Sang Gubernur Yudea (The Procurator Of Judea ~ Anatole France)
Dia menghindari semua urusan dengan perempuan bukan
budak, tidak tertarik pada jabatan publik, menjauhi tanda-tanda dukungan dan
tinggal tersembunyi di rumahnya di Exquiliae. Menuliskan hal-hal penting yang sudah
dilihatnya dalam perjalanan jauhnya, dia menciptakan, katanya, dari penderitaan
masa lalunya, pengalihan dari waktu-waktu yang dia miliki hari ini. Di
tengah-tengah kerja keras yang tenang ini, dan ketika dia dengan tekun
memikirkan karya-karya Epicurus6, dia melihat, dengan sedikit
kejutan dan sejumlah kesedihan, usia tua merayap padanya. Dalam usianya yang
keenam puluh dua, tersiksa oleh flu yang sangat tidak nyaman, dia pergi untuk
mengambil air di Baiae. Pantai ini, yang sebelumnya disukai oleh burung cekakak,
pada waktu itu sering dikunjungi oleh orang-orang Romawi yang kaya dan mencari
kesenangan. Selama seminggu Lamia hidup sendiri dan tanpa teman yang sangat
hebat, ketika, suatu hari, setelah makan malam, karena sudah merasa sehat, dia
memutuskan untuk mendaki bukit-bukit yang ditumbuhi tanaman merambat seperti
pemuja Bacchus, memandang ombak di lautan.
Setelah sampai di puncak, dia duduk di sisi jalan
setapak di bawah pohon tarbantin, dan membiarkan pandangannya menjelajahi
pemandangan yang indah. Di sebelah kirinya, Padang Phlegraean, pucat dan
gersang, membentang sampai reruntuhan Cumae. Di sebelah kanannya, Tanjung
Misenus menancapkan taji tajamnya ke Laut Tirenia. Di kakinya, di sebelah
barat, kota Baiae yang kaya, memeluk lengkungan garis pantai yang anggun,
memamerkan taman-tamannya, vila-vilanya yang dihuni patung-patung,
serambi-serambinya, dan teras-teras marmernya di tepi laut biru tempat
lumba-lumba bermain. Di depannya, di seberang teluk, di pesisir Campania,
disepuh oleh matahari yang sudah rendah di langit, kuil-kuil bersinar,
dimahkotai oleh pohon-pohon salam Pausilipon, dan, di cakrawala yang jauh, Gunung
Vesuvius terbatuk-batuk dan tertawa.
Lamia menarik gulungan berisi Treatise on
Nature7 karya Epicurus dari lipatan toganya, membentangkannya di
tanah dan mulai membaca. Tapi, teriakan seorang budak memperingatkannya untuk
bangun dan memberi jalan bagi tandu yang datang melalui jalan setapak sempit di
antara tanaman merambat. Saat tandu terbuka itu mendekat, Lamia melihat, terlentang
di atas bantal, seorang laki-laki tua yang sangat gemuk yang, dengan kepala di
tangan, memandang ke luar dengan mata yang muram sekaligus angkuh. Hidungnya
yang mancung turun sampai ke bibirnya, diperketat oleh dagu yang menonjol dan
rahang yang kuat.
Seketika, Lamia yakin dia mengenali wajah itu. Tapi, dia ragu sejenak untuk menyebutkan namanya. Kemudian dia tiba-tiba berlari ke tandu itu dengan perasaan terkejut dan gembira, "Pontius Pilatus8!" serunya. "Puji Tuhan. Aku diberi kesempatan untuk bertemu denganmu lagi!"
Laki-laki tua itu memberi isyarat kepada para
budak untuk berhenti dan memusatkan perhatiannya pada laki-laki yang sekarang
menyambutnya.
"Pontius, tuan rumahku yang baik,"
lanjutnya. "Apakah dua puluh tahun sudah membuat rambutku cukup putih dan
pipiku cukup cekung sehingga kau tidak lagi mengenali temanmu Aelius
Lamia?"
Mendengar nama ini, Pontius Pilatus turun dari
tandu dengan cara yang sigap karena kelelahan mengingat usianya dan berat tubuhnya.
Lalu dia memeluk Aelius Lamia dua kali.
"Senang sekali bertemu denganmu lagi,"
katanya. "Sayangnya, kau mengingatkanku pada masa lalu, saat aku menjadi gubernur
Yudea di provinsi Suriah. Aku melihatmu pertama kali tiga puluh tahun yang
lalu. Di Kaisarea, kau datang untuk melampiaskan kekesalanmu selama
pengasingan. Aku cukup senang bisa sedikit meredakannya, dan kau, karena
persahabatan, Lamia, mengikutiku ke Yerusalem yang menyedihkan tempat
orang-orang Yahudi memenuhi diriku dengan kepahitan dan rasa jijik. Kau tinggal
sebagai tamu dan temanku selama lebih dari sepuluh tahun, dan kita berdua,
berbicara tentang Roma, menghibur diri sendiri, kau atas kemalanganmu, aku atas
promosiku."
Lamia kembali memeluknya.
"Itu belum semuanya, Pontius. Kau lupa bahwa
kau menggunakan koneksimu dengan Herodes Antipas9 untuk
kepentinganku dan membuka dompetmu untukku dengan murah hati."
"Jangan dibesar-besarkan," jawab
Pontius, "karena, ketika kau kembali ke Roma, kau mengirimiku sejumlah
uang melalui salah satu orang yang kaubebaskan yang membayarku dengan bunganya."
"Berapa pun yang kubayar, kurasa aku tidak
terbebas dari utang kepadamu, Pontius. Tapi katakan padaku, apakah para dewa sudah
mengabulkan keinginanmu? Apakah kau menikmati semua kebahagiaan yang pantas kau
dapatkan? Ceritakanlah padaku tentang keluargamu, kekayaanmu,
kesehatanmu!"
"Aku sudah pensiun di Sisilia, tempat aku
memiliki tanah yang kutanami sendiri dan menjual gandum. Putri sulungku, Pontia
yang sangat kusayangi, sekarang menjadi janda, tinggal bersamaku dan mengurus
rumahku. Syukurlah, aku belum kehilangan kekuatan dan ingatanku. Tapi, usia tua
tidak datang tanpa serangkaian rasa sakit dan nyeri yang panjang. Aku menderita
asam urat yang sangat parah. Dan kau lihat aku sekarang sedang mencari obat
untuk penyakitku di Padang Phlegraean. Tanah yang terbakar ini, yang pada malam
hari mengeluarkan api, mengembuskan uap belerang yang menyengat yang, seperti
kata orang, meredakan nyeri dan mengembalikan fleksibilitas pada sendi dan
anggota tubuh. Itulah yang dokter katakan kepadaku."
"Semoga kau mendapatkannya, Pontius! Tapi,
terlepas dari penyakit asam urat dan gigitan serangga, kau sama sekali tidak
tampak setua aku, meskipun sebenarnya kau sepuluh tahun lebih tua. Yang pasti
kau masih lebih kuat dariku, dan aku senang melihatmu masih begitu kuat. Kenapa,
sayangku, kau menolak jabatan publik begitu cepat? Kenapa, setelah kau
meninggalkan jabatan gubernur di Yudea, kau tinggal di tanah milikmu di Sisilia
dalam pengasingan secara sukarela? Ceritakan padaku apa yang kau lakukan sejak
aku pergi dari sana sebagai saksi atas tindakanmu. Kau sedang bersiap untuk
menumpas pemberontakan orang Samaria ketika aku berangkat ke Kapadokia, tempat
aku berharap memperoleh keuntungan dari beternak keledai dan kuda. Sejak saat
itu aku tidak pernah melihatmu lagi. Apa keberhasilan ekspedisi itu? Ceritakan
padaku. Aku tertarik dengan semua yang sudah terjadi padamu."
Pontius Pilatus menggelengkan kepalanya dengan
sedih.
"Kepedulian yang wajar," katanya,
"dan rasa tanggung jawab menuntunku untuk melaksanakan tugas-tugas publikku
tidak hanya dengan tekun tapi juga dengan cinta. Tapi kebencian terus-menerus
menghantuiku. Intrik dan fitnah menghancurkan hidupku seperti getah yang
mengalir dan menghancurkan buah yang seharusnya matang. Kau bertanya kepadaku
tentang pemberontakan orang Samaria. Mari kita duduk di gundukan tanah ini. Aku
bisa menceritakannya kepadamu hanya dalam beberapa kata. Peristiwa-peristiwa
itu masih segar dalam ingatanku hari ini seperti baru terjadi kemarin. Seorang laki-laki
yang dihormati, yang fasih bicara, seperti kebanyakan orang di Suriah, membujuk
orang Samaria untuk mengangkat senjata dan berkumpul di Gunung Gerizim, yang
dianggap sebagai tempat suci di wilayah itu, dan dia bersumpah untuk
menunjukkan kepada mereka bejana-bejana suci yang disembunyikan oleh seorang
pahlawan eponim10, atau lebih tepatnya seorang nabi lokal bernama
Musa, di sana pada masa Evander11 dan Aeneas12, para
pendiri bangsa kita. Atas dasar keyakinan ini orang Samaria memberontak. Tapi,
setelah diperintahkan pada waktunya untuk menghentikan mereka, aku menempatkan
pasukan infanteri dan kavaleri di gunung untuk mengawasi jalan masuk ke sana.
Langkah-langkah bijaksana ini sangat dibutuhkan. Para pemberontak sudah
mengepung kota Tirathaba, yang terletak di kaki Gunung Gerizim. Aku membubarkan
mereka dengan mudah dan menghentikan pemberontakan sejak awal. Kemudian, untuk
memberi contoh dengan korban seminimal mungkin, aku mengeksekusi para pemimpin
pemberontakan. Tapi kau tahu, Lamia, betapa bergantungnya aku pada niat baik
Prokonsul Vitellius13 yang memerintah provinsi Suriah bukan untuk
Roma tapi melawan Roma dan berpikir bahwa provinsi-provinsi Kekaisaran dapat
dibagi-bagi seperti pertanian untuk tetrarki14. Orang-orang
terkemuka di antara orang Samaria menangis dengan kebencian kepadaku di
kakinya. Mendengarkkan mereka, tidak ada yang lebih jauh dari pikiran mereka selain
memberontak kepada Caesar. Aku sudah bertindak provokatif, dan untuk membalas
kekerasanku terhadap mereka, mereka berkumpul di sekitar Tirathaba. Dan
Vitellius mendengar keluhan mereka dan, setelah mempercayakan urusan Yudea
kepada temannya Marcellus15, dia memerintahkanku untuk mempertanggungjawabkan
tindakanku di hadapan kaisar. Hatiku dibebani rasa sakit dan dendam, aku pergi
ke laut. Saat aku mendekati pantai Italia, Tiberius, yang sudah tua dan lelah
karena urusan kekaisaran, meninggal tiba-tiba di Tanjung Misenus, yang
tanduknya bisa kau lihat dari sini memanjang dalam kabut malam. Aku memohon
kasusku kepada Caius16, penggantinya, yang secara alami sangat cerdas
dan sangat mengerti urusan Suriah. Tapi, heranlah bersamaku, Lamia, bagaimana
kemalanganku terus berlanjut sampai menyebabkan kejatuhanku. Caius menjaga
orang Yahudi Agrippa17, temannya, teman masa kecilnya, yang sangat dia
cintai lebih daripada nyawanya sendiri, di Roma. Agrippa memandang Vitellius
dengan baik karena Vitellius adalah musuh Antipas, yang sangat dibenci Agrippa.
Kaisar berpihak pada teman Yahudinya dan bahkan tidak mengizinkan aku bertemu
dengannya. Aku terpaksa tinggal di bawah awan aib yang tidak pantas. Menelan
air mataku, yang dipupuk oleh empedu, aku pensiun ke tanahku di Sisilia tempat
aku seharusnya mati karena penyesalan kalau saja Pontia-ku yang manis tidak
datang untuk menghibur ayahnya. Aku menanam gandum dan menumbuhkan bulir gandum
yang paling gemuk di seluruh pulau. Hari ini hidupku berakhir. Generasi yang
akan datang akan mengadili antara Vitellius dan aku."
"Pontius," jawab Lamia, "aku yakin
kau sudah bertindak terhadap orang Samaria dengan kemampuan terbaikmu dan demi
kepentingan Roma semata. Tapi, bukankah pada saat itu kau terlalu mudah
menyerah pada keberanian gegabah yang selalu menyeretmu ke dalam berbagai
masalah? Kau tahu bahwa di Yudea, meskipun kau waktu itu lebih muda dan karena
itu lebih bersemangat, sering kali aku memintamu untuk bersikap lemah lembut
dan lunak."
"Bersikap lunak kepada orang Yahudi!"
seru Pontius Pilatus. "Meskipun kau pernah tinggal di antara mereka, kau
tidak tahu banyak tentang musuh-musuh umat manusia ini. Baik sombong maupun
rendah hati, menggabungkan kepengecutan yang memalukan dengan kekeraskepalaan
yang tak terkalahkan, mereka merusak cinta dan kebencian sekaligus. Cara
berpikirku, Lamia, didasarkan pada prinsip-prinsip Augustus18 yang suci.
Bahkan, ketika aku diangkat menjadi gubernur Yudea, bumi sudah dibalut dengan
megah dalam Pax Romana19. Para prokonsul tidak lagi menjadi
kaya dari penjarahan provinsi-provinsi seperti yang terlihat selama perang
saudara kita. Aku hanya berhati-hati untuk menggunakan kebijaksanaan dan moderat.
Karena para dewa adalah saksiku, aku kuat dalam menahan diri. Apa gunanya
pikiran-pikiran baik ini bagiku? Kau melihatku, Lamia, di awal jabatan
gubernurku, ketika pemberontakan pertama meletus. Apakah aku perlu
mengingatkanmu tentang keadaannya? Garnisun di Kaisarea sudah berangkat untuk
menempati tempat tinggal musim dinginnya di Yerusalem. Para legiuner
membawa gambar Caesar pada panji-panji mereka. Gambar-gambar ini menyinggung
orang-orang Yerusalem yang tidak mengakui kesucian kaisar, seolah-olah, di
bawah perintah untuk patuh, tidak lebih terhormat untuk mematuhi dewa daripada
manusia. Para pendeta datang ke istanaku untuk memintaku dengan kerendahan hati
yang angkuh agar panji-panji itu disingkirkan dari tempat-tempat suci. Aku
menolak karena menghormati kesucian Caesar dan keagungan Kekaisaran. Kemudian
rakyat jelata, bergabung dengan para pendeta, mengangkat suara mereka dengan
mengancam di sekitar praetorium20. Aku memerintahkan para
prajurit untuk membentuk barisan phalanx di depan Menara Antonia, dan
pergi, bersenjatakan tongkat, seperti para lictor21, untuk
membubarkan kerumunan yang kurang ajar itu. Tapi, tidak mengacuhkan
pukulan-pukulan itu, orang-orang Yahudi terus memohon padaku dan yang paling
keras kepala di antara mereka berbaring di tanah, menjulurkan leher mereka dan
membiarkan diri mereka dipukuli sampai mati dengan tongkat. Kau kemudian
menyaksikan penghinaanku, Lamia. Atas perintah Vitellius, aku harus mengirim
panji-panji itu kembali ke Kaisarea. Tentunya itu adalah rasa malu yang tidak
pantas aku terima. Di sini, di hadapan para dewa abadi, aku bersumpah bahwa,
selama masa jabatanku sebagai gubernur, aku tidak pernah melanggar keadilan dan
hukum. Tapi, aku sudah tua. Musuh-musuhku dan semua yang menjadi saksi-saksiki
sudah mati. Aku akan mati tanpa dendam. Siapa yang akan membela
ingatanku?"
Dia mengerang dan berhenti bicara. Lamia menjawabnya, "Adalah bijaksana untuk tidak menaruh rasa takut atau harapan pada masa depan yang tidak pasti. Apa pentingnya apa yang akan dipikirkan orang tentang kita? Satu-satunya saksi dan hakim kita adalah diri kita sendiri. Yakinlah, Pontius Pilatus, atas kesaksian yang sudah kau berikan atas kebakalaunmu. Puaskanlah dirimu dengan penghargaan dirimu sendiri dan penghargaan teman-temanmu. Selain itu, orang-orang tidak hanya diatur oleh kelembutan. Filosofi cinta kasih terhadap kemanusiaan yang kita anjurkan untuk ditunjukkan tidak ada hubungannya dengan tindakan para tokoh."
"Mari kita bicarakan hal lain," kata
Pontius. "Uap belerang yang dikeluarkan oleh Padang Phlegraean lebih
manjur kalau keluar dari tanah yang masih dihangatkan oleh sinar matahari.
Sebaiknya aku bergegas. Selamat tinggal! Tapi, karena aku sudah menemukan
seorang teman, aku ingin memanfaatkan keberuntungan ini. Aelius Lamia, berilah
aku kehormatan untuk datang makan malam bersamaku besok. Rumahku berada di tepi
laut, di ujung kota, menuju Misenus. Kau akan mengenalinya dengan mudah dari
serambi tempat kau akan melihat lukisan yang memperlihatkan Orpheus22 di antara
singa dan harimau, dia menawan dengan suara kecapinya. Sampai jumpa besok,
Lamia," katanya, sambil naik kembali ke tandunya. "Besok kita akan bercerita
tentang Yudea."
Keesokan harinya, saat makan malam, Aelius Lamia
pergi ke rumah Pontius Pilatus. Hanya ada dua sofa yang menanti tamu undangan makan
malam itu. Meja yang tidak mencolok tapi ditata dengan baik, berisi
piring-piring perak yang berisi warbler yang diolah dengan madu, anis,
tiram dari Danau Lucrino, dan ikan lamperi dari Sisilia. Pontius dan Lamia
saling bertanya saat makan tentang penyakit yang mereka derita yang gejalanya
mereka gambarkan panjang lebar dan mereka saling menceritakan berbagai
pengobatan yang direkomendasikan kepada mereka. Kemudian, sambil mengucapkan
selamat kepada diri mereka sendiri karena sudah dipertemukan kembali di Baiae,
mereka saling berlomba memuji keindahan garis pantai ini dan udara sejuk yang bisa
dihirup di sana. Lamia memuji keanggunan para perempuan penghibur yang lewat di
pantai, membawa emas dan menyeret gaun panjang yang dirajut oleh orang-orang
barbar. Tapi, gubernur tua itu menyesalkan kemewahan yang, demi batu-batu
murahan dan jaring laba-laba yang ditenun dengan tangan, membuat mata uang
Romawi beredar di antara orang-orang asing dan bahkan di antara musuh-musuh
kekaisaran. Mereka kemudian berbicara tentang prestasi besar teknik sipil yang terdapat
di wilayah tersebut, jembatan besar yang dibangun Caius antara Puteoli dan
Baiae, dan kanal-kanal yang diperintahkan digali oleh Augustus untuk
mengalirkan air dari laut ke danau-danau Avernus dan Lucrino.
"Aku juga," kata Pontius sambil
mendesah, "ingin melakukan pekerjaan yang besar. Ketika aku diberi jabatan,
karena dosa-dosaku, sebagai gubernur Yudea, aku menelusuri rencana pembangunan
saluran air sepanjang dua ratus stadia23 yang akan membawa pasokan
air bersih yang melimpah ke Yerusalem. Ketinggian permukaan air, kapasitas
modul, kemiringan wadah perunggu tempat pipa-pipa akan disesuaikan, aku sudah
mempelajari semuanya dan, menurut pendapat para insinyur, aku memecahkan semua
masalah itu sendiri. Aku menyiapkan undang-undang untuk mengatur penggunaan
air, sehingga tidak seorang pun dapat menggunakannya secara ilegal. Para
arsitek dan pekerja sudah diatur dan aku memberi perintah untuk memulai pekerjaan.
Tapi, jauh dari rasa puas melihat saluran air yang sedang dibangun yang, pada
lengkungan-lengkungan yang kuat, akan membawa kesehatan serta air ke kota
mereka, orang-orang Yerusalem berteriak dengan ratapan keras. Dengan gaduh,
menuduh kami melakukan penistaan dan kejahatan, mereka menyerang para pekerja
dan mengacak-acak batu-batu fondasi. Dapatkah kau membayangkan orang-orang
barbar yang lebih kotor, Lamia? Meskipun demikian, Vitellius ikut campur dan aku
menerima perintah untuk menghentikan pekerjaan tersebut."
"Ini pertanyaan besar," kata Lamia,
"apakah seseorang harus membuat orang bahagia meskipun mereka sendiri
tidak menginginkannya."
Pontius Pilatus melanjutkan tanpa menghiraukannya, "Betapa gilanya menolak saluran air! Tapi, segala hal yang berbau Romawi dibenci oleh orang Yahudi. Bagi mereka, kita adalah makhluk yang tidak murni dan kehadiran kita merupakan sebuah kekejian bagi mereka. Kau tahu mereka tidak berani memasuki gedung pengadilan karena takut menajiskan diri mereka sendiri dan bahwa aku harus mengadakan pengadilan di pengadilan terbuka, di atas lantai marmer yang sering kau injak. Mereka takut dan membenci kita. Tapi, bukankah Roma adalah ibu dan guru bagi orang-orang yang semuanya, seperti anak-anak, beristirahat dan tersenyum di dadanya yang terhormat? Elang-elang kita sudah membawa kedamaian dan kebebasan ke batas-batas dunia yang dikenal. Memandang sebagai teman pada mereka yang kita taklukkan, kita serahkan kepada orang-orang yang ditaklukkan dan memastikan adat istiadat dan hukum mereka. Bukankah cuma sejak Pompey menaklukkannya, Suriah, yang sebelumnya terpecah belah oleh banyak raja yang berperang, mulai merasakan kedamaian dan kemakmuran? Dan bahkan ketika Roma bisa menjual keuntungannya demi emas, apakah dia menjarah harta karun yang melimpah di kuil-kuil orang barbar? Apakah dia menjarah harta Dewi Agung di Galatia, atau harta Jupiter di Kapadokia dan Kilikia, atau harta Tuhan orang Yahudi di Yerusalem? Antiokhia, Palmyra, Apamea semuanya dibiarkan aman meskipun mereka kaya, dan, tidak lagi perlu takut pada serangan orang Arab gurun, membangun kuil-kuil untuk kejeniusan Roma dan Kaisar yang suci. Cuma orang Yahudi yang membenci kita dan menentang kita. Kita harus merebut upeti dari mereka, dan mereka dengan keras kepala menolak untuk melakukan dinas militer."
"Orang-orang Yahudi," jawab Lamia,
"sangat terikat dengan adat istiadat kuno mereka. Mereka mencurigaimu,
tanpa alasan yang jelas, aku setuju, ingin menghapus hukum mereka dan mengubah
kebiasaan mereka. Izinkan aku berkata, Pontius, bahwa kau tidak selalu
bertindak dengan cara yang dibuat untuk menghilangkan kesalahan mereka yang
tidak menguntungkan. Kau merasa senang, meskipun kau tidak menginginkannya,
dalam mengobarkan kecemasan mereka, dan aku melihat kau lebih dari sekali gagal
menyembunyikan di hadapan mereka penghinaan yang ditimbulkan oleh kepercayaan
dan upacara keagamaan mereka terhadapmu. Kau khususnya membuat mereka jengkel
dengan meminta para legiuner-mu menjaga jubah dan perhiasan imam besar
di Menara Antonia. Kau harus mengakui bahwa, tanpa harus bangkit seperti yang
harus kita lakukan untuk merenungkan keilahian, orang-orang Yahudi masih
merayakan misteri-misteri yang dimuliakan di zaman kuno mereka."
Pontius Pilatus mengangkat bahunya, "Mereka tidak,” katanya, “memiliki pengetahuan pasti tentang sifat para dewa. Mereka menyembah Jupiter, tapi tanpa memberinya nama atau wajah. Mereka bahkan tidak memujanya dalam bentuk batu seperti yang dilakukan orang-orang tertentu di Asia. Mereka tidak tahu apa-apa tentang Apollo, Neptunus, Mars, Pluto, atau dewi mana pun. Tapi, aku yakin bahwa mereka pernah memuja Venus. Karena bahkan sekarang para perempuan mempersembahkan burung merpati sebagai korban di altar, dan kau tahu seperti aku bahwa pedagang dengan kios di bawah serambi kuil menjual sepasang burung ini untuk dikorbankan. Aku bahkan pernah diberitahu suatu hari bahwa seorang gila sudah membalik-balikkan kios para pedagang ini bersama dengan kandang-kandang mereka. Para pendeta mengeluhkan hal itu kepadaku sebagai tindakan yang tidak senonoh. Aku pikir kebiasaan mengorbankan burung merpati itu dibuat untuk menghormati Venus. Kenapa kau tertawa, Lamia?"
"Aku tertawa," kata Lamia, "pada
sebuah ide lucu yang, entah bagaimana, baru saja terlintas di benakku. Aku
bermimpi bahwa suatu hari Dewa Jupiter orang Yahudi akan datang ke Roma untuk
menganiayamu. Kenapa tidak? Asia dan Afrika sudah memberi kita banyak sekali
dewa. Kita sudah melihat kuil-kuil yang didirikan di Roma untuk menghormati
Isis dan dewa serigala yang menggonggong, Anubis. Kita menemukan di
persimpangan jalan dan bahkan di tambang, Dewi yang Baik dari orang-orang
Suriah, yang digendong oleh seekor keledai. Dan apakah kau tidak tahu bahwa, di
wilayah kekuasaan Tiberius, seorang kesatria muda menyamar sebagai Dewa Jupiter
bertanduk dari orang-orang Mesir dan dengan penyamaran ini memperoleh dukungan
dari seorang perempuan terhormat, yang terlalu berbudi luhur untuk menahan apa
pun dari para dewa! Berdoalah, Pontius, agar Tuhan orang-orang Yahudi yang tak
terlihat itu tidak turun suatu hari nanti ke Ostia!"
Pada gagasan bahwa seorang Tuhan dapat datang dari Yudea, senyum singkat tersungging di wajah tegas sang gubernur. Kemudian dia menjawab dengan sungguh-sungguh, "Bagaimana orang-orang Yahudi memaksakan hukum suci mereka kepada orang luar ketika mereka sendiri saling mencabik-cabik untuk menafsirkan hukum itu? Terpecah menjadi dua puluh sekte yang bersaing, kau sudah melihat mereka, Lamia, memegang gulungan kitab mereka di alun-alun, saling menghina dan mencabut jenggot satu sama lain. Kau sudah melihat mereka, di anak tangga teratas crepidoma24 kuil, merobek jubah kotor mereka dalam kesedihan di sekitar seorang gila yang sedang trans kenabian. Mereka tidak bisa membayangkan argumen yang damai, dengan jiwa yang tenang, tentang yang numinous, yang terselubung dan penuh ketidakpastian. Sifat dewa-dewa abadi tetap menjadi misteri bagi kita yang tidak bisa kita pahami. Tapi, aku pikir adalah bijaksana untuk percaya pada pemeliharaan ilahi. Tapi orang-orang Yahudi tidak memiliki filsafat dan tidak bisa menoleransi keragaman pendapat. Sebaliknya, mereka menilai adalah layak untuk memberikan hukuman tertinggi buat siapa pun yang mengungkapkan perasaan tentang subjek Tuhan yang bertentangan dengan apa yang dinyatakan hukum mereka tentangNya. Dan karena, sejak mereka berada di bawah kekuasaan Romawi, hukuman mati yang dijatuhkan oleh pengadilan mereka hanya bisa dilaksanakan dengan persetujuan prokonsul atau prokurator, mereka terus-menerus menekan para hakim Romawi untuk mendukung keputusan mereka yang mematikan. Mereka menyerbu praetorium dengan tuntutan mereka untuk hukuman mati. Seratus kali aku melihat mereka, mengerumuni aku, kaya dan miskin, berpegangan pada pendeta mereka, dengan marah mengepung tempat duduk gadingku, menarik lipatan togaku dan tali sandalku, berteriak-teriak, menuntut aku untuk membunuh beberapa orang malang yang kejahatannya tidak bisa aku pahami dan yang cuma bisa aku anggap sama gilanya dengan para penuduhnya. Apa yang aku katakan? Seratus kali? Itu terjadi setiap hari, setiap jam dalam sehari. Tapi, aku harus menerapkan hukum mereka seperti yang aku lakukan terhadap hukum kita, karena Roma sudah menempatkan aku bukan untuk menghancurkan tapi untuk mendukung adat istiadat mereka, dan aku memiliki kekuasaan untuk mengampuni atau menghukum mereka. Awalnya aku mencoba membuat mereka mengerti, aku berusaha menyelamatkan korban-korban mereka yang malang dari hukuman. Tapi, kelonggaran dari pihakku ini cuma membuat mereka semakin kesal. Mereka menyerang mangsanya dengan memukul-mukul dengan sayap dan mematuk dengan paruh mereka seperti burung nasar. Pendeta mereka menulis surat kepada Caesar bahwa aku melanggar hukum mereka, dan petisi mereka, yang didukung oleh Vitellius, membuat aku sangat tidak disukai. Betapa seringnya keinginan muncul dalam diriku untuk menjadikan, seperti kata orang Yunani, baik terdakwa maupun hakim mereka sebagai makanan bagi burung gagak! Jangan berpikir, Lamia, bahwa aku menyimpan dendam dan kemarahan terhadap orang-orang ini yang sudah mengalahkan semua yang Romawi dan cinta damai dalam diriku. Tapi, aku bisa meramalkan dengan sangat baik tindakan drastis yang akan mereka lakukan terhadap kita cepat atau lambat. Kalau kita tidak bisa memerintah mereka, kita harus menghancurkan mereka. Jangan ragu bahwa, mereka yang selalu memberontak dan merencanakan rencana terhadap kita dalam jiwa mereka yang terlalu panas, suatu hari nanti mereka akan meledak dengan amarah yang tidak akan ada bandingannya dengan kemarahan orang-orang Numidia dan ancaman yang ditimbulkan oleh orang-orang Parthia. Mereka memelihara harapan-harapan gila dalam bayangan dan dengan gila-gilaan bersekongkol untuk menghancurkan kita. Bagaimana mungkin tidak, mengingat mereka menunggu, kalau nabi-nabi mereka bisa dipercaya, seorang pangeran dari garis keturunan mereka yang akan memerintah dunia? Kita tidak akan pernah mengalahkan orang-orang ini. Mereka harus dilenyapkan. Kita harus meratakan Yerusalem dengan tanah. Mungkin, setua aku, aku akan diberikan kesempatan untuk melihat hari ketika tembok-temboknya akan runtuh, ketika api melahap rumah-rumahnya, ketika penduduknya dibantai oleh pedang dan garam ditaburkan di tempat-tempat yang dulunya merupakan Bait Suci. Dan pada hari itu akhirnya aku akan dibenarkan."
Lamia berusaha untuk mengembalikan percakapan ke
keadaan yang lebih tenang.
"Pontius," katanya, "aku bisa
dengan mudah menjelaskan kepadamu baik kebencian lamamu maupun firasat-firasat
jahatmu. Tentu saja, apa yang kau ketahui tentang karakter orang-orang Yahudi
tidak menguntungkan mereka. Tapi, aku, yang ingin tahu tentang Yerusalem dan
bergaul dengan orang-orang itu, bisa menemukan dalam diri orang-orang ini kebajikan-kebajikan
tersembunyi, yang disembunyikan darimu. Aku mengenal orang-orang Yahudi yang
penuh kelembutan, yang kebiasaannya sederhana dan hatinya yang setia mengingatkan
aku pada apa yang dikatakan penyair kita tentang laki-laki tua dari Ebalia. Dan
kau sendiri, Pontius, melihat orang-orang sederhana dipukuli sampai mati oleh
tongkat legiuner, yang, bahkan tanpa menyebutkan nama mereka, mati demi
suatu tujuan yang mereka anggap adil. Orang-orang seperti itu tidak pantas
dihina. Aku bicara seperti ini karena memang sudah sepantasnya untuk menjaga
keseimbangan dalam segala hal. Tapi, aku akui bahwa aku tidak pernah merasa
simpati terhadap laki-laki Yahudi. Di sisi lain, aku sangat menyukai perempuan
Yahudi. Saat itu aku masih muda, dan perempuan Suriah mengacaukan indraaku.
Bibir mereka yang merah, mata mereka yang basah, dan tatapan mereka yang panjang
bersinar dalam bayangan, menyentuhku sampai ke sumsum tulangku. Berdandan dan
dicat, dan berbau narwastu25 dan mur, direndam dalam rempah-rempah, tubuh
mereka langka dan nikmat."
Pontius mendengarkan pujian-pujian ini dengan tidak sabar, "Aku bukanlah orang yang akan jatuh ke dalam perangkap perempuan-perempuan Yahudi yang menggodaku," katanya, "dan karena kau membuatku mengatakannya, Lamia, aku tidak pernah menyetujui kurangnya pengendalian dirimu. Kalau aku tidak cukup menekankan kepadamu di masa lalu bahwa aku menganggapmu sangat bersalah karena sudah merayu, di Roma, istri seorang konsul, kurasa itu karena kau saat itu sudah membayar mahal untuk kejahatan itu. Pernikahan adalah lembaga suci bagi kaum bangsawan, yang dipercaya Roma. Sedangkan untuk budak atau perempuan asing, hubungan yang bisa kau jalin dengan mereka tidak akan berarti apa-apa kalau tubuhmu tidak terbiasa dengan kelembutan yang memalukan di dalamnya. Kau berkorban terlalu bebas untuk dewi persimpangan jalan, harus kukatakan, dan yang paling kutemukan salah dalam dirimu, Lamia, adalah kau tidak menikah secara sah dan memberikan anak-anak kepada Roma sebagaimana seharusnya dilakukan oleh setiap warga negara yang baik."
Tapi, laki-laki yang diasingkan oleh Tiberius itu tidak
lagi mendengarkan hakim tua itu. Setelah menghabiskan vinum falernum26
di cangkirnya, dia tersenyum pada gambar yang tak terlihat.
Setelah hening sejenak, dia melanjutkan dengan suara yang sangat pelan yang berangsur-angsur menjadi lebih keras, "Mereka menari dengan sangat lesu, para perempuan Suriah. Saat itu aku mengenal seorang perempuan Yahudi di Yerusalem yang, di sebuah gubuk, dengan cahaya lampu kecil yang berasap, di atas karpet yang buruk, menari sambil mengangkat lengannya untuk memukul-mukul simbalnya. Punggungnya melengkung, kepalanya tertunduk dan seolah-olah terseret oleh rambutnya yang berwarna merah tua, matanya tenggelam dalam kenikmatan, bersemangat dan lesu, lentur, dia akan membuat Cleopatra sendiri pucat karena iri. Aku menyukai tariannya yang kasar, nyanyiannya yang sedikit serak tapi begitu merdu, bau dupanya, keadaan setengah tertidurnya yang tampaknya dia nikmati. Aku mengikutinya ke mana-mana. Aku berbaur dengan kerumunan tentara, tukang perahu, dan pemungut cukai yang kejam yang mengelilinginya. Suatu hari dia menghilang dan aku tidak pernah melihatnya lagi. Aku mencarinya untuk waktu yang lama di gang-gang dan bar yang meragukan. Dia lebih sulit bagiku untuk hidup tanpanya daripada Anggur Yunani. Beberapa bulan setelah aku kehilangan jejaknya, aku mengetahui, secara kebetulan, bahwa dia sudah bergabung dengan sekelompok kecil laki-laki dan perempuan yang merupakan pengikut seorang pembuat mukjizat muda dari Galilea. Dia disebut Yesus, berasal dari Nazaret, dan disalibkan, karena kejahatan apa yang aku tidak tahu. Apakah kau ingat orang ini, Pontius?"
Pontius Pilatus mengerutkan kening, menempelkan
tangannya ke dahinya seperti seseorang yang mencoba mengingat. Kemudian,
setelah beberapa saat hening, dia bergumam:
"Yesus. Yesus. Dari Nazaret? Tidak. Aku tidak bisa mengingatnya."
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan kaki:
1 Publius Sulpicius Quirinius: seorang bangsawan Romawi, yang menduduki
sejumlah jabatan di pemerintahan Kekaisaran Romawi pada abad pertama sebelum
Masehi sampai abad pertama setelah Masehi. Namanya disebut dalam bagian
Perjanjian Baru di Alkitab, khususnya dalam Injil Lukas, menyangkut waktu
kelahiran Yesus Kristus.
2 Tiberius Julius Caesar
Augustus: kaisar Romawi dari tahun 14 hingga 37 M. Da menggantikan ayah
tirinya Augustus, kaisar Romawi pertama.
3 Kaisarea Maritima:
kota pelabuhan kuno dan abad pertengahan di pantai Mediterania timur; ibu kota
Yudea Romawi, Palestina Suriah dan Palestina Prima dan pusat intelektual utama
di Mediterania.
4 Gaius Julius: lebih
dikenal sebagai Julius Caesar; seorang jenderal dan negarawan Romawi. Dia
memainkan peran penting dalam peristiwa-peristiwa yang menyebabkan runtuhnya
Republik Romawi dan bangkitnya Kekaisaran Romawi.
5 Imperial purple:
warna ungu kemerahan yang merujuk pada pewarna alami dan warna tekstil. Warna
jenis ini dulunya diekstrak dari sekresi siput laut predator sehingga harganya
sangat mahal dan hanya terjangkau oleh orang kaya. Toga senator Romawi dihiasi
garis ungu, sementara censor mengenakan toga yang sepenuhnya berwarna
ungu.
6 Epicurus: seorang
filsuf Yunani kuno yang mendirikan Epikureanisme, sebuah aliran filsafat yang
sangat berpengaruh. Dipengaruhi oleh Demokritus, Aristippus, Pyrrho, dan
mungkin kaum Sinis, dia menentang Platonisme pada masanya dan mendirikan
alirannya sendiri, yang dikenal sebagai "Taman", di Athena.
7 Menurut Diogenes Laƫrtius,
Epicurus menulis sekitar 300 risalah tentang berbagai subjek, salah satunya
tentang Alam.
8 Pontius Pilatus: gubernur
kelima provinsi Romawi Yudea, yang menjabat di bawah Kaisar Tiberius dari 26/27
hingga 36/37 M. Dia terkenal sebagai pejabat yang memimpin pengadilan Yesus dan
akhirnya memerintahkan penyalibannya. Pentingnya Pilatus dalam agama Kristen
ditegaskan oleh tempatnya yang menonjol dalam Pengakuan Iman Rasuli dan Nicea.
9 Herodes Antipas:
raja wilayah Galilea dan Perea pada abad pertama Masehi, yang memiliki gelar
Tetrarki. Ayahnya adalah raja Herodes Agung. Dia terkenal atas undangan dalam
peristiwa yang berakhir pada eksekusi Yohanes Pembaptis dan Yesus Kristus.
10 Eponim: majas yang
menggunakan nama atau tokoh yang sudah lazim atau terkenal di kalangan
masyarakat untuk menyatakan sifat yang berhubungan dengan tokoh tersebut.
11 Evander: seorang
pahlawan legenda dari Arcadia, Yunani, yang dikatakan sudah membawa dewa- dewa,
hukum, dan alfabet Yunani ke Italia kuno, tempat dia mendirikan kota Pallantium
di lokasi yang di masa depan adalah Bukit Palatine, Roma, enam puluh tahun
sebelum Perang Troya.
12 Aeneas: seorang
pahlawan Troya, putra pangeran Troya Anchises dan dewi Yunani Aphrodite. Dalam
mitologi Yunani dan Iliad karya Homer, perannya tidak terlalu besar. Tapi dalam
mitologi Romawi, terutama dalam Aeneid karya Virgil, perannya cukup besar,
bahkan dia disebut sebagai leluhur Romulus dan Remus.
13 Lucius Vitellius:
anak bungsu dari empat putra prokurator Publius Vitellius dan satu-satunya yang
tidak meninggal karena politik. Dia menjabat sebagai konsul tiga kali, yang
merupakan hal yang tidak biasa selama Kekaisaran Romawi bagi seseorang yang
bukan anggota keluarga Kekaisaran.
14 Tetrarki: sistem
yang ditetapkan oleh kaisar Romawi Diocletian pada tahun 293 M untuk memerintah
Kekaisaran Romawi kuno dengan membaginya di antara dua kaisar, augusti, dan
kolega yunior serta penerus yang ditunjuk, para caesares.
15 Marcellus:
gubernur Romawi ke-6 di provinsi Yudea. Dia adalah sahabat Lucius Vitellius,
yang mengangkatnya setelah mengirim Pontius Pilatus kembali ke Roma (pada tahun
36 atau 37) untuk memberikan pertanggungjawaban.
16 Gaius Caesar Augustus
Germanicus: lebih dikenal dengan julukannya Caligula, kaisar Romawi dari
tahun 37 M hingga pembunuhannya pada tahun 41 M.
17 Herodes Agripa:
raja terakhir Yudea. Dia adalah kenalan atau teman kaisar-kaisar Romawi dan
memainkan peran penting dalam politik internal Romawi.
18 Gaius Julius Caesar
Augustus: pendiri Kekaisaran Romawi.
19 Pax Romana:
periode sejarah Romawi yang berlangsung sekitar 200-an tahun yang dikenal
sebagai zaman keemasan imperialisme Romawi yang meningkat dan berkelanjutan,
perdamaian dan ketertiban yang relatif, stabilitas yang makmur, kekuatan
hegemonik, dan perluasan wilayah. Secara tradisional, periode ini dimulai
dengan naik takhtanya Augustus, pendiri kerajaan Romawi, pada tahun 27 SM dan
berakhir pada tahun 180 M dengan kematian Marcus Aurelius, yang terakhir dari
"Lima Kaisar yang Baik".
20 Praetorium:
kediaman resmi gubernur Romawi kuno, atau tempat tinggal megah di Roma
kuno.
21 Lictor: pengawal
seorang hakim di Roma kuno.
22 Orpheus: seorang
penyair dan musisi legendaris Thrakia. Dia, menurut legenda, melakukan
perjalanan dengan Jason dan para Argonaut untuk mencari Bulu Domba Emas, bahkan
turun ke dunia bawah Hades, untuk menyelamatkan istrinya yang hilang, Eurydice.
23 Stadia: satuan
ukuran Yunani kuno yang panjangnya sekitar 150–210 meter. Stadia digunakan
untuk mengukur panjang arena pacuan kuda dan stadion. Kata "stadia"
berasal dari kata Yunani stadion.
24 Crepidoma: fondasi
satu atau lebih anak tangga tempat bangunan didirikan.
25 Narwastu: minyak yang berasal dari nardostachys
jatamansi; tumbuhan berbunga dari keluarga valerian yang tumbuh di
pegunungan Himalaya. Minyak ini, sejak zaman kuno, sudah digunakan sebagai
parfum, obat tradisional, dan upacara keagamaan.
26 Vinum Falernum: anggur putih kuat yang populer pada periode Romawi klasik, diproduksi dari anggur Aglianico (dan kemungkinan besar juga Greco) di lereng Gunung Falernus (sekarang Monte Massico) dekat perbatasan Latium dan Campania.

Comments
Post a Comment