Santo Manuel Yang Baik, Sang Martir (Saint Manuel, the Good, Martyr ~ Miguel de Unamuno)
“Kalau pengharapan kita kepada Kristusterbatas pada hidup kita di dalam dunia ini saja,maka dari seluruh umat manusia di dalam dunia
ini,kitalah yang paling malang!”
Sekarang uskup keuskupan Renata, tempat desa saya Valverde de Lucerna berada, akan memulai, kata orang, proses beatifikasi1 Don Manuel kami, atau lebih tepatnya, Santo Manuel yang Baik, yang dulunya adalah pastor paroki kami, saya ingin menulis di sini, dengan gaya seperti sebuah pengakuan, (dan hanya Tuhan yang tahu, bukan saya, takdir tulisan saya), segala yang saya ketahui dan ingat tentang laki-laki yang penuh kasih yang mengisi bagian paling dalam di hidup dan jiwa saya, yang merupakan bapa spiritual sejati saya, bapa jiwa saya, bapa saya, Angela Carballino.
Laki-laki yang lain, ayah biologis dan sementara saya, saya hampir tidak mengenalnya, karena dia meninggal ketika
saya masih sangat muda. Saya tahu dia datang ke Valverde de Lucerna kami sebagai orang asing, bahwa dia tinggal di sini setelah menikahi ibu saya. Dia membawa
beberapa buku, Quixote2, karya-karya teater klasik, beberapa
novel sejarah, buku-buku sejarah, the Bertoldo3, dan banyak lagi, dan sebagai seorang bocah yang suka melamun, saya melahap buku-buku itu, nyaris
menjadi satu-satunya orang
di desa yang melakukan itu. Ibu saya yang baik tidak pernah menceritakan kepada saya tentang ayah saya
atau kata-katanya. Don Manuel, yang dipujanya
seperti semua orang di desa, yang dengannya dia akhirnya jatuh cinta --tentu saja cinta
yang religius-- sudah menghapus ingatannya tentang suaminya. Setiap hari, ketika berdoa rosario, dia dengan
sungguh-sungguh memuji laki-laki itu di hadapan Tuhan.
Saya ingat Don Manuel kami seolah-olah rasanya
baru kemarin, ketika saya masih anak-anak berumur
sepuluh tahun, sebelum mereka membawa saya ke
sekolah agama di kota katedral Renada. Pastor kami itu mungkin berumur sekitar tiga puluh tujuh.
Tubuhnya tinggi, kurus, gagah, dan mengangkat kepalanya
seperti Gunung Buitre membawa puncaknya, dan
di matanya ada kedalaman biru danau kami. Dia menarik semua orang pada pandangan pertama, dan setelah itu, hati mereka, dan dia, ketika melihat kami, dia melihat tubuh
kami seperti melihat gelas, untuk melihat ke dalam hati kami. Kami semua mencintainya, terutama
anak-anak. Hal-hal yang dia ceritakan
kepada kami! Hal-hal, bukan kata-kata. Kota ini mulai beraura
kudus; orang-orang merasa kenyang dan mabuk dengan aromanya.
Pada saat itulah saudara
saya Lazaro, yang berada di Amerika tempat dia secara teratur mengirim uang kepada kami sehingga kami bisa hidup dengan
nyaman, menyuruh ibu
untuk mengirim saya ke sekolah agama, supaya saya bisa menyelesaikan pendidikan di luar desa. Dan begitulah, walaupun dia tidak memikirkan soal
para suster. "Tapi karena di sana," dia menulis surat kepada kami, "tidak ada
sekolah progresif biasa sejauh yang aku tahu, dan bahkan lebih sedikit lagi sekolah
untuk anak perempuan, orang harus menerima
apa adanya. Yang penting Angelita dipoles dan tidak terus bergaul di kumpulan gadis desa yang
kasar." Dan saya masuk sekolah itu pada awalnya untuk menjadi guru
di sana, tapi saya kemudian
merasa bosan dengan pedagogi4.
Di sekolah saya bertemu dengan gadis-gadis dari
kota, dan berteman dengan beberapa dari mereka. Tapi saya tetap berhubungan
dengan hal-hal dan orang-orang di desa kami, tempat saya sering menerima berita, dan berulang kali berkunjung. Dan ketenaran
pastor paroki kami sampai di sekolah kami, dan dia mulai dibicarakan di kota katedral itu. Para suster terus
menanyai saya tentangnya.
Sejak saya masih sangat muda, saya
tidak tahu bagaimana persisnya, saya dipenuhi rasa ingin tahu, kekhawatiran, dan ketakutan, setidaknya sebagian berasal dari buku-buku milik ayah saya, dan ini semakin
meningkat di sekolah,
bersama dengan hubungan saya terutama dengan seorang teman yang
kemudian sangat menyukai saya, dan yang kadang-kadang
mengusulkan agar kami masuk ke biara yang sama, yang bersumpah akan
menjadi saudara dan bahkan menandatangani sumpah itu
dengan darah kami. Lain waktu dia berbicara dengan saya dengan mata
setengah tertutup tentang pacar, tentang petualangan pernikahan. Sebenarnya, saya belum pernah mendengar kabar darinya lagi dan saya juga tidak tahu nasibnya. Dan saat kami berbicara tentang Don Manuel, atau ketika ibu saya menceritakan sesuatu tentangnya di dalam suratnya, (dan dia selalu ada hampir di semua suratnya) yang biasa saya baca bersama teman saya itu, dia akan berseru seperti begitu
bergairah, "Betapa beruntungnya kau, temanku, karena bisa tinggal di dekat
orang suci seperti itu, seorang santo sejati, yang
hidup, dan bisa mencium tangannya! Kalau
kau kembali ke kotamu, tulislah surat untukku, yang banyak, ceritakan segalanya tentangnya!"
Saya menghabiskan lima tahun di sekolah itu, yang sekarang tampaknya sudah hilang seperti mimpi di kabut ingatan di kejauhan, dan pada umur lima belas saya kembali ke Valverde de Lucerna. Sekarang segalanya
tergantung Don Manuel, Don Manuel bersama danau dan gunung.
Saya sangat ingin bertemu dengannya, untuk berada di bawah perlindungannya, supaya dia bisa menentukan arah hidup
saya.
Kata orang dia masuk Seminari5 untuk menjadi pastor dengan tujuan merawat anak-anak dari salah satu saudara perempuannya,
yang baru saja menjanda, untuk melayani sebagai ayah mereka; dan
katanya di seminari dia dibedakan
karena ketajaman mentalnya, dan bakatnya, dan dia
menolak tawaran karir gereja yang cemerlang karena dia hanya ingin tinggal di Valverde de Lucerna, sebuah desa yang
terjepit seperti tong di antara danau dan gunung yang memantul di permukaannya.
Betapa dia sangat
mencintai umatnya! Hidupnya diabdikan untuk memperbaiki pernikahan yang rusak, mendamaikan anak-anak nakal dengan ayah mereka, atau mendamaikan ayah dengan anak-anak mereka, dan terutama menghibur mereka yang mengalami
kepahitan dan kebosanan, dan membantu semua orang untuk meninggal sebagai seorang
Kristen yang baik.
Saya ingat di antara semua hal itu, ketika anak perempuan Bibi Rabona yang kehilangan kehormatannya kembali dari kota, (anak perempuan yang sudah menghancurkan dirinya sendiri dan kembali sebagai perempuan lajang, tanpa harapan, membawa seorang anak laki-laki bersamanya), Don Manuel tidak pernah menyerah sampai berhasil membuat pacar lamanya Perote menikahinya, dan mengakui anaknya, berkata kepada laki-laki itu, "Dengar, jadilah ayah bagi anak kecil yang malang ini, karena cuma dia yang di surga ..."
"Tapi Don Manuel, bukan saya yang bersalah!"
"Siapa yang tahu, anakku, siapa yang tahu....! Dan terutama karena ini bukan masalah siapa
yang bersalah."
Dan sekarang Perote
yang malang, seorang laki-laki cacat dan lumpuh, menemukan tongkat dan penghiburan dalam hidupnya di diri bocah laki-laki itu, anak
yang, karena kesucian Don Manuel, diakuinya
sebagai anaknya, walaupun sebenarnya bukan.
Di malam Santo Yohanes6, malam terpendek tahun ini, sudah jadi kebiasaan semua perempuan tua yang malang dan tidak sedikit orang-orang tua yang dianggap dirasuki iblis dan yang sepertinya hanya ingin merayakan, dan kadang-kadang sampai tergila-gila, datang ke danau kami, dan Don Manuel melakukan tugasnya untuk meringankan penderitaan dan bahkan kalau mungkin menyembuhkan mereka. Dan kehadirannya begitu luar biasa sehingga penampilannya, dan terutama kata-katanya yang sangat manis, dan di atas segalanya suaranya --betapa ajaibnya suaranya-- berhasil memberikan kesembuhan yang tidak diduga-duga. Maka ketenarannya meningkat, yang menarik semua orang sakit di daerah itu untuk datang ke danau kami. Dan satu kali seorang ibu yang datang memintanya untuk melakukan mukjizat bagi anaknya, dan dia menjawab sambil tersenyum sedih, "Aku tidak diizinkan oleh uskup untuk melakukan mukjizat."
Dia sangat teliti supaya setiap orang terlihat bersih. Kalau seseorang mengenakan pakaian yang robek, dia akan berkata kepada mereka,
"Pergilah kepada sakristan7, supaya dia bisa memperbaikinya." Sakristan itu adalah seorang
penjahit. Dan ketika mereka akan mengucapkan selamat Tahun Baru
kepadanya, karena itu adalah hari santonya, (santo pelindungnya adalah Yesus Tuhan kita), Don Manuel ingin semua orang datang mengenakan baju baru, dan kalau
ada yang tidak memilikinya, dia sendiri yang akan memberikannya kepada mereka.
Dia menunjukkan kasih sayang yang sama untuk
semua orang, dan kalau dia lebih memperhatikan
beberapa orang, ini yang sangat disayangkan, itu
adalah kepada orang-orang yang sepertinya paling suka
memberontak. Dan ketika di kota itu ada seorang anak laki-laki malang yang
terbelakang sejak lahir, Blasillo si idiot, dia sangat menyayanginya dan bahkan berhasil mengajarinya hal-hal yang merupakan keajaiban kalau dia bisa menguasainya. Dan sedikit kecerdasan yang masih tersisa di anak terbelakang itu terlihat
ketika dia menirukan monyet Don Manuel yang malang.
Hal yang luar biasa darinya
adalah suaranya, sebuah suara surgawi yang bisa membuat orang menangis. Ketika memimpin sebuah misa yang penting atau serius, dia mengucapkan
kata pengantar, seluruh gereja gemetar dan semua orang
yang mendengarnya sampai ke intinya. Nyanyiannya, keluar dari gereja dan berdiam di danau dan kaki gunung. Dan ketika dalam khotbah Jumat Agung, dia berseru
'Tuhanku, Tuhanku, kenapa
Kau tinggalkan aku8?' sebuah getar hebat menembus kota itu seperti di permukaan danau ketika angin dari
utara datang. Dan seolah-olah mereka mendengar suara Tuhan kita Yesus Kristus sendiri, seolah-olah suara itu terlepas dari
salib tua yang di kakinya begitu banyak generasi
para ibu meletakkan kegelisahan mereka. Maka, begitu ibunya mendengarnya, ibu Don Manuel, dia tidak bisa menahan diri dan dari bagian
gereja tempatnya duduk, dia berseru, "Anakku!" Lalu
mengalirlah air mata semua orang. Seolah-olah mereka percaya
bahwa seruan sang
ibu keluar dari mulut
setengah terbuka dari patung Bunda Maria --yang hatinya ditikam oleh tujuh bilah pedang-- yang berada di salah satu kapel gereja. Lalu Blasillo, si
idiot, berkeliling mengulangi
dengan suara yang sedih, berjalan di
lorong gereja seperti gema, 'Tuhanku, Tuhanku, kenapa Kau tinggalkan aku?' itu sedemikian rupa sehingga begitu
orang-orang mendengar suaranya mereka semua meneteskan air mata bahagia pada kemenangan yang
ditirukan anak idiot yang malang itu.
Hubungannya dengan orang-orang sedemikian rupa sehingga tidak ada yang berani berbohong di depannya, dan setiap orang, tanpa harus melakukan pengakuan dosa, mengaku kepadanya. Hal itu sampai pada suatu titik ketika sebuah kejahatan keji dilakukan di kota terdekat, sang hakim, orang yang tidak peka yang tidak mengenal Don Manuel dengan baik, memanggilnya dan berkata kepadanya, "Mari kita lihat apakah Anda, Don Manuel, bisa membuat bandit ini mengatakan yang sebenarnya."
"Supaya kau bisa menghukumnya?" jawab orang suci itu. "Tidak, Tuan
Hakim, tidak, aku tidak akan mengeluarkan kebenaran dari siapa pun yang mungkin bisa membawanya
pada kematian. Itu adalah antara Tuhan dengan dirinya.... Keadilan manusia bukan urusanku. Jangan kamu menghakimi supaya kamu tidak dihakimi9, Tuhan kita berfirman."
"Tapi bukan begitu maksud saya, Pastor...."
"Pahamilah ini; berikanlah, Tuan Hakim, kepada Kaisar apa
yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu
berikan kepada Allah10. "
Dan sambil berlalu dia menatap tajam pada penjahat yang dituduh itu dan berkata kepada mereka, "Berjaga-jagalah karena Tuhan sudah memaafkanmu, karena itulah satu-satunya hal yang penting."
Di kota ini semua orang menghadiri
misa, bahkan kalau mereka pergi hanya untuk mendengar dan melihatnya di altar tempat wajahnya terlihat bercahaya. Ada sebuah praktik suci yang diperkenalkannya ke dalam ibadah
umum, dan itu adalah, ketika seluruh kota berkumpul di gereja, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, ribuan orang, kami biasa melafalkan secara
serentak, dengan satu suara tunggal, Pengakuan Iman11: Aku percaya akan
Allah, Bapa Yang Maha Kuasa, pencipta langit dan bumi, dan seterusnya. Dan itu bukan paduan suara tapi satu suara, satu suara yang sederhana dan bersatu, semua
orang berdiri seperti gunung dan puncaknya, yang kadang-kadang hilang di balik di awan, adalah Don Manuel. Dan setelah sampai pada
bagian --aku percaya pada kebangkitan badan dan kehidupan kekal--, suara Don Manuel seolah-olah
jatuh ke danau, ke seluruh kota, dan di sanalah suara itu menjadi tenang. Dan saya
mendengar lonceng desa yang kata orang terbenam di dasar danau, lonceng yang kata orang juga terdengar di malam Santo Yohanes dan itu adalah desa yang terbenam di danau rohani kota kami. Saya mendengar suara orang-orang mati yang dibangkitkan dalam diri kami dalam persekutuan orang-orang kudus. Setelah mempelajari rahasia santo kami, saya mengerti bahwa itu
seperti sebuah rombongan yang berjalan di
tengah gurun ketika pemimpinnya meninggal dunia, ketika mendekati akhir perjalanan mereka, memanggulnya di bahu mereka untuk membawa tubuhnya yang sudah tidak bernyawa ke
tanah yang dijanjikan.
Semua orang tidak ingin mati sebelum bisa
memegang tangannya seperti memegang jangkar.
Tidak pernah di dalam pelayanannya dia berkhotbah untuk melawan orang-orang yang tidak
benar, --masons12, kaum liberal atau penista agama. Buat apa, kalau memang
mereka tidak ada di desa? Atau
bahkan berkhotbah melawan yang jahat. Alih-alih, salah satu tema paling sering
di dalam khotbahnya adalah melawan gosip atau fitnah. Karena dia memaafkan semua orang dan segalanya. Dia
tidak ingin percaya pada niat jahat siapa pun.
"Iri hati," dia sering mengulang-ulangnya, "dipelihara oleh orang-orang yang percaya bahwa
mereka dicemburui, dan kebanyakan penganiayaan pada
kenyataannya datang dari pikiran
untuk menganiaya daripada dari seorang penganiaya."
"Tapi dengar, Don Manuel, yang ingin saya katakan...."
Dan katanya, "Kita seharusnya tidak perlu
terlalu khawatir pada maksud
kata-kata seseorang seperti pada kata-kata orang lain yang tidak punya maksud
apa-apa...."
Hidupnya aktif dan tidak kontemplatif, menghindar sebisa mungkin dari tidak melakukan apa-apa. Ketika dia mendengar bahwa kemalasan adalah ibu dari semua kejahatan, dia menjawab 'dan yang terburuk adalah kemalasan berpikir'. Dan ketika saya bertanya kepadanya apa
yang dia maksud dengan itu, dia menjawab, "Malas berpikir adalah berpikir untuk tidak melakukan apa-apa atau berpikir tentang apa yang sudah dilakukan alih-alih memikirkan apa yang masih harus dilakukan. Yang sudah selesai, sudah
selesai. Dan satu lagi, tidak ada yang lebih buruk daripada
menyesali apa yang tidak bisa
diraih. Bertindak, dan bertindak." Saya mengerti sejak saat itu, bahwa Don Manuel menghindar dari kemalasan
berpikir dan ketika sendirian, dari beberapa pikiran yang menganiaya dirinya.
Jadi dia selalu sibuk, dan bukan
sekali dua dia mencari hal untuk dikerjakan. Dia sangat jarang menulis tentang dirinya sendiri sehingga tidak meninggalkan tulisan atau catatan buat
kami, sebaliknya, di sisi lain, dia menjadikan
dirinya penulis memoar untuk orang lain, dan terutama
buat ibu-ibu dia menuliskan surat kepada anak-anak mereka yang sudah pergi.
Dia juga bekerja secara manual, membantu
dengan tangannya sendiri untuk pekerjaan tertentu di kota. Pada masa panen dia pergi untuk menebah dan menampi dan sambil mengajar dia menghibur mereka. Dia kadang-kadang menggantikan pekerjaan mereka yang sakit. Suatu hari, hari
yang paling kejam di musim dingin, dia bertemu
dengan seorang bocah, yang
sudah setengah mati karena
kedinginan, yang ayahnya menyuruhnya untuk menjemput seekor
sapi jauh di atas gunung.
"Dengar," katanya pada anak itu, "pulanglah ke rumah dan hangatkan dirimu dan beritahu ayahmu bahwa aku yang
akan bertanggung jawab atas hal itu."
Dan ketika kembali bersama binatang itu
dia menemui sang ayah, semua orang
bingung siapa yang harus
keluar untuk menemuinya. Di musim dingin dia
memotong kayu untuk orang miskin. Ketika pohon kenari yang besar itu mengering, pohon kenari yang disebutnya matriarkal, yang di bawah bayangannya dia bermain ketika masih kecil, dia membawanya pulang lalu membuatnya
jadi enam bilah papan yang disimpannya di bawah ranjangnya. Dia memberikan
sisa kayu itu untuk menghangatkan orang-orang miskin. Dia juga biasa membuatkan bola untuk anak-anak laki-laki untuk dimainkan
dan itu bukan satu-satunya mainan yang diberikannya kepada anak-anak.
Dia biasa menemani dokter di sekelilingnya, dan meracik resep dari sang dokter. Dia sangat tertarik pada kehamilan, pada membesarkan anak-anak dan menganggap
kata-kata 'dari buaian langsung ke surga' dan 'malaikat kecil di surga' sebagai penistaan besar. Dia sangat tersentuh oleh kematian anak-anak.
"Seorang anak yang mati ketika
dilahirkan atau setelah dilahirkan, dan bunuh diri,"
katanya satu kali, "buatku
adalah misteri yang paling mengerikan, anak yang
disalibkan!"
Dan satu kali, karena bunuh diri, ayah anak yang bunuh diri, seorang asing, bertanya apakah dia akan menguburkannya di tanah suci, dia menjawab, "Tentu saja, karena pada saat-saat terakhir, di kematiannya yang kedua, dia pasti bertobat."
Dia sering pergi ke sekolah untuk membantu para guru, untuk mengajar bersama dengannya dan bukan hanya mengajar katekismus13. Dia menghindari kemalasan dan kesendirian. Sehingga karena suka berada bersama orang-orang, terutama pemuda dan anak-anak, dia biasa pergi ke pesta dansa. Dan lebih dari sekali dia bermain drum sehingga anak laki-laki dan perempuan bisa berdansa, dan ini, yang buat orang lain merupakan penistaan profesi kepastorannya yang mengerikan, baginya menjadi sebuah praktik keagamaan yang suci. Ketika Angelus14 terdengar, dia segera menaruh drum dan tongkatnya, melepaskan topinya dan setiap orang yang bersamanya berdoa; "Maria diberi kabar oleh Malaikat Tuhan, Salam Maria....."
Lalu, "Sekarang, mari kita beristirahat buat besok."
"Yang utama," katanya, "adalah orang-orang bahagia, supaya setiap orang bahagia dengan
kehidupan mereka. Kebahagiaan hidup adalah hal utama dari segalanya. Tidak ada yang seharusnya mati sampai Tuhan menginginkannya."
"Tapi saya mau," begitu seorang janda baru-baru ini berkata kepadanya, "saya mau mengikuti suami saya."
"Untuk apa?" jawabnya. "Tinggallah di sini untuk memuji
jiwanya kepada Tuhan."
Pada sebuah pernikahan satu kali dia berkata, "Dan kalau aku bisa mengubah semua air danau
kita menjadi anggur, menjadi anggur tidak peduli seberapa banyak kalian minum, kalian akan menjadi bahagia tanpa pernah mabuk,
atau setidaknya mabuk dengan bahagia."
Satu kali melintaslah sekelompok pemain boneka yang malang melewati kota. Pemimpinnya, yang datang bersama istrinya yang sakit dan hamil, dengan tiga orang anak yang membantunya, bermain sebagai badut. Sementara dia membuat anak-anak dan bahkan orang-orang dewasa tertawa di alun-alun kota, istrinya, merasa tidak sehat, harus berhenti dan pergi diiringi tatapan cemas sang badut, dan tawa anak-anak. Dan ditemani Don Manuel yang waktu itu sedang berada di penginapan di alun-alun, membantunya meninggal sebagai seorang Kristen. Dan ketika petunjukan itu selesai, dan penduduk kota dan sang badut mengetahui tragedi tersebut, mereka semua pergi ke penginapan itu dan orang malang itu, berkata sambil bercucuran air mata; "Mereka semua benar, Pastor, bahwa Anda adalah seorang santo," dan mendekatinya mencoba meraih tangannya untuk menciumnya, tapi Don Manuel cepat menarik tanganya dan meraih tangan sang badut dan berkata di depan semua orang, "Kaulah yang santo, badut terhormat; aku melihatmu bekerja dan aku mengerti bahwa kau tidak cuma melakukannya untuk memberi anak-anakmu roti, tapi juga untuk membuat orang lain bahagia. Dan kukatakan kepadamu bahwa istrimu, ibu dari anak-anakmu yang sudah kukirim kepada Tuhan ketika kau bekerja dan membuat orang bahagia, beristirahat bersama Tuhan dan kau akan bergabung dengannya dan para malaikat yang akan membalasmu dengan tawa, dan orang-orang yang kau buat tertawa di surga kebahagiaan."
Dan semua orang, anak-anak dan orang
dewasa, menangis, dan tersedu-sedu karena duka sebagaimana kebahagiaan
yang misterius tenggelam dalam kesedihan. Lalu, mengingat saat yang khidmat
itu, saya mengerti bahwa kebahagiaan Don Manuel yang tidak tergoyahkan adalah bentuk
sementara dan duniawi dari kesedihan yang tak terbatas yang dengan kesucian
heroik disembunyikannya dari mata dan telinga orang lain.
Dengan kegiatan teraturnya itu, dan dengan bergabung dalam pekerjaan dan permainan semua orang, dia sepertinya ingin membebaskan dirinya, membebaskan dirinya dari kesendiriannya. "Saya takut kesendirian," ulangnya. Tapi walaupun begitu, dari waktu ke waktu dia pergi sendirian ke tepi danau menuju reruntuhan biara tua, yang nampaknya masih menaungi jiwa-jiwa para suster Cistercian yang menurut sejarah dikuburkan dan dilupakan. Sel yang disebut Bapa Kapten ada di sana, dan di dindingnya disebut-sebut masih ada bekas tetesan darahnya yang tertumpah ketika mencambuk dirinya sendiri. Apa yang dipikirkan Don Manuel di sana? Yang saya ingat adalah bahwa satu kali, ketika berbicara tentang biara, saya bertanya kepadanya kenapa tidak terpikir olehnya untuk tinggal di sebuah biara, dia menjawab, "Bukan karena aku punya, dan memang aku punya, saudara perempuan yang janda dan keponakan laki-laki dan perempuan untuk dirawat, atau karena Tuhan membantu orang-orang malang, tapi karena aku tidak dilahirkan untuk menjadi biarawan, menjadi sebuah jangkar. Kesendirian akan membunuh jiwaku, dan bicara soal biara, biaraku adalah Valverde de Lucerna. Aku tidak seharusnya tinggal sendiri, aku tidak boleh mati sendiri. Aku harus hidup untuk umatku, dan mati untuk umatku. Bagaimana aku bisa menyelamatkan jiwaku kalau aku tidak menyelamatkan umatku?"
"Tapi ada beberapa biarawan suci, orang-orang penyendiri," kata saya kepadanya.
"Ya, Tuhan memberi mereka kesunyian yang tidak
diberikan kepadaku, dan aku harus berhenti memikirkan hal itu. Aku tidak bisa kehilangan umatku untuk memenangkan jiwaku. Jadi Tuhan membuatku
seperti ini. Aku tidak akan bisa menahan godaan
padang gurun. Aku tidak akan bisa menanggung
sendiri salib kelahiran."
Saya ingin dengan memoar ini, yang saya imani, untuk menggambarkan Don Manuel kami seperti ketika saya, seorang gadis berusia sekitar tujuh
belasan, kembali dari sekolah agama Renada ke biara
Valverde de Lucerna. Saya kembali untuk menyerahkan diri saya di kaki sang
kepala biara itu.
"Hai, putri La Simona," --dia berkata kepada saya ketika melihat saya, "sekarang sudah menjadi seorang perempuan muda, dan bisa bahasa Prancis, dan bisa menyulam dan main piano sementara aku tidak bisa semuanya. Sekarang sudah siap memberi kami keluarga yang lain. Dan kakakmu, Lazaro, kapan dia pulang? Dia masih tinggal di Dunia Baru bukan?"
"Ya, Bapa, dia tinggal di Amerika."
"Dunia Baru, dan kita di Dunia
Lama. Tapi tidak apa-apa, kalau kau menulis surat
kepadanya katakan bahwa aku, pastornya, mau dia kembali dari Dunia Baru ke Dunia Lama ini, untuk membawa kabar dari sana. Dan katakan kepadanya bahwa dia
akan menemukan bahwa danau dan gunung masih
sama seperti ketika dia meninggalkannya."
Ketika saya membuat pengakuan, kegelisahan saya begitu besar hingga saya tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Saya berdoa 'saya orang berdosa', terbata-bata, hampir terisak-isak. Dan dia, yang memperhatikannya, berkata kepada saya, "Ada apa, domba kecil? Apa atau siapa yang kau takutkan? Karena kau tidak gemetar sekarang di bawah beban dosamu atau karena takut akan Tuhan. Apakah kau gemetar karena aku, begitukah?"
Saya mulai menangis.
"Apa yang mereka katakan tentangku? Cerita apa? Mungkin ibumu?
Ayo, ayolah, tenanglah, dan anggaplah bahwa kau sedang berbicara dengan kakakmu."
Saya menenangkan diri, dan mulai menceritakan kecemasan saya, keraguan saya, kesedihan saya.
"Bah bah bah. Dan di mana kau membaca itu nona-kecil-yang-serba-tahu. Semua itu cuma tulisan. Jangan menghabiskan terlalu banyak waktu melakukannya, bahkan di hari
Santa Teresa15 sekalipun. Dan kalau kau ingin menghibur diri sendiri,
bacalah Bertoldo yang juga dibaca ayahmu."
Saya meninggalkannya, pengakuan pertama saya kepada orang suci itu, dengan perasaan sangat terhibur. Dan ketakutan pertama saya, yang lebih dari rasa hormat,
ketakutan, yang dengannya saya menghampirinya, berubah menjadi penyesalan. Saya waktu itu masih muda, baru seorang gadis, tapi saya mulai
menjadi perempuan. Saya merasakan di
dalam diri saya inti dari keibuan dan mendapati diri saya berada di ruang pengakuan dosa di samping orang
suci itu saya merasa seperti mendengar
pengakuannya yang tenang dalam gumaman tertahan dalam suaranya, dan saya ingat ketika dia menyerukan di gereja tersebut kata-kata Yesus Kristus 'Tuhanku, Tuhanku, kenapa Kau tinggalkan aku?' dan ibunya, ibu Don Manuel, menjawab dari tempatnya; "Anakku!" dan saya mendengar tangisan yang
menghancurkan keheningan gereja. Dan saya membuat pengakuan lagi kepadanya untuk menghiburnya.
Satu kali, ketika di ruang pengakuan
dosa, saya menjelaskan salah satu keraguan saya kepadanya, dia menjawab,
"Untuk itu, kau tahu katekismusmu. Jangan tanya aku karena aku bodoh.... Bunda Maria sudah mengajari orang-orang yang tahu bagaimana cara menjawabnya."
"Tapi kalau orang yang
terpelajar di sini cuma Anda, Don Manuel?"
"Aku? Aku yang terpelajar? Jangan pernah berpikir begitu. aku, anakku yang pintar, bukan apa-apa kecuali cuma seorang pastor desa yang miskin. Dan pertanyaan itu. Apa kau tahu siapa yang memberikannya kepadamu, siapa yang mengarahkannya
kepadamu? Iblis."
Lalu, semakin berani, saya mengejarnya, "Dan kalau dia mengarahkannya kepada Anda, Don Manuel?"
"Kepada siapa? Kepadaku? Iblis? Kami tidak mengenal satu sama lain, Nak, kami tidak saling
mengenal."
"Dan kalau dia benar-benar mengarahkannya kepada Anda?"
"Aku tidak akan mempedulikannya. Dan sudah cukup dulu ya? Mari bergegas
karena beberapa orang yang benar-benar sakit sedang
menungguku."
Saya mundur, berpikir, saya tidak tahu kenapa, Don Manuel kami, orang yang
terkenal bisa menyembuhkan orang yang dirasuki setan, tidak percaya pada iblis. Dan ketika pulang saya berpapasan
dengan Blasillo si idiot, yang kebetulan sedang pergi ke gereja, dan ketika melihat saya, untuk menghibur
saya dengan apa yang dia bisa, dia mengulangi, dan sebagaimana dia biasa
melakukannya.... 'Tuhanku, Tuhanku, kenapa
Kau tinggalkan aku?' Saya sampai di rumah dengan
perasaan yang sangat sedih dan mengurung diri di kamar untuk menangis sampai ibu saya datang.
"Sepertinya, Angelita, dengan begitu seringnya
kau membuat pengakuan, menurutku kau akan menjadi seorang suster."
"Jangan takut, ibu," jawab
saya, "karena masih
banyak yang harus kulakukan di kota ini yang merupakan biaraku."
"Sampai kau menikah."
"Aku tidak berniat melakukannya," jawab saya.
Dan kali lain ketika saya bertemu dengan Don Manuel, saya bertanya dengan menatap langsung di matanya, "Apakah neraka itu ada, Don Manuel?"
Dan dia, tanpa berkedip,
menjawab;
"Bagimu, anakku, tidak ada."
"Berarti untuk yang lain, ada?"
"Apa pentingnya
bagimu kalau kau tidak akan pergi ke sana?"
"Penting buat saya soal orang lain itu. Adakah?"
"Percayalah pada surga, pada surga yang kita lihat.
Lihatlah," dan dia menunjukkannya kepada
saya di puncak gunung dan di bawahnya, memantul di atas danau.
"Tapi Anda harus percaya pada neraka sama seperti Anda
percaya surga," jawab saya kepadanya.
"Kau harus percaya segala yang diajarkan oleh Gereja Katolik Roma dan kepercayaan
Gereja Apostolik16 dan yang mereka ajarkan untuk percaya. Itu sudah cukup."
Saya membaca dan saya tidak tahu kesedihan apa yang ada di dalam matanya, yang biru seperti air danau.
Tahun-tahun berlalu seperti mimpi. Gambaran
tentang Don Manuel tumbuh di dalam diri saya tanpa saya
sadari, karena dia adalah orang biasa, sebiasa makanan yang setiap hari kita minta dalam Doa Bapa Kami. Saya dulu sering membantunya sebisa mungkin dalam menjalankan
tugasnya; saya mengunjungi orang sakit, orang-orang sakit kami, gadis-gadis di sekolah, saya memperbaiki jubah gereja, saya
menjadi, ketika dia memanggil saya, diakonnya17. Saya pergi selama beberapa hari sebagai tamu ke sekolah teman
kami di kota, dan harus pulang, karena saya tenggelam di kota itu, saya membutuhkan sesuatu, saya merasa haus akan pemandangan permukaan danau, lapar untuk melihat puncak gunung, saya di atas segalanya merasa kehilangan Don Manuel saya, dan seolah-olah ketidakhadirannya memanggil saya,
seolah-olah dia berada dalam bahaya karena
jauh dari saya, seolah-olah dia membutuhkan saya;
saya ingin meringankan beban
salib kelahirannya.
Jadi saya hampir berumur dua puluh
empat ketika kakak laki-laki saya Lazaro kembali dari Dunia Baru, membawa sedikit uang yang dia
tabung. Dia tiba di sini, di Valverde de Lucerna dengan
ide untuk membawa ibu dan saya tinggal di kota, mungkin
Madrid.
"Di desa," katanya, "orang semakin konyol, orang semakin kasar dan semakin miskin." Dan dia menambahkan, "Peradaban adalah kebalikan dari rurisasi, kebodohan desa tidak! Aku tidak menyuruhmu sekolah supaya kau membusuk di sini, di antara orang-orang udik kasar itu."
Saya diam, walaupun siap menolak untuk disuruh pindah, tapi ibu kami yang berusia lebih dari enam puluh, menentangnya lebih
dulu. "Seumurku harus mengganti air?" katanya lebih dulu. Lalu dia meminta kakak saya untuk memahami bahwa dia tidak bisa hidup
jauh dari pemandangan danaunya, gunungnya, dan yang
terpenting, Don Manuel-nya.
"Kalian seperti kucing yang menempel di perapian!" ulang kakak laki-laki saya.
Ketika dia menyadari kendali penuh yang dilakukan
oleh orang suci kami terhadap seluruh kota, dan terutama kepada kami, ibu dan saya, dia semakin kesal kepadanya. Dia tampaknya mewakili teokrasi gelap yang dia percaya akan menenggelamkan Spanyol. Dan dia menyemburkannya tanpa henti semua keyakinan anti-kepastoran dan bahkan anti-religius yang dibawanya dari Dunia Baru.
Di Spanyol yang
semakin lemah ini, katanya, pastor menguasai perempuan dan perempuan menguasai laki-laki, lalu seluruh negeri. Seluruh negeri. Negeri feodal ini....
Baginya feodal adalah kata yang mengerikan; feodal dan abad pertengahan adalah dua kata yang dia khotbahkan kalau dia ingin mengutuk sesuatu.
Kurangnya efek yang ditimbulkan oleh caciannya
pada kami membuatnya bingung, seperti juga kurangnya efek yang ditunjukkan orang di kota tempat mereka mendengarkannya dengan
acuh tak acuh. 'Tidak ada orang yang bisa menjangkau orang-orang desa ini'. Tapi karena dia baik, dan juga cerdas, dia segera menyadari jenis
kekuatan yang Don Manuel punya
terhadap kota ini dan dia segera mencari tahu pekerjaan sang pastor di kota ini.
"Tidak, dia tidak seperti yang lain,"
katanya, "dia seorang santo!"
"Tapi tahukah kau seperti apa pastor yang lain?" tanya saya kepadanya.
"Aku bisa membayangkannya."
Tapi dia tetap tidak pernah masuk ke gereja, atau berhenti berusaha
membuktikan di mana-mana kurangnya
kepercayaannya, walaupun selalu mengecualikan Don Manuel. Lalu mulai terbentuk di kota, saya
tidak tahu bagaimana, semacam harapan, seperti pertarungan antara kakak saya dengan Don Manuel, atau lebih tepatnya usaha membuat yang disebut
pertama bertobat oleh yang disebut kedua. Tidak ada yang meragukan bahwa pada akhirnya, sang
pastor paroki akan membawanya ke parokinya.
Lazaro di sisi lain, terbakar gairah (dia mengatakannya kemudian)
untuk mendengar Don Manuel, untuk melihat dan mendengarkannya di gereja, untuk
mendekati dan berbicara dengannya, untuk mengetahui rahasia kekuasaan
spiritualnya atas jiwa-jiwa. Dan akhirnya dia sering bertanya
soal itu, karena penasaran
--katanya-- maka dia pergi untuk mendengarkannya.
"Ya, ini adalah sesuatu
yang berbeda," katanya pada saya begitu dia
mendengarnya. "Dia tidak seperti yang lain, tapi dia tidak bisa
menipuku; dia terlalu pintar untuk percaya pada semua yang harus dia
ajarkan."
"Tapi apa menurutmu dia orang munafik?" tanya saya kepadanya.
"Munafik? Tidak! Tapi dia harus hidup di luar parokinya."
Menurut saya, kakak saya sangat ingin saya membaca buku yang dibawanya
dan buku lain yang dia paksa saya untuk membelinya.
"Jadi kakakmu Lazaro," kata Don Manuel, "sangat ingin kau membaca. Kalau begitu, bacalah, anakku, baca dan nikmatilah. Aku tahu kau tidak akan membaca apapun
kecuali hal-hal yang baik, bahkan novel. Sejarah yang kata
orang benar tidak lebih baik. Sebaiknya kau
membaca daripada memberi makan gosip dan cerita
ibu-ibu tua di kota. Tapi bacalah terutama buku religius yang membuat hidupmu bahagia, bahagia dan bahagia."
Apa kakak saya punya?
Lalu ibu kami sakit parah dan
meninggal, dan di hari-hari terakhirnya, satu-satunya keinginannya adalah bahwa
Don Manuel harus mengubah Lazaro yang diharapkannya bisa
dilihatnya lagi suatu hari nanti di surga, di sudut bintang tempat dia bisa melihat danau dan
gunung di Valverde de Lucerna. Dia pergi
untuk bertemu Tuhan.
"Kau tidak akan pergi," kata Don Manuel kepadanya, "kau
akan tetap tinggal. Tubuhmu di sini di perapian dan jiwamu juga di sini, di rumah ini, melihat dan mendengarkan anak-anakmu, bahkan kalau mereka tidak bisa melihat atau mendengarmu."
"Tapi saya, Bapa, saya akan bertemu Tuhan."
"Tuhan, anakku, ada di sini dan di mana-mana, dan kau akan melihatnya dari sini. Dan
kita semua di dalam Dia dan Dia di dalam kita."
"Semoga begitu, Tuhan," kata
saya kepadanya.
"Kebahagiaan ketika ibumu meninggal," katanya pada saya, "adalah kehidupan kekalnya." Dan berpaling kepada kakak saya Lazaro, "Surganya adalah untuk bisa terus melihatmu, dan sekarang saatnya bagimu untuk menyelamatkannya. Katakan padanya bahwa kau akan berdoa untuknya."
"Tapi,"
"Tapi? Katakan padanya bahwa kau akan berdoa untuknya, orang yang kepadanya kau berutang hidupmu, dan aku tahu bahwa begitu kau berjanji untuk berdoa, dan aku tahu bahwa segera setelah kau berdoa.... "
Kakak saya, berlinang air mata, mendekati ibu kami yang sekarat, berjanji padanya dengan sungguh-sungguh untuk
mendoakannya.
"Dan aku akan
berada di surga untukmu, untuk kalian berdua,"
jawab ibu saya, dan mencium salib lalu
dengan pandangan matanya berpaling ke arah Don Manuel dia
menyerahkan jiwanya kepada Tuhan.
"Ke tanganmu aku menyerahkan jiwaku," doa orang suci itu.
Kakak saya dan saya ditinggalkan sendirian di rumah. Apa yang terjadi pada kematian ibu kami membuat Lazaro berhubungan dengan Don Manuel yang tampaknya membuatnya
agak mengabaikan pasiennya yang lain, umatnya yang membutuhkan, untuk bertemu dengan saya. Mereka berjalan-jalan di sore hari di tepi danau atau menuju
reruntuhan biara tua Cistercian yang dihiasi ivy.
"Dia orang yang luar biasa," kata
Lazaro kepada
saya. "Kau tahu bagaimana kata orang bahwa di dasar danau ada sebuah desa yang tenggelam, dan di malam tahun baru Santo Yohanes, kau bisa mendengar lonceng
gerejanya?"
"Ya," jawab
saya, "sebuah desa feodal abad
pertengahan."
"Dan kupikir," tambahnya, "di kedalaman jiwa Don Manuel kita juga terbenam, tenggelam, sebuah desa, dan sesekali
kau bisa mendengar suara loncengnya."
"Ya," kata
saya padanya, "desa yang
terbenam di jiwa Don Manuel itu... kenapa bukan kau juga? Itu adalah makam jiwa kakek dan nenek kita, orang-orang dari Valverde de Lucerna, feodal
dan dari abad pertengahan!"
Kakak saya akhirnya selalu pergi untuk mendengar Don Manuel, dan ketika dia berkata
bahwa dia akan ikut komuni di paroki itu, dia akan ikut
komuni ketika orang lain melakukan komuni, di sana terdengar sukacita yang mendalam di seluruh kota yang percaya bahwa mereka sudah membawanya kembali. Tapi adalah kegembiraan juga bahwa Lazaro tidak merasa dikalahkan atau ditaklukkan.
Dan hari komuninya tiba, di hadapan seluruh kota dan bersama dengan seluruh kota. Ketika giliran kakak laki-laki saya maju, saya melihat Don Manuel, seputih salju di puncak
gunung pada bulan Januari, dan gemetar seperti
danau ketika angin bertiup kencang,
mendekat dengan hosti suci di tangannya, dan dia gemetar ketika membawanya ke mulut Lazaro, dia menjatuhkan hosti itu lalu merasa pusing. Dan kakak saya sendiri yang mengangkat hosti itu dan membawanya ke mulutnya. Dan orang-orang, ketika melihat Don Manuel menangis, ikut menangis lalu berkata, "Betapa dia mencintainya." Lalu, karena saat itu fajar, seekor
ayam berkokok.
Ketika kembali ke rumah dan tinggal berdua dengan kakak saya, saya memeluk lehernya dan menciumnya sambil berkata, "Ay, Lazaro, Lazaro, betapa kau sudah membuat kami semua bahagia, kami semua, seluruh kota, semua orang, orang-orang yang hidup dan yang mati, khususnya Mama, ibu kita. Apa kau menyadarinya? Don Manuel yang malang menangis dengan gembira. Sungguh sebuah kebahagiaan yang kau berikan kepada kami semua!"
"Itulah kenapa
aku melakukannya," jawabnya.
"Itulah kenapa? Untuk membuat kami bahagia? Kau pasti melakukannya atas kemauanmu sendiri, bertobat."
Lalu Lazaro, kakak saya, menjadi sepucat dan segemetar Don Manuel ketika dia memberinya komuni, memaksa saya duduk di kursi tempat ibu kami biasa duduk, menarik napas dalam-dalam, lalu, dalam sebuah pengakuan yang tenang dan dalam berkata kepada saya, "Dengar Angelita, waktunya tiba untuk mengatakan yang sebenarnya, seluruh kebenarannya, dan aku akan memberitahumu, karena aku harus memberitahumu, karena aku tidak bisa dan tidak seharusnya tetap diam dan karena selain itu, kau pasti bisa menebaknya, yang lebih buruk, cepat atau lambat."
Lalu dengan tenang dan datar, dengan setengah berbisik, dia menceritakan sebuah cerita yang membuat saya tenggelam ke dalam danau kesedihan. Bagaimana Don Manuel mengubahnya terutama selama mereka berjalan ke reruntuhan biara Cistercian tua, supaya dia tidak menimbulkan masalah, supaya dia memberi contoh yang baik, supaya dia menyesuaikan diri dengan kehidupan religius orang-orang, supaya dia berpura-pura percaya seandainya dia masih tidak percaya, supaya dia menyembunyikan ide-idenya, tanpa mencoba mengajarkan kepadanya katekismus, untuk mengubahnya
dengan cara yang sama sekali berbeda.
"Tapi apa itu mungkin?" saya
berseru, bingung.
"Mungkin adikku, mungkin saja." Dan ketika saya berkata kepadanya 'Tapi bagaimana mungkin seorang pastor menasihatiku untuk berpura-pura?' dia, terbata-bata, "Berpura-pura? Berpura-pura, bukan. Itu bukan berpura-pura. Ambillah air suci kata orang dan kau akan percaya. Dan ketika aku, melihat ke matanya lalu
berkata kepadanya, 'Dan Anda merayakan misa, apakah Anda percaya?' dia menurunkan tatapan matanya ke danau dan matanya penuh
air mata. Dan begitulah aku mendapatkan rahasianya."
"Lazaro!" saya mengerang.
Dan tepat di saat itu, Blasillo si
idiot lewat di jalan sambil berseru 'Tuhanku, Tuhanku, kenapa Kau tinggalkan aku?' Dan Lázaro bergidik, mengira dia mendengar suara
San Manuel, atau mungkin bahkan Tuhan kita Yesus Kristus.
"Lalu," lanjut kakak saya, "aku memahami tujuannya dan saat itulah aku memahami kesuciannya; karena dia adalah seorang santo, adikku, santo yang lengkap. Dia tidak mencoba untuk memenangkan saya karena tujuan
sucinya, karena itu adalah tujuan, karena itu adalah tujuan yang kudus, sangat kudus, tapi dia melakukannya untuk kedamaian, untuk kebahagiaan dan ilusi kalau kau suka menyebutnya, untuk mereka yang percaya kepadanya; aku mengerti bahwa kalau dia menipu mereka begitu, kalau
itu adalah tipuan, bukan untuk memenangkan apapun
untuk dirinya sendiri. Aku menyerah pada kata-katanya, dan itulah pertobatanku. Dan aku tidak akan pernah melupakan
hari ketika aku berkata kepadanya, 'Tapi Don Manuel, kebenaran, kebenaran di atas
segalanya!' dia, gemetar, berbisik di telingaku
walaupun kami berada di tengah desa. 'Kebenaran? Kebenaran Lazaro mungkin sesuatu yang
mengerikan, sesuatu yang tidak tertahankan, sesuatu yang
fana; orang-orang sederhana tidak bisa hidup dengan itu.' 'Lalu kenapa Anda membiarkan saya melihatnya di sini dan sekarang, seolah-olah sebagai sebuah pengakuan?' Dan
katanya, 'Karena kalau tidak, itu akan menyiksaku sehingga aku akan meneriakkannya di alun-alun, dan tidak pernah, tidak pernah, tidak pernah, tidak akan pernah.
Aku harus membuat jiwa-jiwa umat parokiku
hidup, membuat mereka bahagia dan membuat mereka
bermimpi bahwa mereka abadi, dan bukan untuk membunuh mereka. Yang dibutuhkan di sini adalah bahwa mereka hidup dengan cara yang sehat
dalam perasaan yang utuh, dan dengan kebenaran, dengan kebenaranku, mereka tidak akan hidup. Biarkan mereka hidup. Dan inilah yang gereja
lakukan. Membuat mereka hidup. Agama yang benar? Semua agama benar sepanjang mereka bisa membuat umat mereka menjalani
kehidupan secara spiritual, sepanjang mereka bisa
menghibur umat mereka yang dilahirkan untuk mati, dan
untuk setiap orang, agama yang paling benar
adalah agama mereka, agama
yang sudah menciptakan mereka. Dan agamaku? Agamaku akan menghibur diriku dengan menghibur orang lain, walaupun penghiburan yang kuberikan kepada mereka bukanlah
milikku.'
Aku tidak akan pernah melupakan kata-katanya itu."
"Tapi itu berarti komunimu adalah
penistaan!" saya dengan berani berkata, mengaku dosa segera setelah berkata begitu.
"Penistaan? Dan siapa yang memberikannya
padaku? Dan misanya?"
"Sungguh seorang martir!" saya berseru.
"Dan sekarang," tambah kakak saya,
"ada satu lagi yang bisa menghibur orang-orang."
"Untuk menipu mereka?" kata
saya.
"Untuk menipu mereka, bukan," jawabnya, "tapi untuk menguatkan mereka dalam iman
mereka."
"Dan, kota ini," kata saya, "apakah benar-benar percaya?"
"Bagaimana aku tahu? Ini
dipercayai tanpa disadari, di
luar kebiasaan, di luar tradisi. Dan yang paling dibutuhkan bukanlah menyadarkan mereka. Biarkan mereka hidup dalam kemiskinan mereka sehingga mereka tidak tersiksa karena kemewahan. Diberkatilah orang-orang miskin dalam roh."
"Itu, kakakku, kau pelajari dari Don Manuel. Dan sekarang, katakan padaku, apa
kau sudah menepati janji yang kau buat kepada ibu kita ketika dia akan meninggal dunia, bahwa
kau akan berdoa untuknya?"
"Siapa yang tidak akan menepatinya! Kau anggap aku ini siapa? Adikku, apa menurutmu aku
bisa tidak menepati kata-kataku sendiri, sebuah janji yang
sungguh-sungguh, dan sebuah janji yang dibuat di sisi tempat tidur
seorang ibu yang sedang sekarat?"
"Bagaimana aku tahu! Kau bisa menipunya supaya dia bisa mati dengan tenang."
"Kenyataannya adalah, kalau aku tidak menepati
janjiku, aku akan hidup tanpa
hiburan."
"Lalu?"
"Aku menepati janjiku dan
tidak pernah tidak mendoakannya satu hari saja."
"Hanya untuknya?"
"Ya, siapa lagi?"
"Untuk dirimu
sendiri! Dan mulai sekarang untuk Don Manuel!"
Kami berpisah, masing-masing ke kamarnya sendiri,
saya menangis sepanjang malam dan memohonkan pertobatan untuk kakak
saya dan Don Manuel. Dan dia, Lázaro yang
tidak saya kenal lagi, saya mendoakan segalanya untuknya.
Setelah hari itu, saya gemetar menemukan diri
saya sendirian bersama Don Manuel, yang terus saya ikuti karena tugas-tugas
kepastorannya. Dan sepertinya dia menyadari keadaan saya, dan menebak penyebabnya. Dan ketika akhirnya saya
mendekatinya di ruang pengakuan dosa, siapa hakim dan siapa
penjahatnya? Kami berdua, dia dan saya menundukkan kepala dalam diam dan mulai menangis. Dan dialah, Don Manuel yang memecahkan kesunyian yang luar
biasa untuk berkata kepada saya dengan suara yang sepertinya keluar dari tulang belulangnya.
"Tapi kau, Angela, kau percaya seperti waktu
kau berumur sepuluh tahun, bukan? Kau percaya."
"Ya, saya percaya, Bapa."
"Teruslah percaya. Dan kalau
ada keraguan pada dirimu, jauhkan itu dari dirimu. Orang harus tetap hidup."
Saya menantang, dengan seluruh tubuh gemetar, berkata, "Tapi Anda, Bapa, apakah Anda percaya?"
Dia ragu sejenak, dan menjawab saya, "Aku percaya."
"Tapi percaya apa, Bapa, percaya
apa? Apakah Anda percaya pada kehidupan setelah
kematian? Apakah Anda percaya bahwa ketika kita mati kita
tidak mati dalam segala hal. Apakah Anda percaya bahwa kita akan bertemu lagi,
untuk saling mencintai dalam kehidupan yang akan datang? Apakah Anda percaya
pada kehidupan setelah kematian?"
Santo yang malang itu terisak-isak.
"Dengar, Nak, tinggalkanlah
hal itu."
Dan sekarang, ketika menulis memoar ini, saya bertanya-tanya. Kenapa dia tidak menipu saya? Kenapa dia tidak menipu saya seperti dia menipu yang lain? Kenapa dia begitu menderita? Karena
dia tidak bisa menipu dirinya sendiri atau karena dia tidak bisa menipu saya?
Dan saya ingin percaya bahwa dia menderita karena dia tidak bisa menipu dirinya
sendiri alih-alih karena tidak bisa menipu saya.
"Dan sekarang," tambahnya, "doakan
aku, doakan saudaramu, doakan dirimu sendiri, doakan semua orang. Orang harus tetap hidup, dan seseorang harus memberikan kehidupan."
Lalu hening
"Dan kenapa kau tidak menikah Angelina?"
"Anda sudah tahu
alasannya, Bapa."
"Tapi tidak, tidak. Kau harus menikah. Lazaro atau aku, kami akan mencarikanmu pacar. Karena kau harus menikah untuk menghilangkan kekhawatiranmu."
"Kekhawatiran, Don Manuel?"
"Aku tahu apa yang kukatakan. Dan jangan terlalu mengkhawatirkan orang lain, setiap orang punya kekhawatirannya sendiri untuk dijawab oleh dirinya sendiri."
"Dan Andakah, Don Manuel, yang harus memberitahukan hal itu
kepada saya? Andakah yang harus
menasihati saya untuk menikah untuk menjawab kekhawatiran
saya sendiri dan tidak mengkhawatirkan orang lain? Andakah?
"Kau benar, Angelina, aku tidak tahu lagi
apa yang kukatakan sekarang dan aku mengakuinya. Tapi ya, ya, hidup itu perlu, orang harus tetap hidup."
Dan ketika saya bangkit untuk meninggalkan gereja dia berkata kepada saya, "Dan sekarang,
Angelina, atas nama orang-orang, apakah kau membebaskanku18?"
Saya merasa diri saya ditembus dengan
sabda yang misterius, dan saya berkata kepadanya,
"Atas nama Bapa, dan Putera, dan Roh Kudus, saya membebaskan Anda,
Bapa."
Lalu kami meninggalkan gereja, dan ketika
pergi saya merasakan sisi keibuan saya bergetar.
Kakak saya, yang sekarang sepenuhnya mengabdi pada pelayanan Don Manuel, adalah pelayan dan sahabatnya yang paling tekun. Apalagi, rahasia bersama mereka sudah
menyatukan mereka. Dia menemaninya dalam
kunjungannya ke orang sakit, ke sekolah-sekolah, dan dia menaruh uangnya untuk
diatur oleh orang suci itu. Dan dia melakukan segalanya kecuali belajar membantunya dalam misa. Dan dia terus masuk
semakin dalam dan semakin dalam ke dalam jiwa Don Manuel yang tak
tertembus.
"Sungguh manusia sempurna," katanya pada saya. "Kemarin, sambil
berjalan-jalan di tepi danau, dia berkata kepadaku, 'Inilah pencobaan terbesarku.' Dan ketika aku bertanya kepadanya, dia menambahkan, 'Ayahku
yang malang yang meninggal di
umur hampir sembilan puluh, menghabiskan hidupnya,
seperti yang dikatakannya padaku, disiksa oleh godaan untuk bunuh diri, yang datang kepadanya
yang dia tidak tahu dari mana, dari umat
manusia kalau dia bilang, mempertahankan dirinya dari godaan itu. Dan pertahanan itu adalah hidupnya. Tidak menyerah pada godaan, dia berusaha
keras mempertahankan hidupnya. Dia menceritakan kepadaku
bagian yang mengerikan. Terdengar
seperti kegilaan bagiku. Dan aku mewarisinya. Dan
bagaimana air itu memanggilku dengan ketenangannya, arus yang mengalir di
bawahnya, cermin buat langit. Hidupku Lazaro seperti bunuh diri yang tidak
terputus, pertempuran melawan bunuh diri itu sama, tapi
biarkan mereka hidup, biarkan umat kita hidup.' Lalu dia menambahkan, 'Di sini sungai mengalir ke danau untuk sementara waktu, turun ke bukit, lalu menjadi air terjun, mengalir deras melewati jurang dan ngarai di sisi kota, begitu juga kehidupan mengalir, di sini, di desa ini. Tapi godaan untuk bunuh diri justru
paling besar di sini, di samping aliran yang memantulkan bintang di malam hari, bukan di samping air terjun, yang
membuat orang ketakutan. Lihat, Lazaro, aku sudah membantu penduduk desa yang miskin, yang tidak tahu, buta huruf, yang hampir tidak pernah
meninggalkan desa, melakukan
misa terakhirnya, dan aku bisa mengetahui dari bibir mereka,
dan ketika aku bukan menebak-nebak, penyebab sebenarnya dari penyakit fana mereka, dan aku
sudah melihat di sana di ranjang kematian mereka,
semua kegelapan jurang kebinasaan hidup. Seribu kali lebih buruk daripada
kelaparan. Mari kita lanjutkan kalau begitu, Lazaro, melakukan bunuh diri dalam pekerjaan kita dan di dalam umat kita, supaya mereka bisa memimpikan hidup
ini, seperti danau yang memimpikan langit.'"
"Lain waktu," kakak saya juga berkata kepada saya, "Ketika kami
kembali ke sini, kami melihat seorang gadis, seorang penggembala, berdiri di puncak yang tinggi di lereng gunung, di depan danau, yang
bernyanyi dengan suara yang lebih segar daripada air danau. Don Manuel menghentikanku, dan menunjuk dia, berkata, 'Dengar, sepertinya waktu sudah berhenti, seolah-olah gadis
itu selalu berada di sana, seperti sekarang, dan bernyanyi seperti sekarang, dan seolah-olah dia akan
terus bernyanyi, selalu, seperti biasanya
ketika kata hatiku tidak akan melakukannya, karena dia akan tetap ada ketika aku sudah tidak ada. Gadis itu menjadi bagian, seperti
batu-batu, awan, pepohonan, air, dari alam alih-alih
sebagai bagian dari sejarah.' Bagaimana perasaannya,
bagaimana Don Manuel memberi kehidupan pada alam. Aku tidak akan pernah melupakan hari ketika ada badai salju ketika dia berkata kepadaku 'Pernahkah kau melihat, Lazaro, misteri yang lebih besar dari salju yang turun di danau dan sekarat di
dalamnya, sementara salju yang sama menutupi gunung dengan mantelnya?'"
Don Manuel pasti menahan kakak saya karena semangatnya dan karena pengalamannya sebagai orang baru. Dan ketika dia tahu bahwa kakak saya akan berkeliling berkhotbah melawan takhayul tertentu, dia berkata kepadanya, "Tinggalkan mereka sendiri. Sangat sulit untuk membuat orang mengerti di tempat kepercayaan ortodoks berakhir dan takhayul dimulai. Dan terlebih lagi untuk kita. Tinggalkan mereka sendiri, selama itu menghibur mereka. Lebih baik untuk mereka mempercayai semuanya, bahkan hal-hal yang kontradiktif, daripada tidak mempercayai apapun. Urusan kepercayaan yang seringkali berakhir dengan tidak mempercayai apa-apa adalah kebiasaan orang Protestan. Jangan suka memprotes. Protes membunuh kebahagiaan."
Satu malam ketika ada bulan
purnama, kakak saya juga berkata kepada saya, bahwa mereka kembali ke desa berjalan
di sepanjang tepi danau yang di permukaannya angin sepoi-sepoi membuat riak, dan
cahaya bulan purnama bersinar di atasnya, dan Don Manuel berkata pada Lazaro;
"Dengar, airnya sedang membacakan litani19 dan sedang
berkata ianua caeli, ora pro nobis,
'pintu surga, doakanlah kami20.'"
Dan terjatuh dari bulu matanya ke rerumputan di tanah, dua air mata, tempat, sebagaimana embun, cahaya bulan purnama memantul.
Dan waktu berlalu dan kakak
saya dan saya melihat bahwa kekuatan Don Manuel mulai melemah, dan bahwa dia tidak lagi benar-benar menanggung kesedihan tidak berdasar yang membuatnya habis, mungkin sebuah penyakit berbahaya sudah memakan tubuh dan jiwanya. Dan Lazaro, mungkin untuk mengalihkan perhatiannya,
mengusulkan mungkin bagus kalau mereka bisa membuat di gereja semacam persatuan petani Katolik.
"Persatuan?" balas Don Manuel dengan sedih,
"Perkumpulan? Dan apa itu? Aku tidak mengenal
persatuan lain selain gereja dan kau tahu kata-kata 'kerajaan-Ku bukan dari dunia ini21'. Kerajaan kita Lazaro, bukan dari dunia ini..... "
"Berarti dunia yang lain?"
Don Manuel menundukkan kepalanya.
"Dunia yang lain itu, Lazaro, ada di sini juga, karena ada dua kerajaan di dunia ini. Atau lebih
tepatnya dunia lain... kemarilah, aku tidak tahu apa yang kukatakan. Soal persatuan itu, itu adalah sisa dari sifat progresifmu. Tidak, Lazaro, tidak, agama bukan untuk menyelesaikan konflik ekonomi atau
politik dalam karya yang Tuhan serahkan kepada manusia. Biarkan manusia berpikir dan bekerja seperti
yang sudah-sudah, untuk menghibur diri mereka sendiri
karena sudah dilahirkan, untuk hidup bahagia sebisa mereka di dalam ilusi bahwa semua ini akan berakhir. Aku tidak datang untuk tunduk
kepada orang miskin atau orang kaya, atau untuk
mengkhotbahkan kepada yang terakhir bahwa
mereka harus tunduk kepada yang pertama. Pengunduran
diri dan amal di semua orang, untuk semua orang. Karena orang kaya harus
mengundurkan diri dari kekayaan mereka, dan dari
kehidupan, dan juga orang miskin harus beramal kepada orang kaya. Masalah sosial? Tinggalkan
soal itu, itu bukan urusan kita. Apa mereka harus
menciptakan masyarakat baru tempat
tidak ada lagi yang kaya atau miskin, tempat kekayaan dibagikan dengan adil, tempat segala sesuatu adalah milik semua orang, lalu apa?
Tidakkah kau berpikir bahwa dari
kesejahteraan umum akan bangkit lebih kuat lagi kebosanan hidup? Ya, aku tahu bahwa salah satu pemimpin revolusi sosial tersebut berkata bahwa agama adalah candu bagi rakyat. Candu... candu... candu, ya. Mari kita beri mereka candu, supaya mereka bisa tidur dan bermimpi. Aku sendiri dengan semua aktivitas gila ini membuat
candu untuk diriku sendiri. Dan aku tetap
tidak bisa tidur nyenyak dan bahkan tidak punya mimpi yang bagus. Sungguh mimpi buruk yang mengerikan! Dan
aku juga bisa berkata kepada Sang
Guru, 'Jiwaku sedih sampai mati.' Tidak Lazaro, tidak ada persatuan dari kita. Kalau mereka membentuknya, itu akan baik buatku, karena mereka akan teralihkan. Biarkan mereka bermain di perkumpulan itu kalau itu membuat mereka bahagia."
Semua orang melihat bahwa kekuatan Don Manuel memudar sehingga dia semakin lelah.
Suaranya, yang terdengar seperti mukjizat, membuat getaran dalam tertentu. Air matanya berlinang oleh sebab apapun. Dan terutama ketika dia bicara tentang dunia lain kepada orang-orang, tentang kehidupan yang lain, sehingga dia harus berhenti sejenak, menutup
matanya. Itu karena dia bisa melihatnya, kata orang-orang. Dan pada saat itu Blasillo si idiot yang meratap paling getir. Karena sekarang Blasillo menangis lebih sering daripada tertawa dan bahkan suara tawanya terdengar seperti tangisan.
Ketika akhirnya datang Pekan Suci22 terakhir
yang Don Manuel rayakan bersama kami, di dunia kami, di desa kami, semua orang menyaksikan akhir dari tragedi tersebut. Lalu terdengar seruan 'Tuhanku, Tuhanku, kenapa kau tinggalkan aku?', seruan yang terakhir ketika Don Manuel terisak-isak di depan orang banyak. Dan ketika dia mengucapkan kata-kata Sang
Guru kepada pencuri yang baik 'Semua pencuri yang baik', Don
Manuel kami biasa berkata, sampai 'Besok engkau akan bersama-sama
dengan aku di dalam firdaus23'. Dan itulah komuni terakhir yang dilakukan orang suci kami! Ketika dia datang untuk memberi komuni kepada kakak saya, kali ini dengan tangan yang teguh, setelah liturgi dalam
vitam aeternam24, dia membungkuk ke telinganya dan berkata
kepadanya 'tidak ada kehidupan kekal kecuali yang satu ini, maka biarkan mereka memimpikannya abadi... kekal selama beberapa tahun....' Dan ketika dia memberikannya
kepadaku dia berkata, "Berdoalah anakku, doakanlah kami semua."
Lalu sesuatu yang sangat luar biasa sehingga saya membawanya ke dalam hati sebagai misteri terbesar, adalah
ketika dia mengatakan kepada saya dengan suara yang
sepertinya berasal dari dunia lain, "Dan doakan juga Tuhan kita Yesus Kristus."
Saya bangkit tanpa kekuatan dan
seolah-olah sedang berjalan dalam tidur. Dan segala sesuatu di sekitar
saya tampak seperti mimpi. Dan saya berpikir, "Aku juga harus berdoa juga untuk danau dan gunung," lalu "Apakah
aku kerasukan setan?" Dan begitu
sampai di rumah saya mengambil salib yang digenggam ibu saya ketika dia menyerahkan
jiwanya kepada Tuhan, dan melihat melalui air mata
saya dan mengingat 'Tuhanku, Tuhanku kenapa
Kau tinggalkan aku?' dari dua Kristus, yang ada di bumi dan yang berasal dari desa ini, saya berdoa: 'Jadilah kehendak-Mu di atas bumi seperti di dalam surga', dulu, lalu 'dan janganlah masukkan kami ke dalam pencobaan, amin25'. Lalu saya beralih ke gambar Bunda
Maria yang hatinya ditembus oleh tujuh bilah pedang, yang merupakan
penghiburan yang paling menyakitkan ibu saya yang malang, dan saya berdoa,
"Santa Maria, bunda
Allah, doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu
kami mati, amin26." Dan tidak seperti berdoa ketika saya bertanya kepada diri sendiri: "Orang berdosa? Kita orang berdosa? Dan apa dosa kita, apa?" Dan saya berkeliling sepanjang hari dengan dihantui
pertanyaan ini.
Keesokan harinya saya pergi ke Don Manuel yang sedang melakukan sebuah renungan religius terakhir, dan saya berkata kepadanya, "Ingat Bapa, ketika bertahun-tahun yang lalu, setelah mengajukan pertanyaan kepada Anda, Anda menjawab 'Jangan tanya saya karena saya bodoh. Gereja suci sudah punya doktor27 yang bisa menjawab saya'?"
"Ya, aku ingat, dan aku ingat bahwa aku
berkata bahwa Iblislah yang mendiktekan pertanyaan itu kepadamu."
"Baiklah, Bapa, hari ini saya kembali, sebagai
yang terkutuk, untuk mengajukan pertanyaan lain kepada
Anda seperti yang didiktekan oleh iblis."
"Tanyalah."
"Kemarin, ketika
Anda memberi saya komuni, Anda meminta saya untuk mendoakan kita semua, bahkan untuk...."
"Baiklah, tetap tenang dan teruskan."
"Saya sampai di rumah dan mulai berdoa dan sampai di 'doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu
kami mati,' sebuah suara yang akrab berkata kepada saya 'kita orang berdosa? dan apa dosa kita, apa?', Apa dosa kita,
Bapa?"
"Apa?" jawabnya. "Seorang doktor besar gereja Apostolik Katolik Spanyol sudah mengatakannya, orang yang sudah mengatakannya, doktor hebat tentang Hidup adalah Mimpi28, sudah mengatakan bahwa dosa terbesar manusia adalah dilahirkan. Itu, anakku, adalah dosa kita, dilahirkan."
"Dan apakah itu bisa dipulihkan?"
"Pergi dan berdoalah lagi. Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu
kami mati. Ya, pada akhirnya, mimpinya dipulihkan... pada akhirnya hidup dipulihkan... pada akhirnya, salib kelahiran kita berakhir... dan seperti kata
Calderon29, perbuatan
baik, dan tipuan yang baik, tidak akan sia-sia bahkan
di dalam mimpi."
Dan ketika kematiannya akhirnya tiba. Seluruh kota melihatnya. Dan itu adalah pelajaran terbesarnya. Dia tidak ingin mati sendiri atau dalam kemalasan. Dia mati ketika sedang berkhotbah di kota, di gereja. Pertama, sebelum meminta orang-orang untuk membawanya karena dia tidak bisa lagi bergerak karena lumpuh, dia memanggil Lazaro dan saya ke rumahnya. Dan di sana, kami bertiga, dia berkata kepada kami, "Dengarlah: jagalah domba-domba yang malang ini, supaya mereka terhibur dengan kehidupan, supaya mereka percaya pada apa yang tidak bisa aku percaya. Dan kau Lazaro, ketika nanti kau mati, kau akan mati seperti aku, sementara Angela kita akan mati, di dada gereja Bunda Suci Apostolik Katolik Roma, di dada gereja Bunda Suci Valverde de Lucerna tentu saja. Dan sampai kita tidak akan saling bertemu satu sama lain, karena mimpi hidup ini sudah berakhir.... "
"Bapa, Bapa," saya mengerang.
"Jangan bersedih, Angela, dan teruslah
berdoa untuk semua orang berdosa, untuk semua yang dilahirkan, dan biarkan mereka bermimpi, biarkan mereka
bermimpi. Betapa ingin aku untuk tidur, tidur dan
tidur dan tidur, tidur yang tidak ada akhirnya, tidur di keabadian, tanpa bermimpi! Melupakan mimpi itu! Ketika mereka menguburku, buatlah kotak yang terbuat dari enam lembar
papan yang kuambil dari pohon kenari tua, pohon yang malang! Tempatku bernaung ketika bermain waktu masih kecil ketika aku mulai bermimpi.... Dan ketika aku percaya pada kehidupan yang kekal. Artinya, aku
sekarang membayangkan yang kupercayai
waktu itu. Karena untuk seorang bocah kepercayaan tidak lebih dari sekedar bermimpi. Dan untuk sebuah kota. Keenam papan
yang kuukir dengan tanganku sendiri, kau akan menemukannya di bawah tempat tidurku."
Sakit kepala membuatnya berhenti sejenak dan ketika sudah pulih, dia melanjutkan, "Ingatlah bahwa ketika kalian semua berdoa sebagai satu kesatuan, dalam kebulatan akal, seluruh kota, membacakan Pengakuan Iman, ketika sampai di akhirnya aku akan menjadi tenang. Ketika orang Israel sampai di akhir perjalanan mereka di padang gurun, Tuhan berkata kepada Harun dan Musa, bahwa karena tidak percaya, mereka tidak akan membawa orang-orang mereka ke tanah yang dijanjikan, dan Dia menyuruh mereka pergi ke Gunung Hor tempat Musa menanggalkan pakaian Harun dan di sana dia meninggal30, lalu naiklah Musa dari dataran Moab ke Gunung Nebo, ke puncak Pisga, di depan Yerikho, dan Tuhan menunjukkan kepadanya seluruh tanah yang dijanjikan kepada umatnya, tapi berkata kepadanya, 'Kau tidak akan menyeberang ke sana', dan di sana Musa mati dan tidak ada yang tahu makamnya31. Dan Dia menjadikan Yosua sebagai pemimpin. Lazaro, kau menjadi Yosua-ku dan kalau kau bisa menghentikan matahari, hentikanlah dan jangan khawatirkan tentang kemajuan. Seperti Musa, aku sudah mengenal Tuhan, impian tertinggi kita, bertatap muka dan sekarang kau tahu bahwa Kitab Suci berkata bahwa seseorang yang melihat wajah Tuhan, bahwa orang yang melihat di dalam mimpinya, mata dari wajah yang melihat kita, yang orang akan mati tanpa bisa diobati dan untuk selama-lamanya. Jadi mungkin kota ini tidak akan pernah melihatnya, wajah Tuhan itu, tapi kota ini akan tetap hidup, karena setelah kematian tidak ada yang perlu dikhawatirkan karena kota ini tidak akan melihat apapun.
"Bapa, Bapa, Bapa," saya mengerang lagi.
Dan dia berkata, "Kau Angela, berdoalah terus, berdoalah terus supaya orang-orang berdosa terus bermimpi sampai mereka mati dalam kebangkitan badan dan hidup yang kekal."
Saya menunggu sebuah 'siapa yang tahu?' ketika sakit kepala sekali lagi menguasai Don Manuel.
"Dan sekarang," tambahnya,
"sekarang saat kematianku adalah saat kau harus membuat mereka membawaku ke gereja, di kursi ini, untuk mengucapkan selamat tinggal kepada umatku yang menungguku."
Dia dibawa ke gereja dan ditempatkan di kursi di pastoran, di kaki altar. Dia menggenggam sebuah salib di tangannya. Kakak saya dan saya berdiri di sampingnya, tapi Blasillo si idiot yang paling dekat dengannya. Dia ingin meraih tangan Don Manuel, untuk menciumnya. Dan ketika beberapa orang mencoba mencegahnya, Don Manuel menghentikan mereka lalu berkata, "Biarkan dia mendekatiku. Ayo Blasillo, berikan tanganmu."
Bocah itu itu menangis gembira. Lalu Don Manuel berkata, "Sangat sedikit kata-kata anak-anakku, karena aku hampir tidak punya kekuatan apa-apa lagi kecuali untuk mati. Dan aku tidak punya hal baru untuk dikatakan kepada kalian. Aku sudah memberitahu kalian semuanya. Hiduplah dalam kedamaian dan kebahagiaan dan berharap kita semua akan bertemu satu sama lain di Valverde de Lucerna yang ada di antara bintang-bintang malam yang memantul di danau, di gunung. Dan berdoalah, berdoalah kepada Bunda Maria, berdoalah kepada Tuhan kita. Jadilah baik, karena ini sudah cukup. Maafkan kesalahan yang mungkin sudah kulakukan tanpa sengaja dan tidak kalian sadari. Dan sekarang, setelah aku memberkati kalian semua, kalian semua ucapkanlah Doa Bapa Kami, Salam Maria, Salam Ratu Surgawi dan akhirnya Pengakuan Iman.''
Lalu dengan salib yang
digenggamnya di tangannya dia memberkati umat, para perempuan menangis, lalu anak-anak, lalu tidak sedikit laki-laki, dan segera mereka memulai doa yang didengar Don
Manuel dalam diam, dan memegang tangan Blasillo, yang ketika
doa itu dibacakan justru jatuh tertidur. Pertama Doa
Bapa Kami dengan 'jadilah kehendak-Mu di atas
bumi seperti di dalam surga', lalu Salam Maria dengan 'doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan
waktu kami mati', diikuti oleh Salam
Ratu Surgawi dengan 'mengeluh dan mengesah dalam
lembah duka ini' dan akhirnya Pengakuan
Iman. Dan setelah sampai pada 'kebangkitan badan dan kehidupan kekal', seluruh kota merasa bahwa santo mereka sudah
menyerahkan jiwanya kepada Tuhan. Dan tidak perlu
menutup matanya, karena dia meninggal dengan
mata tertutup. Dan ketika membangunkan Blasillo kami menyadari bahwa dia tertidur dalam Tuhan untuk selamanya. Jadi kami harus mengubur dua jenazah.
Seluruh kota langsung pergi ke rumah sang
santo untuk mendapatkan barang-barang peninggalannya, untuk membagi-bagi pakaiannya dan untuk mengambil apa yang mereka bisa
sebagai peninggalan dan suvenir dari sang martir yang diberkati. Kakak saya menyimpan breviary32-nya, di antara dedaunan yang ditemukannya
sudah mengering dan seperti di herbarium33, anyelir menempel di atas
selembar kertas dan di atasnya
sebuah salib bertanggal.
Tidak ada orang di kota yang ingin percaya pada
kematian Don Manuel, semua orang masih berharap bertemu dengannya setiap hari dan mungkin mereka melihatnya
berjalan di tepi danau dan bercermin di atasnya, atau di kedalaman gunung, semua orang terus mendengar suaranya, dan semua orang
pergi ke makamnya tempat sebuah kultus berkembang. Orang-orang yang tertindas datang untuk menyentuh salib kenarinya, yang dibuat dengan tangannya sendiri, dan diambil dari pohon yang sama yang
darinya dia mengukir enam bilah
papan tempat dia dimakamkan. Dan orang-orang yang paling tidak ingin percaya bahwa
dia sudah meninggal adalah kakak saya dan saya.
Dia, Lazaro, melanjutkan tradisi para
santo dan mulai mendiktekan apa yang pernah didengarnya, catatan yang saya gunakan untuk memoar saya ini.
"Dia membuatku menjadi orang baru, Lazaro sejati, orang yang
dibangkitkan," katanya kepada saya.
"Dia memberiku iman."
"Iman?" saya memotongnya.
"Ya, iman, iman dalam penghiburan hidup,
iman dalam kebahagiaan hidup. Dia menyembuhkanku dari progresivismeku. Karena, Angela, ada dua jenis
orang yang berbahaya dan jahat: mereka
yang, percaya pada kehidupan setelah kematian, tentang kebangkitan badan, menyiksa orang lain seperti
inkuisitor34 mereka, sehingga mencemooh
hidup ini sebagai tempat sementara untuk
meraih dunia yang lain; dan mereka yang sudah
tidak percaya pada
apapun...."
"Sepertimu mungkin?" kata saya.
"Ya, dan seperti Don Manuel. Tapi hanya
percaya di dunia ini, mereka berharap aku tidak tahu seperti apa dunia di masa depan, dan mencoba
menyangkal orang-orang soal penghiburan dari
mempercayai dunia yang lain."
"Jadi...."
"Jadi seseorang harus bertindak supaya mereka tetap hidup dalam ilusi."
Pastor malang yang datang untuk menggantikan Don Manuel di paroki itu memasuki Valverde de Lucerna yang terbebani oleh kenangan akan sang
santo, dan dia menyerahkan dirinya kepada kakak saya dan saya supaya kami bisa
membimbingnya. Dia hanya ingin mengikuti jejak sang santo. Dan kakak saya berkata kepadanya, "Sedikit teologi, agama, agama!" Dan saya, ketika mendengarnya, tersenyum kepada diri saya sendiri bertanya-tanya
apakah yang kami lakukan bukan teologi.
Saya mulai takut pada kakak
saya yang malang itu. Sejak Don Manuel kami meninggal di
hadapan kami, tidak baik untuk mengatakan bahwa dia masih ada. Kakak
saya mengunjungi makamnya setiap hari dan
menghabiskan waktu berjam-jam merenungkan danau. Dia merasa bernostalgia dengan
kedamaian sejati.
"Jangan terlalu
sering mengunjungi danau," kata
saya padanya.
"Tidak, adikku sayang, jangan takut. Danau yang lainlah yang memanggilku, gunung yang
lain. Aku tidak bisa hidup tanpa dia."
"Dan kebahagiaan hidup, Lazaro, kepuasan
hidup?"
"Itu untuk orang-orang berdosa, bukan buat kita yang sudah melihat wajah Tuhan, mimpi
kehidupan yang sudah dilihatnya dengan matanya."
"Apa? Apakah kau mau menyusul Don Manuel?"
"Tidak, adikku, tidak, sekarang di rumah di antara kita sendiri, seluruh
kebenaran tidak peduli seberapa pahitnya, sama pahitnya dengan laut tempat air danau manis ini bermuara, seluruh kebenarannya bagimu yang terlindung darinya...."
"Tidak, tidak, Lazaro ! Itu tidak benar!"
"Ini kebenaranku, ya."
"Kebenaranmu, tapi itu...."
"Juga kebenarannya."
"Jangan sekarang, Lazaro, jangan sekarang. Sekarang percayalah sesuatu yang lain, sekarang percayalah.... "
"Dengar, Angela, satu waktu Don Manuel berkata kepadaku bahwa ada banyak hal yang walaupun orang mengatakan kepada dirinya sendiri, orang harus tetap menyembunyikannya dari orang lain, aku menjawab bahwa
dia pernah mengatakan kepadaku hal yang sama kepada dirinya sendiri, dia akhirnya mengaku kepadaku bahwa dia percaya bahwa lebih
dari salah satu santo
besar, mungkin yang terbesar, meninggal tanpa percaya
pada kehidupan akhirat."
"Apa itu mungkin?"
"Mungkin saja. Dan sekarang, adikku, berhati-hatilah
supaya orang-orang tidak curiga, di kota ini, pada
rahasia kita."
"Curiga?" kata saya. "Kalau aku mencoba sebuah kegilaan, dengan menjelaskannya kepada orang-orang, mereka tidak akan memahaminya. Orang-orang tidak mengerti pada
kata-kata, orang cuma mengerti karyamu. Mengungkapkannya kepada mereka akan seperti
membacakan kepada anak-anak umur
delapan tahun beberapa halaman Santo Thomas Aquinas35... dalam bahasa Latin."
"Baiklah, tapi
ketika aku pergi, berdoalah untukku dan untuknya dan untuk semua orang."
Dan akhirnya waktunya tiba. Sebuah penyakit menurunkan kekuatannya dan sepertinya diperburuk dengan kematian Don Manuel.
"Aku tidak terlalu menyesal harus mati," katanya pada hari-hari
terakhirnya, "karena sepotong jiwa Don Manuel mati bersamaku. Tapi sisanya yang
lain akan tinggal bersamamu. Sampai satu hari ketika orang yang sudah mati itu mati sepenuhnya."
Ketika dia sekarat, orang-orang di kota seperti
kebiasaan di desa-desa kami masuk untuk melihatnya meninggal, dan mereka memuji jiwanya kepada Don Manuel, kepada Santo Manuel yang Baik, Sang Martir. Kakak
saya tidak mengatakan apa-apa pada mereka, dia tidak
punya apa-apa lagi untuk dikatakan kepada mereka, dia sudah mengatakan
semuanya, semua yang sudah saya ceritakan di sini. Itu adalah satu jepitan lagi untuk Valverde de Lucerna, satu ada di dasar danau dan satu lagi yang terlihat di permukaannya; dia sekarang adalah satu lagi orang mati kami yang hidup, orang yang juga menjadi, dengan caranya sendiri, santo kami.
Saya tetap lebih dari sekadar kesepian, tapi di kota saya dan bersama
dengan umat saya. Dan sekarang, karena sudah kehilangan Santo Manuel, bapa jiwa saya dan Lazaro saya, yang lebih dari sekadar kakak laki-laki saya, belahan
jiwa saya, sekarang ketika saya menyadari bahwa saya sudah tua dan bagaimana saya menjadi tua. Tapi, apakah saya kehilangan mereka? Apakah saya sudah tua?
Apakah saya mendekati kematian saya?
Orang harus tetap
hidup. Dan dia mengajari saya untuk hidup, dia
mengajari kami untuk hidup, merasakan
kehidupan, merasakan indra kehidupan, menenggelamkan kami ke dalam jiwa sang gunung, jiwa sang
danau, dan jiwa-jiwa orang desa, sampai kehilangan diri kami
sendiri di dalamnya supaya tetap berada di dalamnya. Dia mengajari saya dengan
hidupnya, untuk menghilangkan diri saya dalam kehidupan orang-orang desa, dan saya tidak merasakan jam-jam dan hari-hari dan tahun-tahun
berlalu, tidak lebih daripada saya merasakan berlalunya air danau. Bagi
saya seakan hidup saya selalu sama. Saya tidak merasa menjadi tua. Saya tidak lagi tinggal di dalam diri saya sendiri, tapi saya tinggal di dalam
umat saya dan umat saya tinggal di dalam diri saya. Saya ingin mengatakan apa
yang mereka, umat saya, katakan
kepada saya tanpa sadar. Saya keluar di jalan yang merupakan jalan raya
dan karena saya mengenal semua orang,
saya tinggal di dalamnya dan saya lupa diri ketika berada di Madrid, tempat saya berada satu kali bersama kakak laki-laki saya, karena saya
tidak mengenal siapa pun, saya merasa sangat sendirian, dan tersiksa. Oleh begitu banyak orang asing.
Dan sekarang, ketika menulis memoar ini, pengakuan mendalam dari pengalaman saya tentang kesucian orang lain, saya percaya bahwa Don
Manuel yang Baik, bahwa Santo Manuel saya, dan
bahwa kakak saya Lazaro mati sambil berpikir bahwa mereka sekarang percaya akan apa yang paling menarik buat kita, tanpa berpikir bahwa mereka harus
mempercayainya, mempercayainya
dalam penarikan diri yang aktif dan sepi.
Tapi kenapa, saya sering bertanya-tanya, Don Manuel tidak mencoba untuk mengubah kakak
saya juga dengan tipuan, dengan kebohongan, dengan
berpura-pura menjadi orang beriman? Dan saya
mengerti bahwa itu karena dia mengerti bahwa dia tidak akan bisa
menipu kakak saya, karena baginya tipuan itu tidak akan berhasil, bahwa hanya dengan
kebenaran, dengan kebenarannya, dia bisa mengubah kakak saya; bahwa dia tidak akan mendapatkan apa-apa kalau dia mencoba bersamanya dan mempertunjukkan komedi... sebenarnya tragedi, yang dia lakukan untuk menyelamatkan orang-orang. Jadi, dia memenangkannya,
sebenarnya karena kecurangannya yang religius, jadi dia memenangkannya dengan kebenaran kematian dan alasan untuk hidup. Maka dia memenangkan
saya, yang tidak pernah membiarkan orang lain menebak Tuhannya, permainannya yang paling suci. Dan saya percaya dan sangat
percaya bahwa Tuhan kita, karena saya tidak tahu
apa tujuan suci dan tak tergoyahkanNya, membuat mereka percaya bahwa mereka tidak beriman. Dan
mungkin pada akhir perjalanan mereka, penutup mata jatuh dari mata mereka. Dan saya, apakah saya percaya?
Dan ketika menulis ini sekarang, di sini,
di rumah lama ibu saya, berumur lebih dari lima puluh, ketika kenangan saya mulai memutih seperti
juga kepala saya, salju turun turun di danau, salju turun di atas gunung, salju turun pada kenangan tentang ayah
saya, si orang asing, tentang
ibu saya, tentang
kakak saya Lazaro, tentang kota saya, tentang San Manuel saya dan juga
kenangan tentang Blasillo yang malang dari Santo Blasillo saya, dan semoga dia melindungi
saya dari surga. Dan salju ini menyapu seluruh
sudut dan menyapu semua bayangan, bahkan di malam hari salju itu menyala. Dan saya tidak tahu apa yang benar dan apa yang tidak, atau yang saya lihat, atau yang saya impikan --atau lebih tepatnya yang saya impikan dan apa yang ingin
saya lihat-- atau yang saya temukan, atau yang saya percayai. Saya juga tidak tahu
apakah saya memindahkannya ke kertas ini seputih salju, apakah nurani saya tetap di atasnya, atau meninggalkan saya. Untuk tujuan apa saya masih memilikinya?
Apakah saya tahu sesuatu? Apakah saya percaya
sesuatu? Apakah yang saya katakan adalah yang sudah terjadi atau apakah yang terjadi adalah apa yang saya katakan? Mungkinkah hal ini terjadi? Apakah semua ini tidak lebih dari
mimpi yang diimpikan dalam mimpi yang lain? Mungkinkah saya, Angela
Carballino, yang sekarang berumur lima puluh, adalah satu-satunya orang di desa ini yang diserang oleh pemikiran yang sangat aneh bagi yang lain ini? Dan ini, orang-orang lain, yang mengelilingi saya, apakah mereka percaya? Urusan apa soal kepercayaan ini? Setidaknya mereka hidup. Dan sekarang mereka percaya pada San Manuel
sang martir, yang, tidak berharap
sesuatu yang tidak bermoral ada di dalam harapan mereka.
Sepertinya uskup yang paling terkenal, orang yang sudah memulai proses beatifikasi santo Valverde de Lucerna
kami, berencana untuk menuliskan kisah
hidupnya, semacam contoh
pastor paroki yang sempurna, dan sedang
mengumpulkan semua data. Dia memintanya dari
saya dengan gigih, melakukan wawancara dengan saya, saya sudah memberinya semua jenis informasi, tapi saya selalu menyimpan rahasia tragis Don Manuel dan kakak laki-laki saya. Dan semoga dia tidak mencurigainya. Dan
saya percaya bahwa semua yang saya tinggalkan dalam ingatan ini tidak pernah
sampai pada pengetahuannya. Saya takut pada otoritas di bumi, pada otoritas duniawi, terlebih
lagi pada gereja.
Tapi biarkan semuanya
berhenti di sini, dan semoga takdirnya menjadi apapun
yang ditakdirkan kepadanya.
Bagaimana dokumen ini sampai ke tangan saya, memoar Angela Carballino ini? Lihatlah, pembaca, sesuatu yang seharusnya saya rahasiakan. Saya memberikannya kepada Anda persis seperti yang
terjadi pada saya, hanya dengan beberapa koreksi, beberapa item untuk disunting. Dan apakah itu terlihat sama dengan banyak hal yang sudah saya tulis? Itu tidak
membuktikan apapun dari sisi objektivitasnya, orisinalitasnya. Dan apakah saya tidak tahu, selain itu,
bahwa saya sudah menciptakan makhluk nyata dan efektif di luar diri saya, dengan jiwa yang
abadi? Apakah saya tidak tahu bahwa Augusto
Perez, dari novel Niebla36 saya, tidak benar, karena mengklaim diri sebagai
tujuan yang lebih nyata dan lebih obyektif daripada diri
saya sendiri, yang mengira saya sudah
menciptakannya? Bahkan tidak terpikir oleh
saya untuk meragukan kenyataan San Manuel yang
Baik, Sang Martir ini, sama seperti yang murid dan anak
rohaninya Angela Carballino ungkapkan
kepada saya. Saya percaya padanya lebih daripada saya percaya pada sang santo itu sendiri. Saya percaya padanya lebih daripada saya percaya pada kenyataan saya sendiri.
Dan sekarang, sebelum menutup epilog ini, saya
ingin mengingatkan Anda, pembaca yang sabar, dari ayat kesembilan dari surat rasul yang terlupakan, Santo Yudas --betapa berbedanya efek
sebuah nama!-- ketika dia mengatakan kepada kita
bagaimana pelindung surgawi saya, Santo Mikael Malaikat Agung --Mikael berarti "Siapakah
kecuali Tuhan? Dan malaikat agung berarti
malaikat pembawa pesan-- bertempur dengan iblis, --iblis berarti penuduh, penuntut-- untuk memperebutkan tubuh Musa dan tidak mengizinkan mereka untuk membawanya ke dalam penghakiman orang-orang terkutuk dan
dia berkata kepada sang iblis, "Tuhan menegurmu." Dan orang yang ingin mengerti, biarlah mereka mengerti.
Karena Angela Carballino mencampuradukkan
kisahnya dengan perasaannya sendiri, sehingga saya tidak tahu apakah hal yang lain bisa sesuai, saya ingin
berkomentar sendiri di sini tentang apa yang dia tinggalkan seandainya Don Manuel dan muridnya Lazaro mengaku kepada
seluruh kota tentang iman mereka, kota itu tidak akan mengerti. Juga tidak akan mempercayainya, saya bisa menambahkan. Mereka akan
percaya pada karya mereka dan bukan pada
kata-kata mereka, karena kata-kata tidak
berfungsi untuk mendukung karya, tapi karya sudah mencukupi. Dan untuk kota
seperti Valverde de Lucerna, tidak ada pengakuan selain tindakan. Kota itu juga tidak tahu apa itu iman, dan mungkin juga tidak
masalah.
Baiklah saya tahu bahwa tidak ada yang terjadi yang
berhubungan dengan kisah ini, atau kalau Anda mau, novel ini, karena novel adalah sejarah paling dekat, yang paling benar, sehingga saya tidak mengerti kenapa ada sebagian orang yang marah karena Injil disebut sebagai sebuah novel, karena itu sebenarnya
adalah untuk mengangkatnya, sungguh, di
setiap riwayatnya --jadi baiklah saya mengetahui bahwa tidak ada yang terjadi yang
berhubungan dengan kisah ini; tapi saya berharap karena semuanya tetap ada
di dalamnya, karena danau dan gunungnya tetap ada, dan jiwa suci yang sederhana tetap berada
di luar iman dan keputusasaan, yang di dalamnya,
di danau dan gunung itu, di luar sejarah, berlindung di
dalam sebuah novel religius.
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan kaki:
1 Beatifikasi: pengakuan atau
pernyataan yang diberikan gereja terhadap orang yang dianggap sudah bekerja
sangat keras untuk kebaikan atau punya keistimewaan secara spiritual dan sudah
meninggal.
2 Quixeto: Don Quixote, novel Spanyol karya Miguel de Cervantes.
3 The Bertoldo: majalah humor
sureal dua mingguan yang terbit pada tahun 1936-1943, berbasis di Milan, yang
disukai rejim fasis Italia.
4 Pedagogi: pendidikan.
5 Seminari: tempat pendidikan
calon rohaniawan Kristen.
6 Malam Santo Yohanes: St. John's night; festival yang dirayakan setiap pertengahan musim panas, biasanya
setiap tanggal 23 Juni, untuk merayakan hari kelahiran Santo Yohanes yang
dipercaya dilahirkan tepat enam bulan sebelum kelahiran Yesus (24 Juni).
7 Sakristan: koster; pelayan
gereja.
8 Matius 27:46.
9 Matius 7:1.
10 Matius 22:21.
11 Pengakuan Iman: disebut juga
Syahadat Para Rasul atau Kredo.
12 Masons: sebutan untuk
anggota Freemasons, sebuah organisasi
persaudaraan sekuler dan anti dogma (terutama agama) yang bertujuan untuk
membangun persaudaraan dan pengertian bersama akan kebebasan berpikir dengan
standar moral yang tinggi.
13 Katekismus: ringkasan atau
uraian doktrin yang biasa digunakan dalam pengajaran agama Kristen.
14 Angelus: Doa Malaikat Tuhan;
salah satu devosi Katolik untuk menghormati penjelmaan Tuhan menjadi manusia,
didoakan tiga kali sehari --pukul 6.00 pagi, siang hari, dan pukul 6.00 sore--
ketika lonceng gereja dibunyikan; berasal dari Angelus Domini nuntiavit Mariae (malaikat Tuhan menmberitahukan
kepada Maria).
15 Hari Santa Teresa:
diperingati setiap tanggal 15 Oktober untuk mengenang Santa Teresa dari Avila
-- juga Santa Teresa dari Yesus-- yang meninggal pada tanggal 4 Oktober 1582;
diperingati pada tanggal 15 Oktober karena ada perubahan sistem kalender dari
Julian ke Gregorian yang menghilangkan tanggal 5-14 Oktober dari kalender lama.
16 Gereja Apostolik:
kepercayaan bahwa gereja berasal dari para rasul (apostolik: rasuli) dan berpegang teguh pada kesaksian iman mereka;
gereja mengaku sama dengan gereja pertama, yaitu gereja para rasul.
17 Diakon: pelayan gereja.
18 Membebaskan: abslove, absolusi; salah satu bagian
dari ritual pengakuan dosa ketika pastor menyatakan pengampunan atas dosa-dosa
orang yang bertobat; berasal dari bahasa Latin "absolvo" yang berarti membebaskan.
19 Litani: doa dalam agama
Kristen yang dipakai dalam kebaktian atau misa di gereja.
20 Litani Santa Perawan Maria, disebut juga Litanie Lauretanae; litani dalam gereja Katolik yang mulai
digunakan pada awal tahun 1558 dan diresmikan penggunaannya oleh Paus Siktus V
pada tahun 1587.
21 Yohanes 18:36.
22 Pekan Suci: minggu sebelum
perayaan Paskah yang terdiri dari Minggu Palma, Kamis Putih, Jumat Agung, Sabtu
Sunyi, Malam Paskah, dan Minggu Paskah.
23 Lukas 23:43.
24 Vitam aeternam: hidup yang
kekal (Latin).
25 Doa Bapa Kami.
26 Salam Maria.
27 Doktor gereja: gelar
kehormatan yang diberikan gereja Katolik kepada orang yang diakui sudah
memberikan kontribusi penting terutama terkait dengan doktrin dan teologi dalam
Kekristenan.
28 Hidup Adalah Mimpi: Life Is a Dream; La vida es sueño; adalah sebuah drama berbahasa Spanyol karya Pedro Calderón de la Barca. Pertama kali diterbitkan pada tahun 1636, dalam dua edisi berbeda, yang pertama di Madrid dan yang kedua di Zaragoza.
29 Calderon: Pedro Calderon de
la Barca (1600-1681); penulis, penyair, dramawan, tentara, bahkan pastor
Spanyol.
30 Bilangan 20:22-26.
31 Ulangan 34:1-6.
32 Breviary: buku doa harian pastor
Katolik.
33 Herbarium: material tumbuhan
yang diawetkan.
34 Inkuisitor: orang yang
bertugas memeriksa kesepadanan iman seseorang dengan iman gereja.
35 Santo Thomas Aquinas:
(1225-1274), filsuf dan teolog Italia yang sangat berpengaruh pada abad
pertengahan; karyanya yang terkenal adalah Summa
Theologiae (1273), sebuah buku yang merupakan sintesis antara filsafat
Aristoteles dengan ajaran gereja Kristen.
36 Niebla: kabut; novelet yang
ditulis Miguel de Unamuno pada tahun 1907 dan dipublikasikan pada tahun 1914.

Comments
Post a Comment