Enlil Dan Ninlil (Mitologi Sumeria)
Pada waktu itu, gadis itu dinasihati oleh ibunya, Nunbarsegunu, "Sungai itu suci, anakku! Sungai itu suci --jangan mandi di sana! Ninlil, jangan berjalan di sepanjang tepian Idnunbirtum! Enlil, matanya tajam, dan dia akan melihatmu! Sang penggembala yang menetapkan semua takdir, dia akan melihatmu! Dia akan ingin berhubungan badan, dia akan ingin berciuman! Dia akan senang menuangkan air mani yang bernafsu ke dalam rahimmu, kemudian dia akan meninggalkanmu!"
Ibunya menasihatinya dari hati, dia
memberinya kebijaksanaan, tapi gadis itu tetap mandi di sungai. Saat Ninlil
berjalan di sepanjang tepi Idnunbirtum, mata Enlil bersinar, dia menatapnya.
Enlil, sang gunung agung, menatapnya dan berkata kepadanya, "Aku ingin
berhubungan badan denganmu, aku ingin menciummu!"
Tapi Ninlil tidak mengizinkannya.
Enlil berkata lagi kepadanya, "Aku ingin menciummu!"
Tapi dia tidak mengizinkannya.
"Aku masih terlalu kecil, aku terlalu muda. Bibirku masih muda, tidak
mengenal ciuman. Kalau ibuku mengetahuinya, dia akan menampar tanganku! Kalau
ayahku mengetahuinya, dia akan memukulku! Tapi sekarang, tidak ada yang bisa
menghentikanku untuk mengatakan ini kepada teman-temanku!"
Setelah Ninlil pergi, Enlil
berbicara kepada menterinya Nuska, "Nuska, menteriku!"
"Ya, tuanku! Sang pembangun
Ekur, apa yang kau inginkan?"
"Apakah ada yang pernah
berhubungan badan dengannya, apakah ada yang pernah mencium gadis yang begitu
cantik, begitu berseri-seri --Ninlil?"
Menteri itu membawa tuannya
menyeberang dengan perahu, membawanya dengan tali perahu kecil, membawanya
dengan perahu ke hilir menuju Ninlil. Mereka mengapung lebih dekat, dan ketika
Enlil melihatnya, dia menangkapnya. Mereka membawa Ninlil ke perahu yang agak
jauh. Enlil keluar dari perahu dan membawa Ninlil bersamanya. Dia
membaringkannya di tepi sungai, menciumnya, membelainya, dan berhubungan intim
dengannya. Di tepi sungai itulah benih Nanna, sang dewa suasana hati,
dikandung.
Kemudian Enlil kembali ke kota,
tapi saat berjalan di kota, lima puluh dewa besar dan tujuh dewa penentu takdir
menangkap Enlil. "Enlil, kau najis, keluarlah dari kota ini. Kami tidak
ingin orang sepertimu ada di sini. Nunamnir, kau najis, keluarlah dari kota
ini."
Enlil, sesuai dengan apa yang sudah
diputuskan oleh para dewa, pergi meninggalkan kota itu. Tapi gadis itu, Ninlil,
mengikutinya. Enlil berkata kepada penjaga gerbang kota, "Penjaga gerbang!
Kalau kau melihat Ninlil datang, kalau dia menanyakan aku, jangan beri tahu dia
di mana aku berada!"
Penjaga gerbang kota itu,
pelayannya yang setia, langsung setuju. Ketika tidak lama kemudian Ninlil
datang, dia menyapa penjaga gerbang kota, "Penjaga gerbang! Apakah kau
melihat Enlil? Apakah tuanmu Enlil sudah lewat?"
Penjaga gerbang itu berkata
kepadanya, kata-kata Enlil mengalir dari mulutnya, "Tuanku Enlil sama
sekali belum berbicara denganku, wahai gadis yang manis."
"Aku mengandung anak Enlil,
sang penguasa negeri. Enlil baru saja berhubungan badan denganku, dan karena
dia adalah tuanmu, maka aku adalah milikmu juga!”
"Kalau kau adalah milikku
juga, biarkan tanganku menyentuhmu!"
"Benih tuanmu, benih yang
cemerlang, benih Suen, ada di rahimku."
"Benih tuanku bisa naik ke
surga! Biarkan benihku turun ke bawah, sebagai ganti benih tuanku!"
Ketika Ninlil melihat sedikit roh
Enlil di mata penjaga gerbang itu, dia setuju, dan di kamar mereka berbaring
bersama. Di sanalah benih Nergal dikandung, dia yang akan mengendalikan jalan
ke dunia bawah, dan untuk sementara menjadi penjaga di salah satu gerbangnya.
Enlil pergi lagi dan Ninlil
mengikutinya. Enlil tiba di Idkura, sungai dunia bawah, sungai pemakan manusia.
Di tepi sungai besar itu dia bertemu dengan penjaga sungai. "Laki-laki
dari Idkura, sungai pemakan manusia! Kalau Ninlil datang, kalau dia menanyakan
aku, jangan beritahu dia di mana aku berada!"
Ketika Ninlil akhirnya menyusul,
mendekati penjaga Idkura, dia berkata. "Laki-laki dari Idkura! Apakah kau
melihat Enlil? Apakah tuanmu Enlil sudah lewat?"
"Tuanku Enlil sama sekali
belum berbicara denganku, wahai gadis yang manis," Enlil menjawab melalui
mulut sang penjaga sungai.
"Aku mengandung anak Enlil.
Enlil baru saja berhubungan badan denganku, dan karena dia adalah tuanmu, maka
aku adalah milikmu juga!”
"Kalau kau adalah milikku
juga,” Enlil tersenyum menggoda, “datanglah ke sini agar aku bisa
membelaimu!"
"Benih tuanmu, benih yang
cemerlang, benih Suen, ada di rahimku."
"Benih tuanku bisa naik ke
surga! Biarkan benihku turun ke bawah, sebagai ganti benih tuanku!"
Enlil lalu membaringkan gadis itu
di tepi sungai dan mereka berbaring bersama. Di sanalah benih Ninazu dikandung,
raja yang membentangkan garis-garis pengukur di atas ladang.
Enlil pergi lagi, tapi Ninlil masih
tetap mengikutinya. Enlil menemui Siluigi, tukang perahu, dan berkata
kepadanya, "Siluigi, tukang perahu! Kalau Ninlil datang, kalau dia
menanyakan aku, jangan beritahu dia di mana aku berada!"
Ninlil mendatangi tukang perahu,
lalu berkata. "Tukang perahu! Apakah kau melihat Enlil? Apakah tuanmu
Enlil sudah lewat?"
"Tuanku Enlil sama sekali
belum berbicara denganku, wahai gadis yang manis," Enlil menjawab melalui
mulut Siluigi.
"Aku mengandung anak Enlil.
Enlil baru saja berhubungan badan denganku, dan karena dia adalah tuanmu, maka
aku adalah milikmu juga!”
"Kalau kau adalah milikku
juga, biarkan tanganku menyentuhmu!"
"Benih tuanmu, benih yang
cemerlang, benih Suen, ada di rahimku."
"Benih tuanku bisa naik ke
surga! Biarkan benihku turun ke bawah, sebagai ganti benih tuanku!"
Enlil, sebagai Siluigi, membuatnya
bebaring di kamar dan mereka berbaring bersama. Di sanalah benih Enbilulu
dikandung, pengawas kanal dan saluran air.
Enlil, kau adalah penguasa! Kau
adalah raja! Tuan yang menumbuhkan rami, tuan yang menumbuhkan jelai, kau
adalah penguasa surga dan tuan bumi, yang kata-katanya tidak bisa diubah sama
sekali!
Terpujilah Enlil!
Kalau Anda menyukai kisah mitologi ini, Anda mungkin ingin membaca kisah mitologi Sumeria lainnya di sini.
***

Comments
Post a Comment