Kembalinya Ninurta Ke Nibru (Mitologi Sumeria)
Penguasa
seluruh negeri, dengan kekuatanmu yang dahsyat, prajurit Enlil, dengan
kekuatanmu yang agung, prajurit yang ganas, kau sudah mengambil alih kekuatan
ilahi yang bagaikan surga, putra Enlil, kau sudah mengambil alih kekuatan ilahi
yang bagaikan bumi, kau sudah mengambil alih kekuatan ilahi pegunungan, yang
seberat surga, kau sudah mengambil alih kekuatan ilahi Eridu, yang
sebesar bumi.
Kau sudah
membuat para dewa bersujud di hadapanmu. Kau sudah membuat para Anunna memberi
hormat kepadamu. Ninurta, kau disempurnakan oleh kekuatan heroik. Ucapan sang
raja bagaikan badai, ucapan Dewa Ninurta bagaikan badai. Dia menaruh
kekuatannya, kekuatan dalam pertempuran, di ikat pinggangnya.
Sang
penguasa, dengan senjatanya yang heroik, Ninurta, putra Enlil, dengan
kekuatannya yang besar, mengeluarkan domba jantan liar berkepala enam dari
rumah yang berkilau dan tinggi. Dia mengeluarkan prajurit naga dari benteng
besar pegunungan. Dia mengeluarkan perahu Magilum dari Abzu. Dia
mengeluarkan Bison dari debu pertempurannya. Dia mengeluarkan Putri Duyung dari
batas langit dan bumi. Dia mengeluarkan Gipsum dari tanah pegunungan. Dia
mengeluarkan Tembaga Kuat dari pegunungan yang hancur. Dia mengeluarkan burung
Anzu dari pohon halub-haran. Dia mengeluarkan ular berkepala Tujuh dari
pegunungan.
Sang
prajurit membuat gunung-gunung bergetar. Ninurta, membuat gunung-gunung
bergetar. Sang penguasa, dengan kekuatan heroiknya, melampiaskan dendamnya.
Sang prajurit Ninurta, dengan kekuatan heroiknya, melampiaskan dendamnya. Di
atas kereta perangnya yang berkilauan, yang menimbulkan rasa takut yang luar
biasa, dia menggantungkan banteng-banteng liar hasil tangkapannya pada as roda
dan menggantungkan sapi-sapi hasil tangkapannya pada palang kuk.
Dia
menggantungkan domba jantan liar berkepala enam pada pelindung debunya. Dia
menggantungkan prajurit naga pada tempat duduknya. Dia menggantungkan perahu
Magilum. Dia menggantungkan Bison pada baloknya. Dia menggantungkan Putri
Duyung pada papan pijakan. Dia menggantungkan Gypsum pada bagian depan kuk. Dia
menggantungkan Tembaga Kuat pada pin tiang bagian dalam. Dia menggantungkan
burung Anzu pada pelindung depan. Dia menggantungkan ular berkepala tujuh pada
balok silang yang berkilau.
Ninurta
melangkah ke kereta perangnya yang siap tempur. Ud-ane, dewa yang maha melihat,
dan Lugal-anbara, dewa yang berjanggut, berjalan di depannya, dan dewa yang
mengagumkan dari pegunungan, Lugal-kur-dub, pelayan Ninurta, mengikutinya. Saat
sang raja menerjang bagaikan banjir bandang, saat Ninurta, menyerang negeri
pemberontak, dia menerjang bagaikan banjir bandang, dia bergemuruh bagaikan
badai di cakrawala.
Ketika,
atas perintah Enlil, dia sedang menuju Ekur, prajurit para dewa sedang
meratakan Tanah, dan sebelum dia mendekati Nibru dari jauh, Nuska, menteri Enlil, muncul dari Ekur
untuk menemuinya. Dia menyapa Ninurta, "Yang mulia, prajurit yang
sempurna, perhatikan dirimu. Ninurta, prajurit yang sempurna, perhatikan
dirimu. Cahayamu sudah menutupi kuil Enlil seperti jubah. Saat kau melangkah ke
kereta perangmu, yang deritnya adalah suara yang menyenangkan, langit dan bumi
bergetar. Anunna, dewa agung, jangan menakuti ayahmu di kediamannya. Jangan
menakuti Enlil di kediamannya. Semoga ayahmu memberimu hadiah karena kekuatan
heroikmu. Semoga Enlil memberimu hadiah karena kekuatan heroikmu. O, penguasa,
belenggu An, yang pertama di antara para dewa, pembawa meterai Enlil, sumber
kehidupan Ekur, hai prajurit, karena kau sudah menggulingkan gunung-gunung,
ayahmu tidak perlu mengutus dewa lain selain dirimu. Ninurta, karena kau sudah
menggulingkan gunung-gunung, Enlil tidak perlu mengutus dewa lain selain
dirimu."
Sementara
kata-kata ini masih meluncur dari mulut Nuska, Ninurta menyimpan cambuk dan
tongkatnya di dalam kotak tali. Dia menyandarkan tongkatnya, kekuatan dalam
pertempuran, ke kotaknya dan memasuki kuil Enlil. Dia mengarahkan
banteng-banteng liar tawanannya ke kuil. Dia mengarahkan sapi-sapi tawanannya,
seperti banteng-banteng liar, ke kuil. Dia mengeluarkan barang rampasan dari
kota-kota yang dijarahnya. Para Anunna merasa takjub. Enlil, Gunung Agung,
memberi hormat kepadanya, dan Acimbabbar berdoa untuknya.
Ninlil yang agung, dari dalam Ki-ur, berbicara dengan kagum kepada Ninurta, "Wahai banteng liar, dengan tanduk yang ganas terangkat, putra Enlil, kau sudah menghantam pegunungan. Prajurit, Ninurta, kau sudah menaklukkan tanah pemberontak."
Ninurta
menjawabnya, "Ibu, aku sendiri tidak bisa melakukannya tanpa bantuanmu. Ninlil,
aku sendiri tidak bisa melakukannya tanpa bantuanmu. Berperang seperti surga --
tidak ada yang bisa menandingi aku. Seperti banjir, aku menghancurkan
gunung-gunung seperti gubuk-gubuk alang-alang. Pertempuranku, bagaikan banjir
yang menerjang, meluap di pegunungan. Dengan tubuh dan otot singa, dia bangkit
di tanah yang memberontak. Para dewa menjadi khawatir dan melarikan diri ke
pegunungan. Mereka mengepakkan sayap mereka seperti sekawanan burung kecil.
Mereka berdiri bersembunyi di rerumputan seperti banteng liar. Tidak seorang
pun bisa menghadapi cahayaku, yang seberat surga. Karena akulah penguasa
pegunungan berundak-undak, di setiap arah. Karena aku sudah menaklukkan
pegunungan dari batu pualam dan lapis lazuli ini, para Anunna bersembunyi
seperti tikus."
"Sekarang
aku membangun kembali kekuatan heroikku di pegunungan. Di sebelah kananku, aku
membawa pemukul-berbagai-benda. Di sebelah kiriku, aku membawa
pemukul-berbagai-benda. Aku membawa badai bergigi lima puluh, tongkat
surgawiku. Aku membawa pahlawan yang turun dari pegunungan besar, badai yang
tidak bisa dilawan. Aku membawa senjata yang melahap mayat seperti naga, kapak agasiligku.
Aku membawa jaring alkad dari negeri pemberontak, jaring alkadku.
Aku membawa sesuatu yang tidak bisa dilepaskan oleh gunung-gunung, jaring cucgalku.
Aku membawa ular mucmah bermulut tujuh, sang pembunuh. Aku membawa
sesuatu yang bisa melucuti gunung-gunung, pedang, belati surgawiku."
"Aku
membawa banjir pertempuran, gada berkepala lima puluh milikku. Aku membawa
badai yang menyerang manusia, busur dan anak panahku. Aku menang membawa gung
mereka yang menghancurkan kuil-kuil negeri pemberontak, tongkat lempar dan
perisaiku. Aku membawa penolong manusia, tombakku. Aku membawa apa yang
memancarkan cahaya seperti siang hari, penghancur gunung-gunungku. Aku membawa
pemelihara orang-orang di surga dan bumi, musuhku yang tidak bisa melarikan
diri."
"Aku
membawa benda yang cahayanya yang menakjubkan meliputi seluruh negeri, yang
sangat cocok untuk tangan kananku, dihiasi emas dan lapis lazuli, yang
kehadirannya menakjubkan, senjata kepercayaanku. Aku membawa senjata yang
sempurna, sangat agung, bisa dipercaya dalam pertempuran, tak tertandingi,
sangat cocok untuk pergelangan tanganku di medan perang, gada berkepala lima
puluhku, aku membawa senjata yang membakar negeri pemberontak seperti api, gada
berkepala lima puluhku."
"Karena
itu, biarlah ayahku membawakan piala dan senjata perangku. Biarlah Enlil
memandikan lenganku yang heroik. Biarlah dia menuangkan air suci ke lengan
ganas yang membawa senjataku. Biarlah dia mendirikan mimbar suci di ruang
singgasana untukku. Biarlah dia meletakkan kereta perang surgawiku di atas
alas. Biarlah dia menambatkan prajurit-prajuritku yang ditawan di sana seperti
banteng yang menyeruduk. Biarlah dia membuat raja-rajaku yang ditawan memberi
penghormatan kepadaku di sana, seperti kepada cahaya surga."
"Akulah
yang kuat, tak tertandingi di pegunungan, akulah Ninurta -- biarkan mereka
bersujud di hadapan namaku. Akulah yang berkepala singa yang sangat perkasa
dari Enlil, yang dia lahirkan dengan kekuatannya. Badai surga, belenggu para
dewa, akulah yang dipilih An dengan kekuatannya yang besar."
"Akulah
sumber kehidupan Inanna. Akulah prajurit, yang ditakdirkan bersama Enki untuk
menjadi layak bagi kekuatan ilahi yang menakutkan. Biarkan kekuasaanku terwujud
hingga ke ujung langit dan bumi. Akulah yang paling mampu di antara para dewa
-- biarkan aku dipenuhi dengan kedahsyatan yang luar biasa."
"Biarlah
kotaku tercinta, tempat suci Nibru, mengangkat kepalanya setinggi langit.
Biarlah kotaku menjadi yang utama di antara kota-kota saudaraku. Biarlah kuilku
menjulang paling tinggi di antara kuil-kuil saudaraku. Biarlah wilayah kotaku
menjadi sumur air tawar Sumeria. Biarlah para Anunna, saudara dewaku, bersujud
di sana. Biarlah burung-burung terbang mereka membangun sarang di kotaku.
Biarlah para pengungsi mereka menyegarkan diri di bawah naunganku."
Ketika
Ninurta keluar dari kuil Enlil, Ninkarnuna, seorang prajurit berwajah paling
cemerlang, sesudah mendengar pernyataan dari Ninurta, melangkah ke hadapan Dewa
Ninurta dan berdoa untuknya, "Yang Mulia, semoga kau bersikap baik
terhadap kota tercintamu. Tuan Ninurta, semoga kau bersikap baik terhadap kota
tercintamu. Semoga kau bersikap baik terhadap tempat suci Nibru, kota
tercintamu. Saat kau memasuki Esumesa, kuil tercintamu, sendirian, katakan
kepada istrimu, nona muda Ninnibru, apa yang ada di dalam hatimu, katakan
kepadanya apa yang ada dalam pikiranmu. Sampaikan pernyataan yang mendukungnya
sebagai raja."
Isi doa
dari keturunan seorang pangeran, Ninkarnuna, tindakannya memerciki hati Ninurta
dengan persembahan air dingin, dan masalah kemakmuran yang dibicarakannya
menyenangkan hati Ninurta saat ia pergi dalam prosesi menuju Esumesa untuk
mewujudkan kekuatan ilahi yang abadi. Ninurta menatap Ninkarnuna dengan penuh
persetujuan.
Ketika
Ninurta memasuki Esumesa, kuil kesayangannya, sendirian, dia menceritakan isi
hatinya kepada istrinya, nona muda Ninnibru, dan menyampaikan apa yang ada
dalam benaknya, lalu dia menyampaikan pernyataan yang mendukungnya sebagai
raja. Sang prajurit, yang kepahlawanannya nyata, Ninurta, putra Enlil, sudah
dengan kokoh memantapkan kebesarannya di tempat suci Enlil. Dewa yang sudah
menghancurkan gunung-gunung, yang tidak memiliki saingan, yang maju dengan
marah dalam pertempuran yang hebat itu, prajurit agung yang maju dengan
kekuatannya, yang hebat, banjir Enlil, Ninurta, putra Ekur yang agung,
kebanggaan ayah yang melahirkannya, terpujilah engkau.
Cir-gida untuk Ninurta.
***
Kalau Anda menyukai kisah mitologi ini, Anda mungkin ingin membaca kisah mitologi Sumeria lainnya di sini.
***

Comments
Post a Comment