Ahli Fiqih (The Fiqh ~ Paul Bowles)
Ketika bocah itu pulang dan menyarankan hal ini, kakaknya hanya tertawa.
Keesokan harinya di desa anak itu memutuskan untuk bertanya kepada ahli fiqih.
Dia menemukan laki-laki tua itu sedang duduk di bawah naungan pohon ara di
halaman masjid. Dia mencium tangannya, dan memberitahunya bahwa seekor anjing
yang belum pernah dilihat oleh siapa pun menggigit saudaranya dan lari.
Itu sangat buruk, kata sang ahli fiqih. Apakah kau punya kandang untuk menguncinya? Taruh dia di sana, tapi ikat tangannya ke belakang. Tidak ada seorang pun yang boleh mendekatinya, kau mengerti?
Anak laki-laki itu berterima kasih kepada sang ahli fiqih dan pulang ke
rumah. Dalam perjalanan dia memutuskan untuk menutupi palu dengan benang rajutan
dan memukul bagian belakang kepala saudaranya. Mengetahui bahwa ibunya tidak
akan setuju melihat putranya diperlakukan seperti itu, dia memutuskan bahwa hal
itu harus dilakukan ketika dia jauh dari rumah.
Malam itu ketika perempuan itu berdiri di luar dekat sumur, dia menyelinap
di belakang saudara laki-lakinya dan memukulnya dengan palu sampai dia jatuh ke
lantai. Kemudian dia mengikat tangannya ke belakang dan menyeretnya ke dalam
gudang di samping rumah. Di sana dia meninggalkannya terbaring di tanah, lalu
keluar, mengunci pintu di belakangnya.
Ketika saudara laki-laki itu sadar, dia mulai berteriak keras. Sang ibu
memanggil anak laki-laki itu: Cepat! Lari dan lihat apa yang terjadi dengan Muhamad.
Tapi anak laki-laki itu hanya berkata: Aku tahu ada apa dengannya. Seekor
anjing menggigitnya, dan ahli fiqih berkata dia harus tinggal di kandang.
Perempuan itu mulai menarik-narik rambutnya dan mencakar wajahnya dengan
kuku dan memukul dadanya. Anak laki-laki itu mencoba menenangkannya, tapi dia
mendorongnya dan lari ke gudang. Dia menempelkan telinganya ke pintu. Yang bisa
dia dengar hanyalah suara terengah-engah putranya saat dia mencoba melepaskan
tangannya dari tali yang mengikatnya. Perempuan itu menggedor kayu dan
meneriakkan namanya, tapi dia sedang berusaha melepaskan tali di tangannya,
wajahnya di tanah, dan tidak menjawab. Akhirnya bocah itu membawa perempuan itu
kembali ke rumah. Itu sudah hukumnya, katanya.
Keesokan paginya perempuan itu menunggang keledai dan pergi ke desa untuk
menemui sang ahli fiqih. Sang ahli fiqih, kebetulan, sudah pergi pagi itu untuk
mengunjungi saudara perempuannya di Rhafsai, dan tidak ada yang tahu kapan dia
akan kembali. Maka perempuan itu membeli roti dan memulai perjalanan menuju
Rhafsai, bersama dengan sekelompok penduduk desa yang sedang dalam perjalanan
ke sebuah souq1 di daerah tersebut. Malam itu dia tidur di souq
dan keesokan paginya saat fajar dia melanjutkan perjalanan lagi dengan
sekelompok orang yang berbeda.
Setiap hari anak laki-laki itu memberikan makanan kepada saudaranya
melalui jendela kecil berjeruji tinggi di atas salah satu kios di dalam gudang.
Hari ketiga dia juga melemparkan pisau, jadi saudaranya bisa memotong tali dan
menggunakan tangannya untuk makan. Setelah beberapa saat terpikir olehnya bahwa
dia sudah melakukan hal bodoh dengan memberinya pisau, karena kalau dia berusaha
cukup keras dengan pisau itu dia mungkin bisa membuat jalan melalui pintu.
Karena itu, dia mengancam tidak akan membawa makanan lagi sampai saudaranya
melemparkan pisaunya kembali melalui jendela.
Ibunya baru saja tiba di Rhafsai, dia jatuh sakit karena demam. Keluarga
yang melakukan perjalanan bersamanya membawanya ke rumah mereka dan merawatnya,
tapi hampir sebulan sebelum dia bisa bangkit dari pallet2 di
lantai tempat dia terbaring. Saat itu sang ahli fiqih sudah kembali ke desanya.
Akhirnya dia cukup sehat untuk memulai perjalanan lagi. Setelah dua hari
duduk di punggung keledai, dia tiba di rumah dengan kelelahan, dan disambut
oleh si bocah.
Dan saudaramu? katanya, yakin bahwa sekarang dia sudah mati.
Anak laki-laki itu menunjuk ke gudang, dan perempuan itu bergegas ke
pintu dan mulai memanggilnya.
Ambil kuncinya dan keluarkan aku! dia menangis.
Aku harus menemui ahli fiqih dulu, Aoulidi3. Besok.
Keesokan paginya dia dan anak laki-laki itu pergi ke desa. Ketika sang
ahli fiqih melihat perempuan dan putranya masuk ke halaman, dia mengangkat
pandangannya ke langit. Itu adalah kehendak Allah bahwa anakmu harus mati
seperti itu, katanya pada perempuan itu.
Tapi dia belum mati! perempuan itu menangis. Dan dia seharusnya tidak
tinggal di sana lebih lama lagi.
Ahli fiqih itu tercengang. Lalu dia berkata: Keluarkan dia! Keluarkan
dia! Allah Maha Penyayang.
Tapi bocah itu memohon agar sang ahli fiqih datang sendiri dan membuka
pintu. Maka mereka berangkat, ahli fiqih itu menunggang keledai diikuti oleh si
perempuan dan si anak laki-laki dengan berjalan kaki. Ketika mereka sampai di
gudang, anak laki-laki itu menyerahkan kunci kepada laki-laki tua itu, dan dia
membuka pintu. Pemuda itu berlari keluar, diikuti bau busuk yang begitu
menyengat sehingga sang ahli fiqih menutup pintu lagi.
Mereka pulang ke rumah, dan perempuan itu membuatkan teh untuk mereka.
Saat mereka duduk sambil minum sang ahli fiqih berkata kepada pemuda itu: Allah sudah menyelamatkanmu. Jangan menganiaya saudaramu
karena sudah mengurungmu. Dia melakukannya atas perintahku.
Pemuda itu bersumpah bahwa dia tidak akan pernah mengangkat tangannya untuk
bocah itu. Tapi anak laki-laki itu masih takut, dan tidak bisa memaksa dirinya
untuk menemui kakaknya. Ketika sang ahli fiqih pergi untuk kembali ke desa,
bocah itu ikut bersamanya, untuk membawa kembali keledai itu. Saat mereka
berjalan di sepanjang jalan, dia berkata kepada orang tua itu: Saya takut pada
Muhamad.
Ahli fiqih itu tidak senang. Kakakmu lebih tua darimu, katanya. Kau
mendengar dia bersumpah untuk tidak menyentuhmu.
Malam itu ketika mereka sedang makan, perempuan itu pergi ke tungku untuk
membuat teh. Untuk pertama kalinya bocah laki-laki itu melirik kakaknya, dan menggigil
karena ketakutan. Muhamad dengan cepat memamerkan giginya dan membuat suara
aneh di tenggorokannya. Dia melakukan ini sebagai semacam lelucon, tapi bagi
anak laki-laki itu, itu berarti sesuatu yang sangat berbeda.
Ahli fiqih itu seharusnya tidak membiarkan dia keluar, katanya dalam
hati. Sekarang dia akan menggigitku, dan aku akan sakit seperti dia. Dan ahli
fiqih itu akan menyuruhnya untuk melemparkanku ke dalam gudang.
Dia tidak berani melihat Muhamad lagi. Di malam hari dalam kegelapan dia
berbaring memikirkannya, dan dia tidak bisa tidur. Pagi-pagi sekali dia
berangkat ke desa, mengejar sang ahli fiqih sebelum mulai mengajar
murid-muridnya di msid4.
Apa lagi sekarang? tanya ahli fiqih itu.
Ketika bocah itu menceritakan apa yang dia takuti, laki-laki tua itu
tertawa. Tapi dia tidak punya penyakit! Dia tidak pernah menderita penyakit
apapun, syukur kepada Allah.
Tapi Anda sendiri yang menyuruhku untuk mengurungnya, Sidi5.
Ya ya. Tapi Allah Maha Penyayang. Sekarang pulanglah dan lupakanlah.
Kakakmu tidak akan menggigitmu.
Anak laki-laki itu berterima kasih kepada sang ahli fiqih dan pergi. Dia
berjalan melewati desa dan keluar di sepanjang jalan yang akhirnya mengarah ke
jalan raya. Keesokan paginya dia mendapat tumpangan dengan truk yang membawanya
ke Casablanca. Tak seorang pun di desa itu yang pernah mendengar tentang dia lagi.
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan kaki:
1 Souq: pasar atau area komersial, biasanya terbuka, di
kota-kota Arab atau Muslim. Kata ini berasal dari kata bahasa Aram šūqā,
yang berarti "jalan, pasar".
2 Pallet: tempat tidur yang diisi jerami.
3 Aoulidi: anakku (Maroko).
4 Msid: sebutan untuk sekolah dasar Muslim di Maroko.
5 Sidi: tuan (Maroko).

Comments
Post a Comment