Lugalbanda Dan Anzu (Mitologi Sumeria)

Mitologi Sumeria

Lugalbanda berbaring menganggur di pegunungan, di tempat-tempat yang jauh, dia sudah menjelajah ke pegunungan Zabu. Tidak ada ibu yang menemaninya untuk memberi nasihat, tidak ada ayah yang menemaninya untuk berbicara dengannya. Tidak ada seorang pun yang dia kenal, yang dia hargai, tidak ada orang kepercayaan yang bisa dia ajak bicara. Dalam hatinya dia berkata kepada dirinya sendiri, "Aku akan memperlakukan burung itu sebagaimana mestinya, aku akan memperlakukan Anzu sebagaimana mestinya. Aku akan menyapa istrinya dengan penuh kasih sayang. Aku akan mendudukkan istri Anzu dan anak Anzu di sebuah jamuan makan.”

“An akan menjemput Ninkasi untukku dari rumah pegunungannya -- perempuan ahli, yang memberikan penghormatan kepada ibunya, Ninkasi sang ahli, yang memberikan penghormatan kepada ibunya, tong fermentasinya terbuat dari lapis lazuli hijau, tong birnya terbuat dari perak murni dan emas, jika dia berdiri di dekat bir, ada kegembiraan, jika dia duduk di dekat bir, ada kegembiraan, sebagai juru minuman dia mencampur bir, tidak pernah lelah saat dia berjalan maju mundur, Ninkasi, tong di sisinya, di pinggulnya, semoga dia menyempurnakan sajian birku. Ketika burung itu sudah meminum bir dan bahagia, ketika Anzu sudah meminum bir dan bahagia, dia bisa membantuku menemukan tempat yang dituju pasukan Uruk akan pergi, Anzu bisa menempatkanku di jalur saudara-saudaraku."

Pohon elang Enki yang indah di puncak gunung Inanna yang dipenuhi bunga cornelian warna-warni berdiri kokoh di atas tanah seperti menara, semuanya berbulu lebat seperti aru. Dengan naungannya, pohon itu menutupi puncak-puncak gunung tertinggi seperti jubah, membentang di atasnya seperti tunik. Akarnya bersandar seperti ular sajkal di sungai Utu yang bermuara di tujuh muara. Di dekatnya, di pegunungan tempat tidak ada pohon cemara yang tumbuh, tempat tidak ada ular melata, tempat tidak ada kalajengking yang berlarian, di tengah-tengah pegunungan burung buru-az sudah membuat sarangnya dan bertelur di sana, di dekatnya burung Anzu sudah membuat sarangnya dan menempatkan anak-anaknya di sana.

Sarang itu dibuat dengan kayu dari juniper dan pohon box. Burung itu sudah membuat ranting-ranting yang cerah menjadi sebuah punjung. Ketika fajar menyingsing, burung itu meregangkan tubuhnya, ketika matahari terbit Anzu berteriak, tanah di pegunungan Lulubi bergetar karena teriakannya. Dia memiliki gigi hiu dan cakar elang. Karena takut padanya, banteng liar lari ke kaki bukit, rusa jantan lari ke pegunungan.

Lugalbanda bijaksana dan dia melakukan hal-hal yang luar biasa. Dalam menyiapkan kue surgawi yang manis, dia menambahkan kehati-hatian demi kehati-hatian. Dia menguleni adonan dengan madu, dia menambahkan lebih banyak madu ke dalamnya. Dia menaruhnya di depan anak burung, di depan anak burung Anzu, memberi anak burung itu daging asin untuk dimakan. Dia memberinya lemak domba. Dia memasukkan kue-kue itu ke paruhnya. Dia mendudukkan anak burung Anzu di sarangnya, mengecat matanya dengan celak, mengoleskan aroma cedar putih ke kepalanya, menggulung daging asin menjadi gulungan yang dipilin.

Dia meninggalkan sarang Anzu, menunggunya di pegunungan tempat pohon cemara tidak tumbuh. Pada saat itu burung itu sedang menggiring banteng-banteng liar pegunungan, Anzu sedang menggiring banteng-banteng liar pegunungan. Ia memegang banteng hidup di cakarnya,d dia membawa banteng mati di pundaknya. Dia menuangkan empedunya seperti sepuluh gur air. Burung itu terbang berputar-putar sekali, Anzu terbang berputar-putar sekali. Ketika burung itu memanggil kembali ke sarangnya, ketika Anzu memanggil kembali ke sarangnya, anak burungnya tidak menjawabnya dari sarangnya. Ketika burung itu memanggil untuk kedua kalinya ke sarangnya, anak burungnya tidak menjawabnya dari sarangnya. Sebelumnya, jika burung itu memanggil kembali ke sarangnya, anak burungnya akan menjawabnya dari sarangnya, tapi sekarang ketika burung itu memanggil kembali ke sarangnya, anak burungnya tidak menjawabnya dari sarangnya.

Burung itu mengeluarkan teriakan kesedihan yang mencapai langit, istrinya berteriak "Celaka!" Teriakannya mencapai abzu. Burung itu dengan teriakan "Celaka!" dan istrinya dengan teriakan kesedihan ini membuat para Anunna, dewa-dewa pegunungan, benar-benar merangkak ke celah-celah seperti semut. Burung itu berkata kepada istrinya, Anzu berkata kepada istrinya, "Firasat membebani sarangku, seperti kandang ternak besar Nanna. Kengerian menimpanya, seperti ketika banteng liar mulai saling menyeruduk. Siapa yang sudah mengambil anakku dari sarangnya? Siapa yang sudah mengambil Anzu dari sarangnya?"

Tapi bagi burung itu, ketika mendekati sarangnya, bagi Anzu, ketika mendekati sarangnya, sarang itu tampak seperti tempat tinggal dewa. Sarang itu dihiasi dengan indah. Anaknya duduk di sarangnya, matanya dicat dengan celak, tangkai pohon cedar putih dipasang di kepalanya. Sepotong daging asin yang dipilin digantung tinggi. Burung itu bersukacita, Anzu bersukacita, "Akulah pangeran yang memutuskan takdir sungai yang mengalir. Aku menjaga orang-orang benar yang mengikuti nasihat Enlil di jalan yang lurus dan sempit. Ayahku Enlil membawaku ke sini. Ia membiarkanku menutup pintu masuk ke pegunungan seolah-olah dengan pintu besar. Jika aku menentukan takdir, siapa yang akan mengubahnya? Jika aku mengucapkan sepatah kata, siapa yang akan mengubahnya? Siapa pun yang sudah melakukan ini pada sarangku, jika kau seorang dewa, aku akan berbicara denganmu, sungguh aku akan berteman denganmu. Jika kau seorang manusia, aku akan menentukan takdirmu. Aku tidak akan membiarkanmu memiliki lawan di pegunungan. Kau akan menjadi 'Pahlawan yang dibentengi oleh Anzu.'"

Lugalbanda, sebagian karena takut, sebagian karena senang, sebagian karena takut sekali, sebagian karena senang sekali, menyanjung burung itu, menyanjung Anzu, "Burung dengan mata berbinar, lahir di daerah ini, Anzu dengan mata berbinar, lahir di daerah ini, kau bermain-main saat mandi di kolam. Kakekmu, pangeran dari semua warisan, meletakkan surga di tanganmu, meletakkan bumi di kakimu. Rentang sayapmu yang terentang seperti jaring burung yang terbentang di langit! Di tanah cakarmu seperti perangkap yang dipasang untuk banteng liar dan sapi liar di pegunungan! Tulang belakangmu lurus seperti juru tulis! Dadamu saat kau terbang seperti Nirah yang membelah air!”

“Adapun punggungmu, kau adalah taman palem yang hijau, menakjubkan untuk dipandang. Kemarin aku melarikan diri dengan selamat kepadamu, sejak saat itu aku sudah mempercayakan diriku pada perlindunganmu. ‘Istrimu akan menjadi ibuku’ katanya, ‘Kau akan menjadi ayahku’ katanya. Aku akan memperlakukan anak-anakmu seperti saudara-saudaraku. Sejak kemarin aku sudah menunggu kalian di pegunungan yang tidak ditumbuhi pohon cemara. Biarkan istrimu berdiri di sampingmu untuk menyambutku. Aku sampaikan salamku dan biarkan kalian yang menentukan takdirku."

Burung itu muncul di hadapannya, bergembira atas dirinya, Anzu muncul di hadapannya, bergembira atas dirinya. Anzu berkata kepada Lugalbanda yang suci, "Marilah, Lugalbanda-ku. Pergilah seperti perahu yang penuh dengan logam mulia, seperti perahu gandum, seperti perahu yang akan mengirimkan apel, seperti perahu yang ditumpuk tinggi dengan muatan mentimun, yang menaungi, seperti perahu yang penuh dengan muatan di tempat panen, kembalilah ke Kullaba yang terbuat dari batu bata dengan kepala tegak!" Lugalbanda yang mencintai benih tidak akan menerima ini.

"Seperti Shara, putra Inanna yang terkasih, tembaklah dengan anak panah berduri seperti sinar matahari, tembaklah dengan anak panah alang-alang seperti cahaya bulan! Semoga anak panah berduri menjadi ular bertanduk bagi mereka yang kena! Seperti ikan yang dibunuh dengan parang, semoga mereka terpotong dengan sihir! Semoga kau mengikat mereka seperti kayu gelondongan yang ditebang dengan kapak!" Lugalbanda yang mencintai benih tidak akan menerima ini.

"Semoga Ninurta, putra Enlil, mengenakan helm Singa Pertempuran di kepalamu, semoga pelindung dada yang di pegunungan besar tidak memungkinkan mundur diletakkan di dadamu! Semoga kau menebar jaring pertempuran melawan musuh!” Lugalbanda yang mencintai benih tidak akan menerima ini.

"Berlimpahnya hasil pengocok mentega suci Dumuzid, yang lemaknya adalah lemak seluruh dunia, akan diberikan kepadamu. Susunya adalah susu seluruh dunia. Itu akan diberikan kepadamu." Lugalbanda yang mencintai benih tidak akan menerima ini. Sebagai burung kib, kib air tawar, saat terbang di sepanjang laguna, dia menjawabnya dengan kata-kata.

Burung itu mendengarkannya. Anzu berkata kepada Lugalbanda yang suci, "Sekarang lihatlah, Lugalbanda-ku, pikirkanlah lagi. Begini, seekor lembu pembajak yang keras kepala harus dikembalikan ke jalurnya, seekor keledai yang menolak harus dipaksa untuk mengambil jalan yang lurus. Tapi aku akan mengabulkan apa yang kau berikan kepadaku. Aku akan memberimu takdir sesuai dengan keinginanmu."

Lugalbanda yang suci menjawabnya, "Biarlah kekuatan berlari ada di pahaku, jangan biarkan aku lelah! Biarlah ada kekuatan di lenganku, biarkan aku merentangkan lenganku lebar-lebar, jangan biarkan lenganku menjadi lemah! Bergerak seperti sinar matahari, seperti Inanna, seperti tujuh badai, badai Iskur, biarkan aku melompat seperti api, berkobar seperti kilat! Biarkan aku pergi ke mana pun aku memandang, melangkah ke mana pun aku memandang, mencapai ke mana pun hatiku menginginkan dan biarkan aku melepaskan sepatuku di tempat mana pun yang hatiku tunjukkan kepadaku! Ketika Utu membiarkanku mencapai Kullaba, kotaku, jangan biarkan dia yang mengutukku menikmatinya, jangan biarkan dia yang ingin berjuang bersamaku berkata ‘Biarkan dia datang!’ Aku akan meminta para pemahat kayu membuat patungmu, dan kau akan tampak menakjubkan. Namamu akan terkenal karenanya di Sumeria dan akan menjadi nama kuil para dewa besar."

Maka Anzu berkata kepada Lugalbanda yang suci, "Kekuatan berlari ada di pahamu! Jangan pernah lelah! Kekuatan ada di lenganmu! Rentangkan lenganmu lebar-lebar, semoga lenganmu tidak pernah menjadi lemah! Bergerak seperti matahari, seperti Inanna, seperti tujuh badai Iskur, melompat seperti api, berkobar seperti kilat! Pergilah ke mana pun kau memandang, injakkan kaki ke mana pun kau memandang, raih ke mana pun hatimu menginginkannya, lepaskan sepatumu di tempat mana pun yang sudah ditunjukkan hatimu untukmu! Ketika Utu mengizinkanmu mencapai Kullaba, kotamu, dia yang mengutukmu tidak akan menikmatinya, dia yang ingin berjuang bersamamu tidak akan pernah berkata ‘Biarkan dia datang!’ Ketika kau sudah meminta para pemahat kayu membuat patung-patungku, aku akan tampak menakjubkan untuk dilihat. Namaku akan menjadi terkenal karenanya di Sumeria dan akan disebut sebagai kuil para dewa besar. Semoga tanah berguncang untukmu dan kau menginjaknya seperti sandal. Semoga Efrat tunduk di bawah kakimu.”

Dia mengambil di tangannya beberapa perbekalan yang belum dimakannya, dan senjatanya satu per satu. Anzu terbang tinggi, Lugalbanda berjalan di tanah. Burung itu, melihat dari atas, memata-matai pasukan. Lugalbanda, melihat dari bawah, memata-matai debu yang diterbangkan pasukan. Burung itu berkata kepada Lugalbanda, "Ayo sekarang, Lugalbanda-ku. Aku akan memberimu beberapa nasihat, semoga kata-kataku diperhatikan. Aku akan mengatakan beberapa hal kepadamu, ingatlah itu. Apa yang sudah kukatakan kepadamu, takdir yang sudah kutetapkan untukmu, jangan katakan itu kepada rekan-rekanmu, jangan jelaskan itu kepada saudara-saudaramu. Nasib baik mungkin menyembunyikan keburukan, memang begitulah adanya. Tinggalkan aku di sarangku, kau tetaplah bersama pasukanmu." Burung itu bergegas ke sarangnya. Lugalbanda berangkat menuju tempat saudara-saudaranya berada.

Seperti burung pelikan yang muncul dari hamparan alang-alang suci, seperti dewa lahama yang naik dari abzu, seperti seseorang yang melangkah dari surga ke bumi, Lugalbanda melangkah ke tengah-tengah pasukan pilihan saudara-saudaranya. Saudara-saudaranya berceloteh, pasukannya pun berceloteh. Saudara-saudaranya, teman-temannya membuatnya lelah dengan pertanyaan, "Ayo, Lugalbanda- ku, kau di sini lagi! Pasukan sudah meninggalkanmu seperti orang yang terbunuh dalam pertempuran. Tentu saja, kau tidak memakan lemak baik dari kawanan domba! Tentu saja, kau tidak memakan keju segar dari kandang domba. Bagaimana mungkin kau kembali dari pegunungan besar, tempat tak seorang pun pergi sendirian, tempat tak seorang pun kembali kepada umat manusia?"

Sekali lagi saudara-saudaranya, teman-temannya membuatnya lelah dengan pertanyaan, "Tepi sungai-sungai pegunungan, sumber kelimpahan, terpisah jauh. Bagaimana kau menyeberangi airnya? Seolah-olah kau meminumnya?"

Lugalbanda yang suci menjawab mereka, "Tepian sungai pegunungan, induk dari segala kelimpahan, terpisah jauh. Dengan kakiku aku melangkahinya, aku meminumnya seperti air dari kantung air, dan kemudian aku menggeram seperti serigala, aku merumput di padang rumput, aku mematuk tanah seperti merpati liar, aku memakan biji pohon ek gunung." Saudara-saudara dan teman-teman Lugalbanda mempertimbangkan kata-kata yang sudah dia katakan kepada mereka. Tepat seperti burung-burung kecil yang berkelompok sepanjang hari, mereka memeluk dan menciumnya. Seolah-olah dia adalah burung gamgam yang duduk di sarangnya, mereka memberinya makan dan minum. Mereka mengusir penyakit dari Lugalbanda yang suci.

Kemudian orang-orang Uruk mengikuti mereka sebagai satu orang, mereka berkelok-kelok melewati perbukitan seperti ular di atas tumpukan gandum. Ketika kota itu hanya berjarak dua jam, pasukan Uruk dan Kullaba berkemah di dekat pos-pos dan parit yang mengelilingi Aratta. Dari kota itu turun hujan lembing seolah-olah dari awan, batu ketapel banyaknya seperti tetesan air hujan yang jatuh dalam setahun penuh berdesing keras dari tembok Aratta. Hari-hari berlalu, bulan-bulan menjadi panjang, tahun berubah menjadi lingkaran penuh. Panen kuning tumbuh di bawah langit. Mereka memandang ladang dengan curiga. Kegelisahan menghampiri mereka. Batu ketapel banyaknya seperti tetesan air hujan yang jatuh dalam setahun penuh mendarat di jalan. Mereka dikepung oleh penghalang semak berduri gunung yang dipenuhi naga. Tidak seorang pun tahu bagaimana cara kembali ke kota, tidak ada yang terburu-buru untuk kembali ke Kullaba.

Di tengah-tengah mereka, Enmerkar putra Utu merasa takut, gelisah, terganggu oleh kekacauan ini. Dia mencari seseorang yang bisa dia kirim kembali ke kota, dia mencari seseorang yang bisa dia kirim kembali ke Kullaba. Tidak seorang pun berkata kepadanya, "Aku akan pergi ke kota.” Tidak seorang pun berkata kepadanya, "Aku akan pergi ke Kullaba.” Dia pergi ke pasukan asing. Tidak seorang pun berkata kepadanya, "Aku akan pergi ke kota.” Tidak seorang pun berkata kepadanya, "Aku akan pergi ke Kullaba.” Dia berdiri di hadapan pasukan elit. Tidak seorang pun berkata kepadanya, "Aku akan pergi ke kota.” Tidak seorang pun berkata kepadanya, "Aku akan pergi ke Kullaba.” Untuk kedua kalinya dia pergi ke pasukan asing. Tidak seorang pun berkata kepadanya, "Aku akan pergi ke kota.” Tidak seorang pun berkata kepadanya, "Aku akan pergi ke Kullaba.” Dia melangkah keluar di hadapan pasukan elit.

Lugalbanda sendiri berdiri dari antara orang-orang dan berkata kepadanya, "Rajaku, aku akan pergi ke kota, tapi tidak seorang pun akan pergi bersamaku. Aku akan pergi sendiri ke Kullaba. Tidak seorang pun akan pergi bersamaku."

"Jika kau pergi ke kota, tidak seorang pun akan pergi bersamamu. Kau akan pergi sendiri ke Kullaba, tidak seorang pun akan pergi bersamamu."

Dia bersumpah demi langit dan bumi, "Bersumpahlah bahwa kau tidak akan melepaskan lambang-lambang besar Kullaba dari tanganmu."

Sesudah dia berdiri di hadapan majelis yang dipanggil, di dalam istana yang terletak di bumi seperti gunung besar Enmerkar putra Utu memarahi Inanna, "Dahulu kala saudariku yang bergelar Inanna yang suci memanggilku dalam hatinya yang suci dari pegunungan yang cerah, menyuruhku memasuki Kullaba yang dibangun dari batu bata. Di tempat yang dulunya merupakan rawa di Uruk, rawa itu penuh dengan air. Di tempat yang kering, pohon poplar Efrat tumbuh di sana. Di tempat yang dulunya terdapat semak alang-alang, tumbuh alang-alang tua dan alang-alang muda. Enki yang suci yang merupakan raja di Eridu mencabut alang-alang tua untukku, menguras airnya sepenuhnya. Selama lima puluh tahun aku membangun, selama lima puluh tahun aku memberikan keputusan. Kemudian orang-orang Martu, yang tidak mengenal pertanian, muncul di seluruh Sumeria dan Akkad. Tapi tembok Uruk membentang melintasi gurun seperti jaring burung.”

“Tapi sekarang, di tempat ini, daya tarikku padanya sudah berkurang. Pasukanku terikat padaku seperti seekor sapi terikat anak sapinya, tapi seperti seorang anak laki-laki yang membenci ibunya dan meninggalkan kotanya, adik perempuanku yang bernama Inanna yang suci sudah lari dariku kembali ke Kullaba yang terbuat dari batu bata. Jika dia mencintai kotanya dan membenciku, mengapa dia mengikatkan kota itu kepadaku? Jika dia membenci kota itu tapi tetap mencintaiku, mengapa dia mengikatkanku ke kota itu? Jika nyonya itu meninggalkanku di kamar sucinya dan meninggalkanku seperti burung Anzu, maka setidaknya dia akan membawaku pulang ke Kullaba yang terbuat dari batu bata, pada hari itu tombakku akan disingkirkan. Pada hari itu dia mungkin akan menghancurkan perisaiku. Bicaralah demikian kepada adik perempuanku yang bernama  Inanna yang suci."

Kemudian Lugalbanda yang suci keluar dari istana. Meskipun saudara-saudaranya dan kawan-kawannya menggonggong padanya seperti anjing asing yang mencoba bergabung dengan sekawanan anjing, dia melangkah maju dengan bangga seperti keledai liar asing yang mencoba bergabung dengan kawanan keledai liar. "Kirim orang lain ke Uruk untuk tuan. Untuk Enmerkar putra Utu aku akan pergi sendiri ke Kullaba. Tidak seorang pun akan pergi bersamaku"

Begitulah dia berbicara kepada mereka! "Mengapa kalian pergi sendiri dan tidak ditemani siapa pun dalam perjalanan? Jika roh baik hati kita tidak berdiri di samping kalian di sana, jika dewa pelindung kita yang baik tidak pergi bersama kalian di sana, kalian tidak akan pernah lagi berdiri bersama di tempat kita berdiri, kalian tidak akan pernah lagi tinggal bersama di tempat kita tinggal, kalian tidak akan pernah lagi menginjakkan kaki di tanah tempat kaki kita berada. Kalian tidak akan kembali dari pegunungan besar, tempat tidak seorang pun pergi sendiri, tempat tidak seorang pun kembali kepada umat manusia! Waktu terus berlalu, aku tahu. Tidak seorang pun dari kalian akan pergi bersamaku melintasi bumi yang luas ini."

Sementara jantung saudara-saudaranya berdetak kencang, sementara jantung rekan-rekannya berdebar-debar, Lugalbanda mengambil di tangannya sebagian perbekalan yang belum dimakannya, dan masing-masing senjatanya satu per satu. Dari kaki gunung, melalui gunung-gunung tinggi, ke tanah datar, dari tepi Ancan ke puncak Ancan, dia melintasi lima, enam, tujuh gunung.

Menjelang tengah malam, tapi sebelum mereka membawa meja persembahan kepada Inanna yang suci, dia melangkah dengan gembira di Kullaba yang terbuat dari batu bata. Istrinya, Inanna yang suci, duduk di sana di atas bantalnya. Dia membungkuk dan bersujud di tanah. Dengan mata gembira Inanna memandang Lugalbanda yang suci seperti dia memandang gembala Ama-ucumgal-ana. Dengan suara gembira, Inanna berbicara kepada Lugalbanda yang suci seperti dia berbicara kepada putranya, Shara, "Ayolah, Lugalbanda-ku, mengapa kau membawa berita dari kota ini? Bagaimana kau bisa datang ke sini sendirian dari Aratta?"

Lugalbanda yang suci menjawabnya, "Apa yang dikatakan dan diucapkan Enmerkar putra Utu, apa yang diucapkan dan diucapkan saudaramu, adalah, ‘Dahulu kala saudariku yang bergelar Inanna yang suci memanggilku dalam hatinya yang suci dari pegunungan yang cerah, menyuruhku memasuki Kullaba yang dibangun dari batu bata. Di tempat yang dulunya merupakan rawa di Uruk, rawa itu penuh dengan air. Di tempat yang kering, pohon poplar Efrat tumbuh di sana. Di tempat yang dulunya terdapat semak alang-alang, tumbuh alang-alang tua dan alang-alang muda. Enki yang suci yang merupakan raja di Eridu mencabut alang-alang tua untukku, menguras airnya sepenuhnya. Selama lima puluh tahun aku membangun, selama lima puluh tahun aku memberikan keputusan. Kemudian orang-orang Martu, yang tidak mengenal pertanian, muncul di seluruh Sumeria dan Akkad. Tapi tembok Uruk membentang melintasi gurun seperti jaring burung.”

“Tapi sekarang, di tempat ini, daya tarikku padanya sudah berkurang. Pasukanku terikat padaku seperti seekor sapi terikat anak sapinya, tapi seperti seorang anak laki-laki yang membenci ibunya dan meninggalkan kotanya, adik perempuanku yang bernama Inanna yang suci sudah lari dariku kembali ke Kullaba yang terbuat dari batu bata. Jika dia mencintai kotanya dan membenciku, mengapa dia mengikatkan kota itu kepadaku? Jika dia membenci kota itu tapi tetap mencintaiku, mengapa dia mengikatkanku ke kota itu? Jika nyonya itu meninggalkanku di kamar sucinya dan meninggalkanku seperti burung Anzu, maka setidaknya dia akan membawaku pulang ke Kullaba yang terbuat dari batu bata, pada hari itu tombakku akan disingkirkan. Pada hari itu dia mungkin akan menghancurkan perisaiku. Bicaralah demikian kepada adik perempuanku yang bernama  Inanna yang suci.’"

Inanna yang suci mengucapkan tanggapan ini, "Sekarang, di ujung, di tepian, di padang air, sungai yang jernih, sungai yang airnya jernih, sungai yang merupakan tempat penampungan air Inanna yang berkilau, ikan suhurmac memakan madu, ikan kijtur memakan biji pohon ek gunung, yang merupakan dewa ikan suhurmac, bermain dengan gembira di sana dan berlarian ke sana kemari. Dengan ekornya yang bersisik, dia menyentuh alang-alang tua di tempat suci itu. Ikan tamariska di tempat itu, sebanyak yang ada, minum air dari kolam itu."

"Dia berdiri sendiri, dia berdiri sendiri! Satu tamariska berdiri sendiri di sampingnya! Ketika Enmerkar putra Utu sudah memotong tamariska itu dan sudah membentuknya menjadi sebuah ember, dia harus mencabuti semua akar dan alang-alang tua di tempat suci itu, dan mengumpulkannya di tangannya. Ketika dia sudah mengusir semua ikan, yang merupakan dewa ikan suhurmac, menangkap ikan itu, memasaknya, menghiasnya, dan membawanya sebagai persembahan kepada senjata a-an-kara, kekuatan tempur Inanna, maka pasukannya akan berhasil untuknya, maka dia akan mengakhiri apa yang di perairan bawah tanah menyediakan kekuatan hidup Aratta."

"Jika dia mengangkut logam olahan dan pandai besi dari kota itu, jika dia mengangkut batu olahan dan tukang batunya, jika dia memperbarui kota itu dan menempatinya, maka semua cetakan Aratta akan menjadi miliknya."

Benteng Aratta terbuat dari lapis lazuli hijau, dinding dan susunan batu batanya yang tinggi berwarna merah cerah, tanah liatnya terbuat dari batu timah yang digali di pegunungan tempat pohon cemara tumbuh.

Terpujilah Lugalbanda yang suci.

***

Kalau Anda menyukai kisah mitologi ini, Anda mungkin ingin membaca kisah mitologi Sumeria lainnya di sini.

***

Comments

Populer