules) versi Israel.
4 Hebe: dewi kemudaan dalam mitologi Yunani, putri Zeus dan Hera;
pembawa cangkir yang berisi nektar dan ambrosia untuk para dewa.
5 Lukas 2:14.
6 Kidung Agung: Kitab Kidung Agung, kumpulan syair-syair cinta dalam
Alkitab; sering ditafsirkan sebagai hubungan Tuhan dengan Israel atau orang
Kristen dengan gereja atau Kristus dengan jiwa manusia yang sangat intim
sehingga diibaratkan seperti hubungan perkawinan.
7 Kidung Agung 4:12.
8 Mazmur 22:10.
9 Matius 5:8.

Comments
Post a Comment