Bakat (Talent ~ Anton Chekhov)
Ibu kosnya, sang janda, sedang keluar. Dia pergi ke suatu tempat untuk
menyewa kuda dan gerobak untuk pindah ke kota besok. Mengambil keuntungan dari tidak adanya mamanya yang galak, anak perempuannya Katya,
berumur dua puluh, punya banyak waktu untuk duduk di kamar pemuda itu. Besok
pelukis itu akan pergi, dan dia punya banyak hal untuk dikatakan kepadanya. Dia
terus bicara dan bicara, tapi dia merasa bahwa dia belum mengatakan
sepersepuluh dari apa yang ingin dia katakan. Dengan mata penuh air mata, dia
menatap rambut tebal pemuda itu, menatapnya dengan gembira sekaligus sedih. Dan
rambut Yegor Savvitch memang sangat tebal, sehingga dia tampak seperti binatang
liar. Rambutnya menjuntai sampai bahu, jenggotnya tumbuh di lehernya, di lubang
hidungnya, di telinganya; matanya tersembunyi di bawah alisnya yang tebal
menggantung. Semua begitu tebal, begitu kusut, bahkan kalau lalat atau serangga
masuk di rambutnya, mereka tidak akan pernah menemukan jalan keluar dari rambut
tebal yang mempesona itu. Yegor Savvitch mendengarkan Katya sambil menguap. Dia lelah. Ketika Katya mulai merengek, dia menatapnya
dengan tajam dari alisnya yang
menggantung, mengerutkan kening, dan berkata dengan suara bass yang berat:
"Aku tidak bisa kawin."
"Kenapa tidak?" Katya bertanya lembut.
"Karena buat seorang pelukis, dan pada kenyataannya semua orang
yang hidup untuk seni, kawin ada di luar daftarnya. Seorang seniman harus
bebas."
"Tapi dengan cara apa aku harus menahanmu, Yegor Savvitch?"
"Aku tidak bicara tentang diriku sendiri, aku bicara secara umum. Penulis dan pelukis terkenal tidak pernah kawin."
"Dan kau juga akan menjadi terkenal --aku paham betul itu Tapi bayangkan dirimu di posisiku. Aku takut pada ibuku. Dia keras dan
mudah tersinggung. Kalau dia tahu kau tidak mau mengawiniku, dan segalanya
tidak berarti... dia akan memberikannya padaku. Oh, betapa sialnya aku! Dan kau
belum bayar sewa kamarmu juga!"
"Bajingan! Aku akan bayar."
Yegor Savvitch bangkit dan mulai berjalan mondar-mandir.
"Aku seharusnya pergi ke luar
negeri!" katanya. Dan si seniman mengatakan kepada perempuan itu bahwa tidak ada yang lebih mudah daripada pergi ke luar negeri. Orang tidak perlu melakukan apa-apa kecuali melukis dan menjualnya.
"Tentu saja!" Katya mengiyakan.
"Kenapa kau tidak melukis satu saja di musim
panas?"
"Apa kau kira aku bisa bekerja di gudang seperti ini?" si seniman berkata serius. "Dan di mana aku bisa menemukan
model?"
Seseorang membanting
pintu dengan keras di lantai bawah. Katya, yang takut ibunya datang menit demi menit, melompat dan lari. Si seniman ditinggalkan sendiri. Untuk waktu yang lama dia berjalan ke sana kemari, berjalan
di antara kursi dan tumpukan segala macam barang
yang berantakan. Dia
mendengar sang janda membanting peralatan
makannya dan dengan keras memarahi petani yang
meminta dua rubel nya untuk setiap gerobak. Dengan perasaan jijik
Yegor Savvitch berhenti di dekat lemari dan menatap untuk waktu yang lama, mengerutkan keningnya pada sebotol vodka.
"Ah, bedebah kau!" dia mendengar sang janda memaki Katya. "Terkutuklah kau!"
Seniman itu minum segelas
vodka, dan awan gelap di dalam jiwanya perlahan-lahan mulai
menghilang, dan dia merasa seolah-olah
seluruh isi hatinya tersenyum. Dia mulai bermimpi.... Dia membayangkan bagaimana dia menjadi terkenal. Dia tidak
bisa membayangkan karyanya di masa depan tapi dia bisa melihat jelas bagaimana koran-koran akan membicarakannya, bagaimana toko-toko akan menjual fotonya, betapa iri teman-temannya akan melihatnya. Dia
mencoba membayangkan dirinya
di ruang tamu yang megah
dikelilingi oleh perempuan-perempuan
yang cantik dan mempesona; tapi gambaran itu berkabut, samar-samar, karena seumur hidupnya dia belum pernah melihat ruang tamu yang mewah. Perempuan-perempuan
yang cantik dan mempesona itu juga tidak jelas, kecuali Katya, karena dia juga tidak pernah mengenal perempuan yang
mempesona, tidak bahkan seorang perempuan pun
yang layak. Orang-orang yang tidak tahu apa-apa tentang hidup biasanya menggambarkan hidup berdasarkan buku, tapi Yegor Savvitch tidak pernah membaca buku. Dia pernah mencoba membaca
Gogol1, tapi langsung tertidur pada halaman kedua.
"Ini tidak akan terbakar, sialan!" sang janda berteriak di bawah, sambil menaruh samovar2. "Katya, ambilkan aku arang!"
Si seniman pengkhayal itu ingin berbagi harapan dan impiannya dengan seseorang. Dia turun ke lantai bawah ke dapur, tempat janda galak itu dan Katya sedang sibuk di dekat kompor kotor di tengah asap
arang dari samovar. Di sana dia duduk di bangku di dekat panci besar dan mulai:
"Adalah
hal yang bagus untuk menjadi
seorang seniman! Aku bisa pergi ke
mana pun aku suka, melakukan
apa pun yang aku suka. Orang tidak harus bekerja di kantor atau di ladang. Aku tidak punya atasan atau pejabat di atasku. Aku adalah
atasanku sendiri. Dan dengan
semua itu aku melakukan kebaikan untuk umat manusia!"
Dan setelah makan malam dia mempersiapkan dirinya untuk "beristirahat." Dia biasanya tidur sampai sore. Tapi kali ini
setelah makan malam dia merasa ada orang yang menarik-narik kakinya. Seseorang tertawa dan memanggil namanya. Dia membuka matanya dan melihat temannya Ukleikin, pelukis pemandangan, yang selama musim panas pergi ke distrik Kostroma.
"Bah!" teriaknya, senang. "Apa yang
kulihat
ini?"
Lalu mengikuti jabat
tangan, adalah pertanyaan.
"Nah, apakah kau membawa sesuatu? Seharusnya kau sudah menghasilkan ratusan
sketsa?" kata Yegor Savvitch sambil memperhatikan Ukleikin
mengeluarkan barang-barang dari kopernya.
"Hm.... Ya. Aku sudah melakukan sesuatu. Dan bagaimana denganmu? Apakah kau sudah melukis sesuatu?"
Yegor Savvitch menutupi wajahnya di kasur, dan wajahnya memerah, mengeluarkan sebuah
kanvas berbingkai yang tertutup debu dan
jaring laba-laba.
"Lihat... Seorang gadis di jendela setelah
berpisah dengan tunangannya. Dalam tiga posisi. Belum selesai."
Lukisan itu menggambarkan Katya dalam gari-garis samar
duduk di jendela yang
terbuka, tempat orang bisa melihat
sebuah taman dan lilac ungu. Ukleikin tidak menyukai lukisan itu.
"Hm.... Ada atmosfer dan... dan ada ekspresi," katanya. "Ada perasaan terpisah, tapi... tapi semak-semak itu menjerit... jeritan yang mengerikan!"
Lalu botol vodka menemani mereka.
Menjelang malam Kostyliov, seorang pemula yang juga menjanjikan, seorang pelukis sejarah,
datang untuk menemui Yegor Savvitch. Dia adalah seorang teman
yang tinggal di penginapan sebelah, dan seorang laki-laki berumur tiga lima. Dia berambut panjang, dan mengenakan baju dengan kerah Shakespeare3, dan punya sikap yang sopan. Melihat vodka, dia mengerutkan keningnya, mengeluhkan dadanya, tapi menyerah pada bujukan teman-temannya, lalu minum segelas.
"Aku sudah memikirkan satu subyek, teman-teman," dia mulai bicara, mulai mabuk. "Aku mau melukis sesuatu yang baru. Herodes4 atau Clepentia, atau
orang-orang kasar dengan deskripsi seperti itu, kalian paham, dan mengkontraskannya dengan ide tentang Kekristenan. Di satu
sisi Roma, kalian paham, dan di sisi lain Kristen. Aku ingin menghadirkan semangatnya, kalian paham? Semangatnya!"
Dan sang
janda di bawah terus berteriak:
"Katya, ambilkan aku timun!
Pergi ke rumah Sidorov dan ambilkan sedikit kvass5, kau anak sialan!"
Seperti serigala di dalam kandang, ketiga sahabat itu
terus mondar-mandir ke sana kemari dari satu ruangan ke ruangan yang lain.
Mereka bicara tanpa henti, bicara dengan hangat dan tulus;
ketiganya bersemangat,
terbawa suasana. Mendengarkan
mereka seolah-olah mereka punya masa depan, ketenaran, dan uang, di tangan
mereka. Dan tidak pernah terpikir oleh satu pun dari mereka bahwa waktu
berlalu, bahwa setiap hari hidup semakin mendekati akhirnya, bahwa mereka hidup
dengan uang yang banyak dari orang lain dan belum membuat apa-apa; bahwa mereka
semua terikat oleh hukum yaitu dari seratus pemula yang menjanjikan cuma dua
atau tiga orang yang bisa mencapai posisi yang mereka impikan sementara yang
lain seperti zonk dalam undian,
binasa seperti seonggok daging di hadapan meriam. Mereka gembira dan bahagia,
dan menatap masa depan dengan berani di hadapan mereka!
Pukul satu pagi Kostyliov mengucapkan selamat tinggal, dan merapikan
kerah Shakespeare-nya, pulang. Si pelukis pemandangan tidur di tempat Yegor
Savvitch. Sebelum tidur, Yegor Savvitch mengambil sebatang lilin dan berjalan
ke dapur untuk mengambil minum. Di lorong yang gelap dan sempit Katya sedang
duduk, di atas sebuah kotak, dan, dengan tangan di atas lututnya, dia melihat ke atas. Senyum bahagia terbit di wajahnya yang lelah dan pucat,
dan matanya berseri-seri.
"Apakah itu kau? Apa yang sedang kau pikirkan?" Yegor Savvitch
bertanya.
"Aku sedang berpikir tentang bagaimana kau akan menjadi
terkenal," katanya setengah berbisik. "Aku terus membayangkan bagaimana kau akan menjadi orang terkenal. Aku
mendengar semua pembicaraanmu. Aku terus bermimpi dan bermimpi...."
Katya lalu tertawa bahagia, menangis, dan meletakkan tangannya dengan
hormat di bahu pujaannya.
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek Anton Chekhov yang lain di sini; atau cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan kaki:
1 Nikolai Vasilyevich Gogol (1809–1852):
seorang novelis, penulis cerita pendek, dan penulis drama Rusia asal Ukraina.
2 Samovar: ketel logam pemanas yang secara tradisional
digunakan untuk memanaskan dan merebus air di Rusia.
3 Ruff: model kerah yang dikenakan di Eropa
Barat, Tengah, dan Utara, serta Amerika Spanyol, dari pertengahan abad ke-16
hingga pertengahan abad ke-17. Bentuknya yang bulat dan datar sering disebut
kerah batu giling karena bentuknya yang mirip dengan batu giling untuk
menggiling biji-bijian.
4 Herodes: raja Yudea yang disebut dalam Injiil Matius
memerintahkan pembunuhan bayi-bayi Israel.
5 Kvass: bir khas daerah Baltik dan Slavia.

Comments
Post a Comment