Enlil Dan Ninlil (Mitologi Sumeria)

Mitologi Sumeria

Dahulu kala ada sebuah kota --kota yang kita tinggali. Nibru adalah kota yang kita tinggali itu, Durgisnimbar adalah kota yang kita tinggali itu. Nibru adalah kota yang makmur dan berkembang dengan baik. Idsala adalah sungai sucinya, Kargestina adalah dermaganya. Karasar adalah dermaga tempat perahu berlabuh. Pulal adalah sumur air tawarnya. Idnunbirtum adalah kanalnya yang bercabang, dan kalau diukur dari sana, tanah pertaniannya berjarak 50 sar sekali jalan. Enlil adalah salah satu pemudanya, dan Ninlil adalah salah satu pemudinya. Nunbarsegunu, ibu Ninlil, adalah salah satu perempuan bijaknya.

Pada waktu itu, gadis itu dinasihati oleh ibunya, Nunbarsegunu, "Sungai itu suci, anakku! Sungai itu suci --jangan mandi di sana! Ninlil, jangan berjalan di sepanjang tepian Idnunbirtum! Enlil, matanya tajam, dan dia akan melihatmu! Sang penggembala yang menetapkan semua takdir, dia akan melihatmu! Dia akan ingin berhubungan badan, dia akan ingin berciuman! Dia akan senang menuangkan air mani yang bernafsu ke dalam rahimmu, kemudian dia akan meninggalkanmu!"

Ibunya menasihatinya dari hati, dia memberinya kebijaksanaan, tapi gadis itu tetap mandi di sungai. Saat Ninlil berjalan di sepanjang tepi Idnunbirtum, mata Enlil bersinar, dia menatapnya. Enlil, sang gunung agung, menatapnya dan berkata kepadanya, "Aku ingin berhubungan badan denganmu, aku ingin menciummu!"

Tapi Ninlil tidak mengizinkannya. Enlil berkata lagi kepadanya, "Aku ingin menciummu!"

Tapi dia tidak mengizinkannya. "Aku masih terlalu kecil, aku terlalu muda. Bibirku masih muda, tidak mengenal ciuman. Kalau ibuku mengetahuinya, dia akan menampar tanganku! Kalau ayahku mengetahuinya, dia akan memukulku! Tapi sekarang, tidak ada yang bisa menghentikanku untuk mengatakan ini kepada teman-temanku!"

Setelah Ninlil pergi, Enlil berbicara kepada menterinya Nuska, "Nuska, menteriku!"

"Ya, tuanku! Sang pembangun Ekur, apa yang kau inginkan?"

"Apakah ada yang pernah berhubungan badan dengannya, apakah ada yang pernah mencium gadis yang begitu cantik, begitu berseri-seri --Ninlil?"

Menteri itu membawa tuannya menyeberang dengan perahu, membawanya dengan tali perahu kecil, membawanya dengan perahu ke hilir menuju Ninlil. Mereka mengapung lebih dekat, dan ketika Enlil melihatnya, dia menangkapnya. Mereka membawa Ninlil ke perahu yang agak jauh. Enlil keluar dari perahu dan membawa Ninlil bersamanya. Dia membaringkannya di tepi sungai, menciumnya, membelainya, dan berhubungan intim dengannya. Di tepi sungai itulah benih Nanna, sang dewa suasana hati, dikandung.

Kemudian Enlil kembali ke kota, tapi saat berjalan di kota, lima puluh dewa besar dan tujuh dewa penentu takdir menangkap Enlil. "Enlil, kau najis, keluarlah dari kota ini. Kami tidak ingin orang sepertimu ada di sini. Nunamnir, kau najis, keluarlah dari kota ini."

Enlil, sesuai dengan apa yang sudah diputuskan oleh para dewa, pergi meninggalkan kota itu. Tapi gadis itu, Ninlil, mengikutinya. Enlil berkata kepada penjaga gerbang kota, "Penjaga gerbang! Kalau kau melihat Ninlil datang, kalau dia menanyakan aku, jangan beri tahu dia di mana aku berada!"

Penjaga gerbang kota itu, pelayannya yang setia, langsung setuju. Ketika tidak lama kemudian Ninlil datang, dia menyapa penjaga gerbang kota, "Penjaga gerbang! Apakah kau melihat Enlil? Apakah tuanmu Enlil sudah lewat?"

Penjaga gerbang itu berkata kepadanya, kata-kata Enlil mengalir dari mulutnya, "Tuanku Enlil sama sekali belum berbicara denganku, wahai gadis yang manis."

"Aku mengandung anak Enlil, sang penguasa negeri. Enlil baru saja berhubungan badan denganku, dan karena dia adalah tuanmu, maka aku adalah milikmu juga!”

"Kalau kau adalah milikku juga, biarkan tanganku menyentuhmu!"

"Benih tuanmu, benih yang cemerlang, benih Suen, ada di rahimku."

"Benih tuanku bisa naik ke surga! Biarkan benihku turun ke bawah, sebagai ganti benih tuanku!"

Ketika Ninlil melihat sedikit roh Enlil di mata penjaga gerbang itu, dia setuju, dan di kamar mereka berbaring bersama. Di sanalah benih Nergal dikandung, dia yang akan mengendalikan jalan ke dunia bawah, dan untuk sementara menjadi penjaga di salah satu gerbangnya.

Enlil pergi lagi dan Ninlil mengikutinya. Enlil tiba di Idkura, sungai dunia bawah, sungai pemakan manusia. Di tepi sungai besar itu dia bertemu dengan penjaga sungai. "Laki-laki dari Idkura, sungai pemakan manusia! Kalau Ninlil datang, kalau dia menanyakan aku, jangan beritahu dia di mana aku berada!"

Ketika Ninlil akhirnya menyusul, mendekati penjaga Idkura, dia berkata. "Laki-laki dari Idkura! Apakah kau melihat Enlil? Apakah tuanmu Enlil sudah lewat?"

"Tuanku Enlil sama sekali belum berbicara denganku, wahai gadis yang manis," Enlil menjawab melalui mulut sang penjaga sungai.

"Aku mengandung anak Enlil. Enlil baru saja berhubungan badan denganku, dan karena dia adalah tuanmu, maka aku adalah milikmu juga!”

"Kalau kau adalah milikku juga,” Enlil tersenyum menggoda, “datanglah ke sini agar aku bisa membelaimu!"

"Benih tuanmu, benih yang cemerlang, benih Suen, ada di rahimku."

"Benih tuanku bisa naik ke surga! Biarkan benihku turun ke bawah, sebagai ganti benih tuanku!"

Enlil lalu membaringkan gadis itu di tepi sungai dan mereka berbaring bersama. Di sanalah benih Ninazu dikandung, raja yang membentangkan garis-garis pengukur di atas ladang.

Enlil pergi lagi, tapi Ninlil masih tetap mengikutinya. Enlil menemui Siluigi, tukang perahu, dan berkata kepadanya, "Siluigi, tukang perahu! Kalau Ninlil datang, kalau dia menanyakan aku, jangan beritahu dia di mana aku berada!"

Ninlil mendatangi tukang perahu, lalu berkata. "Tukang perahu! Apakah kau melihat Enlil? Apakah tuanmu Enlil sudah lewat?"

"Tuanku Enlil sama sekali belum berbicara denganku, wahai gadis yang manis," Enlil menjawab melalui mulut Siluigi.

"Aku mengandung anak Enlil. Enlil baru saja berhubungan badan denganku, dan karena dia adalah tuanmu, maka aku adalah milikmu juga!”

"Kalau kau adalah milikku juga, biarkan tanganku menyentuhmu!"

"Benih tuanmu, benih yang cemerlang, benih Suen, ada di rahimku."

"Benih tuanku bisa naik ke surga! Biarkan benihku turun ke bawah, sebagai ganti benih tuanku!"

Enlil, sebagai Siluigi, membuatnya bebaring di kamar dan mereka berbaring bersama. Di sanalah benih Enbilulu dikandung, pengawas kanal dan saluran air.

Enlil, kau adalah penguasa! Kau adalah raja! Tuan yang menumbuhkan rami, tuan yang menumbuhkan jelai, kau adalah penguasa surga dan tuan bumi, yang kata-katanya tidak bisa diubah sama sekali!

Terpujilah Enlil!

 ***

Kalau Anda menyukai kisah mitologi ini, Anda mungkin ingin membaca kisah mitologi Sumeria lainnya di sini.

***

Comments

Populer