Perempuan Listrik

Perempuan Listrik

Namanya Katijah. Katijah saja. Perempuan penjual permen dan minuman kemasan di terminal ini. Anaknya dua, Tiwar dan Ruwet, perempuan semua. Tidak ada yang istimewa dengan keluarga itu, Katijah dengan kedua anaknya, kecuali bahwa anak-anak Katijah dengan Katijah dihubungkan oleh dua buah kabel. 

Katijah menyuplai daya bagi kedua anaknya, Tiwar dan Ruwet.

Ke mana pun anak-anaknya pergi, mereka selalu terhubung dengan ibunya, Katijah. Sejauh apa pun mereka pergi. Membawa-bawa kabel ke  mana-mana, tentu merepotkan. Seringkali Katijah harus mengangkat kabel yang membentang untuk memberi jalan bagi orang-orang atau kendaraan yang akan melintas.

Dulu, Katijah tidak tidak seperti itu. Katijah tidak pernah  memakai  kabel yang terhubung dengan anak-anaknya. Dulu sekali, ketika Zaenuri, suaminya, masih ada. Zaenurilah yang menyediakan daya bagi Katijah dan kedua anaknya. Tapi itu pun tidak dengan kabel seperti Katijah sekarang. Zaenuri hanya menyediakan daya bagi Katijah dan kedua anaknya malam hari ketika Katijah ingin menyalakan lampu atau ketika anak-anaknya ingin menonton televisi.

Tapi Zaenuri, suami Katijah sudah mati. Sudah hampir dua tahun yang lalu. Kecelakaan di tempat kerjanya, tergilas truk yang dikendarai teman kerjanya, Gimin. Zaenuri sedang tidur ketika truk yang dikendarai Gimin oleng dan tumbang. Terlalu banyak muatan. Sampah. Zaenuri dan Gimin memang bekerja sebagai supir truk pengangkut sampah.

Gimin sudah meminta maaf pada Katijah dan kedua anaknya. Tapi kedua anak Katijah, Tiwar dan Ruwet, belum terlalu mengerti. Yang mereka tahu, mereka tidak bisa lagi menonton televisi. Katijah sendiri memaafkan Gimin. Mau bagaimana lagi? Yang sudah mati tidak akan hidup lagi. Tapi anak-anaknya butuh menonton televisi. Katijah juga butuh menyalakan lampu malam hari.

Awalnya, Gimin masih mau membantu Katijah. Gimin memanggil Jumain untuk memasang listrik di rumah Katijah, juga membantu membayar iuran listriknya. Tapi Gimin juga punya keluarga, juga punya anak istri. Gimin cuma sanggup membantu Katijah beberapa bulan saja, setelah itu setiap kali Jumain menagih iuran listrik, Katijah cuma bisa memberi janji-janji.

Untungnya Jumain ini baik orangnya. Jumain bisa mengerti kesulitan Katijah. Mengurus dua orang anak, sendiri, dan masih harus membayar iuran listrik. Tapi iuran tetap iuran, tetap harus dibayar. Jumain tahu kalau Katijah tidak mampu membayar iuran listrik. Jumain mau membantu dengan syarat Katijah harus memijat Jumain setiap kali dia datang menagih.

Ringan, pikir Katijah. Jadilah, setiap kali Jumain datang  menagih,  Katijah akan menggarap tubuh Jumain. Jumain makin sering datang, bahkan ketika belum waktunya menagih iuran listrik. Katijah tidak keberatan, yang penting anak-anaknya bisa menonton televisi. Kadang-kadang, ketika menggarap tubuh Jumain, Katijah sering berpikir untuk menjadikan Jumain sumber daya bagi dirinya dan kedua anaknya, Tiwar dan Ruwet. Jumain bisa memasang listrik di rumahnya, tentu dia juga bisa menyediakan listrik sendiri seperti Zaenuri. Tapi Jumain juga punya keluarga, punya anak istri.

Ide Katijah tidak sepenuhnya ditolak Jumain. Tapi Jumain tidak bisa menjadikan dirinya sumber daya bagi Katijah dan kedua anaknya. Jumain hanya bisa memasang listrik di tubuh Katijah. Katijah akan menyuplai daya bagi anak-anaknya sendiri dan Katijah tidak perlu lagi membayar iuran listrik.

Begitulah, ketika anak-anak Katijah tidak ada di rumah, Jumain pun menggarap tubuh Katijah. Jumain membuka baju Katijah dan memasang beberapa sekring di tubuh Katijah. Repotnya, sekring di tubuh Katijah harus dihubungkan ke tubuh anak-anaknya dengan kabel. Selain itu, Jumain juga menitipkan anaknya, Tantri, pada Katijah. Jumain sudah meringankan beban Katijah, maka tidak ada salahnya kalau Katijah juga meringankan beban Jumain.

Tantri ini berbeda dengan anak-anak Katijah yang lain, Tiwar dan Ruwet. Katijah tidak perlu menyuplai daya ke tubuh Tantri. Mungkin karena Tantri adalah anak Jumain. Tantri bisa menyediakan daya bagi dirinya sendiri, walau pun tidak cukup kuat untuk menyuplai daya bagi Katijah dan kedua anaknya.

Kabel di tubuh Katijah dan kedua anaknya sangat merepotkan. Mereka tidak bisa bergerak dengan bebas. Tapi yang lebih repot, mereka tidak bisa mandi. Kalau mereka mandi bisa-bisa mereka kesetrum. Konslet. Maka Katijah dan kedua anaknya tidak pernah mandi. Bahkan Katijah harus berhenti bekerja sebagai buruh cuci. Takut kesetrum.

Ada untungnya juga mereka tidak pernah mandi, setidaknya mereka tidak perlu lagi membayar iuran air. Tawaran Parjono untuk memasang pompa dan kran di tubuh Katijah pun bisa ditolak Katijah. Katijah dan kedua anaknya tidak pernah mandi, tidak perlu air, untuk apa lagi memasang pompa dan kran di tubuhnya?

Begitulah akhirnya Katijah dan kedua anaknya, Tiwar dan Ruwet, harus repot dengan kabel di tubuh mereka. Katijah juga tidak lagi bekerja sebagai buruh cuci. Dia memilih berjualan permen dan minuman kemasan di terminal dengan kabel yang menjuntai ke sana ke mari. Yang penting anak-anaknya bisa menonton televisi.

Babah Ong, juragan tempat Katijah mengambil permen dan minuman kemasan untuk dijual, pernah berniat untuk menancapkan tubuhnya di tubuh Katijah. Tawarannya ditolak Katijah, seperti tawaran Parjono yang juga ditolaknya. Padahal Babah Ong berjanji, setelah dia menancapkan tubuhnya di tubuh Katijah, maka tubuh Katijah bisa mengeluarkan permen dan minuman kemasan sendiri. Tapi anak-anak Katijah tidak pernah meminta permen atau minuman kemasan, maka niat Babah Ong ditolak dengan halus oleh Katijah.

Keadaan makin ruwet buat Katijah. Anak perempuannya yang kedua, Ruwet, hamil. Sialnya, Rusmadi, laki-laki yang menghamili Ruwet tidak mau bertanggung jawab. Rusmadi pergi begitu saja, melarikan diri. Kabarnya pulang ke kampungnya. Tapi anak Ruwet harus tetap lahir. Katijah tidak mau anaknya berbuat kesalahan lain dengan menggugurkan kandungannya, selain, tentu saja, biaya menggugurkan kandungan tidak sedikit.

Gendhuk, anak Ruwet, cucu Katijah, pun akhirnya harus menggantol listrik dari tubuh Katijah. Beban Katijah semakin berat. Seringkali tubuh Katijah merah padam dari kepala sampai ujung kaki. Kalau tidak hati-hati, Katijah bisa meledak karena terlalu banyak menyalurkan daya.

Ruwet tahu kesulitan ibunya. Dia pun ingin melepaskan kabel yang menghubungkan dirinya dengan ibunya. Ruwet ingin jadi sumber daya sendiri, bagi dirinya, juga anaknya, Gendhuk. Tapi Ruwet takut. Dia takut kalau kabel itu dicabut, dirinya akan mati seketika itu juga. Maka Ruwet diam-diam menemui Jumain.

Jumain ternyata sudah pensiun. Dia tidak bisa lagi memasang listrik di tubuh Ruwet. Jumain pun mengajak Ruwet ke rumah Mistah, pengganti Jumain. Di rumah Mistah, Ruwet pun digarap Mistah. Beberapa sekring dipasang Mistah di tubuh Ruwet. Tidak terlalu rumit. Sebentar saja, kabel yang menghubungkan Katijah dengan Ruwet bisa dilepas. Bahkan Ruwet bisa menyuplai daya buat Gendhuk.

Ruwet mulai ketagihan dengan fasilitas yang bisa disediakan oleh tubuhnya. Dia ingin menambah beberapa alat lagi. Kali ini Ruwet mendatangi Parjono, meminta dipasangkan pompa dan kran di tubuhnya. Parjono setuju. Maka Parjono juga menggarap Ruwet, memasang pompa dan beberapa kran di tubuh Ruwet.

Babah Ong sepertinya juga sudah menancapkan tubuhnya di tubuh Ruwet. Tubuh Ruwet sekarang bisa mengeluarkan permen dan minuman kemasan. Setidaknya, Ruwet tidak perlu pusing setiap kali Gendhuk merengek-rengek minta permen. Bahkan kadang-kadang, tubuh Ruwet mengeluarkan batu bata. Sepertinya, seorang kuli bangunan pernah mampir juga di tubuh Ruwet. Tapi batu bata tidak banyak gunanya. Ruwet sudah keterlaluan.

Tiwar lebih pintar dari pada Ruwet. Tiwar berpacaran dengan seorang mahasiswa teknik elektro, Teja. Teja tidak pernah menggarap Tiwar. Pun Tiwar tidak meminta dipasangkan listrik di tubuhnya. Listrik dari Katijah sudah cukup buat Tiwar. Bahkan Teja diharapkan Tiwar bisa menyediakan daya baginya dan anak-anaknya kelak setiap kali anak-anaknya ingin menonton televisi, persis seperti Zaenuri, ayah Tiwar dulu.

Setelah Ruwet melepaskan kabel yang menghubungkan dirinya dengan Katijah, beban Katijah seharusnya berkurang. Tapi tubuh Katijah masih sering merah padam. Padahal Ruwet tidak lagi mengambil daya dari tubuh Katijah. Gendhuk juga tidak menggantol listrik dari tubuh Katijah, neneknya. Tantri, anak titipan Jumain bisa menyediakan daya bagi dirinya sendiri. Hanya Tiwar yang masih disuplai Katijah.

Katijah sekarang ternyata harus menyediakan listrik lebih besar untuk dirinya sendiri. Kepalanya seringkali menyedot listrik berlebihan. Katijah sering memikirkan kelakuan Ruwet dan semua alat yang dipasang di tubuh Ruwet. Katijah juga sering memikirkan cucunya, Gendhuk. Kepala Katijah kelebihan beban.

Katijah akhirnya mati. Tubuhnya merah padam. Orang-orang membuat teori macam-macam tentang kematian Katijah. Sebagian menyebut Katijah mati kelelahan, sebagian lagi menyebutnya mati karena sakit jantung. Hanya Teja yang menganggap Katijah mati karena kelebihan beban. Tubuh Katijah tidak mampu menyuplai daya untuk Tiwar dan dirinya sendiri.

Zaenuri mati. Katijah mati. Gimin masih menyupir truk sampah untuk menghidupi keluarganya. Tantri kembali kepada Jumain. Parjono pensiun. Babah Ong akhirnya membuka toko sendiri di terminal. Rusmadi tidak pernah terdengar kabarnya. Mistah masih bekerja memasang listrik ke rumah-rumah. Ruwet dan Gendhuk hidup di jalanan, entah alat apa lagi yang akan dipasang Ruwet.

Tiwar sendiri akhirnya menerima lamaran Teja. Teja sekarang menyediakan daya bagi Tiwar. Juga bagi anak-anak mereka kelak. Kelak, setiap kali anak-anak mereka ingin menonton televisi atau setiap kali Tiwar ingin menyalakan lampu, Teja akan menyediakan daya bagi mereka. Entah sampai kapan.

***

Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek saya yang lain di sini; atau cerita pendek terjemahan dari penulis lain di sini.

***

Comments

Populer