Ketika Seekor Ikan Todak Jadi Tuhan

Ketika Seekor Ikan Todak Jadi Tuhan

Seberkas cahaya membelah langit Messina yang masih belum terang benar jadi dua. Nicoletta Braschi dan adiknya, Lucretia, memandangi langit pagi yang menyala dengan takjub dari balik jendela kamar. Kedua orang tua mereka, Tuan dan Nyonya Braschi, masih terlelap di kamarnya setelah malam sebelumnya menonton pertunjukan opera Aida di teater Vittorio Emanuele II.

Ada debar yang tidak biasa di dada Nicoletta –semacam perasaan takut-- yang diam-diam menyusup ke dalam jantungnya melihat langit seperti terbakar. Tapi tidak begitu dengan adiknya. Lucretia kegirangan menyangka cahaya di langit itu adalah kembang api tahun baru yang dinyalakan orang dari Piazza del Duomo. Hanya saja, rasanya masih terlalu cepat untuk sebuah pesta kembang api, malam tahun baru masih tiga hari lagi dan sekarang masih jam lima. Pagi.

"Bintang jatuh, Kakak," kata Lucretia. "Tidakkah kita seharusnya menutup mata dan membuat permohonan?"

Nicoletta, tidak menjawab pertanyaan adiknya, menganggukkan kepala. Berdua, kakak-beradik itu kemudian melipat tangan dan sama-sama menutup mata, membuat permohonan.

"Kau minta apa, Kakak?"

"Kalau dikatakan, permintaan kita tidak akan dikabulkan," jawab Nicoletta.

"Aku minta gula-gula," kata Lucretia lagi, tidak tahan untuk membagi kegembiraannya dengan kakaknya.

Nicoletta hanya tersenyum, dia mengingat permohonannya tadi, keselamatan dan umur panjang. Nicoletta berdoa untuk dirinya sendiri, lupa memohonkan hal yang sama untuk ayah dan ibunya, dan adiknya Lucretia.

***

Seekor ikan todak sedang berenang dengan tenang ketika sebilah tombak yang jatuh dari langit merobek lambungnya. Menggelepar-gelepar sebentar, ikan todak itu lalu menemui ajalnya. Tubuh ikan itu melayang-layang di laut sebelum akhirnya terempas di dasarnya. Tiga hari tiga malam ikan itu berada di dasar Laut Ionia ketika tiba-tiba tubuhnya bisa digerakkan lagi.

Hal  pertama yang diperhatikan ikan itu adalah sirip dan ekornya sudah hilang, berubah menjadi sepasang tangan dan sepasang kaki. Ikan itu berubah menjadi manusia! Dan yang lebih penting lagi, sekarang matanya pedih kemasukan air laut dan … nafasnya sesak. Ikan todak itu mati sekali lagi tapi tiga hari kemudian dia bangkit kembali. Ikan itu mati berkali-kali lagi dan hidup kembali berkali-kali pula setiap tiga hari sekali.

***

Cahaya yang dilihat sepasang adik kakak dari balik sebuah jendela kamar di Messina akhirnya jatuh di laut. Suaranya mendesis keras seperti sebatang besi panas yang dicelupkan ke dalam air, atau lebih tepatnya, ribuan besi panas yang dicelupkan ke dalam air seperti yang akan diceritakan oleh orang-orang Messina di kemudian hari. Beberapa yang lain menyebutnya seperti suara peluit kereta api di dalam terowongan. Ribuan peluit kereta api, tentu saja.

Yang pertama adalah pohon-pohon zaitun di halaman rumah Miguel Gentileschi, lalu kepala Montefiore Braschi yang remuk dihantam sebatang balok besar seperti canoli dilindas truk. Itulah pemandangan pertama yang dilihat Nicoletta sebelum keluar rumah bersama adiknya. Tapi gempa bukan satu-satunya bencana yang akan menggilas Messina hari itu, gelombang besar setinggi dua belas meter mengikuti di belakangnya. Bahkan Neptunus yang berdiri di Fontana del Nettuno pun gemetar ketakutan.

Carla Braschi dengan sigap meraih Nicoletta dan Lucretia dan berlari secepat yang dia bisa menuju Gereja Santissima Annunziata dei Catalani, tapi kakinya tidak bisa berlari melebihi kecepatan takdir. Gelombang besar menggenggam tubuh Nyonya Braschi dan Lucretia dan membawa keduanya entah ke mana. Di sisi yang lain, takdir punya rencana yang berbeda untuk Nicoletta, gelombang yang sama mendorong lembut tubuhnya masuk ke dalam gereja, disambut patung Yesus dari Nazareth yang sedang tertunduk lesu.

***

Sebilah tombak yang tercemar darah seekor ikan todak teronggok di dasar Laut Ionia. Orang mungkin mengingatnya sebagai tombak yang sama yang dipakai oleh Longinus untuk menikam lambung Yesus di kayu salib. Mereka menyebutnya Tombak Takdir. Tombak itu pelan-pelan berubah menjadi ikan. Lebih mudah untuk sebilah tombak berubah menjadi ikan todak daripada seekor ikan todak berubah jadi manusia. Tombak itu tinggal menggelembungkan tubuhnya, memanjangkan cucutnya, dan menumbuhkan sirip dan ekornya.

Serombongan paus pembunuh sudah berburu selama beberapa hari di Laut Mediterania tanpa hasil. Satu ekor yang beruntung –atau sial-- melihat seekor ikan todak yang sedang berenang dengan canggung, seperti ikan yang baru belajar berenang. Dengan sekali sergap paus pembunuh itu berhasil memindahkan ikan todak naas itu dari laut ke dalam perutnya.

Tiga hari tiga malam lamanya ikan todak itu tinggal di dalam perut ikan paus sebelum akhirnya dimuntahkan oleh ikan paus itu. Sejak saat itu, ikan paus sial tadi, seperti mendapat pencerahan, berhenti mengejar dan memakan ikan dari laut mana pun. Rombongan paus pembunuh itu lalu bersama-sama menuju Semenanjung Valdes di Argentina untuk berburu anjing dan singa laut dan berhenti makan sesamanya ikan.

Beberapa jenis ikan mungkin mendengar kisah tentang serombongan paus pembunuh yang berhenti memangsa ikan lain setelah salah satu rekannya menelan seekor ikan todak di Laut Mediterania, seperti ikan-ikan di Teluk False di Afrika Selatan dan Sungai Tarn di Perancis yang juga berhenti memburu sesamanya. Tapi yang jelas, sebagian besar ikan di Lautan Atlantik sekarang mengikuti ke mana pun seekor ikan todak pergi.

***

"Kau boleh membunuhnya kalau kau tidak percaya," kata Nicoletta Braschi kepada penjaga Gerbang Para Sultan.

"Tapi akan butuh waktu beberapa hari untuk membuktikannya," kata Nicoletta lagi kepada laki-laki yang pertama kali harus dihadapi oleh siapa pun yang ingin berurusan dengan Kesultanan Ottoman itu.

Keraguan terbit di wajah Ozdemir Sabanci, pasangan yang dihadapinya adalah pasangan yang tidak biasa. Yang laki-laki memaksa masuk ke dalam istana yang dijaganya –untuk mengambil pedangnya, katanya--, sementara yang perempuan berkeras kalau laki-laki yang bersamanya itu tidak bisa mati. Ozdemir sudah pernah berhadapan dengan berbagai macam orang, yang punya sejuta alasan untuk bertemu dengan sultannya, tapi baru kali ini ada yang seaneh ini.

"Siapa pun, Nona, Tuhan sekalipun, tidak bisa sembarangan masuk ke dalam," kata Ozdemir dingin, sedingin gerbang batu berlapis marmer di balik punggungnya.

"Cobalah, kau tidak akan rugi apa-apa," desak Nicoleta.

"Laki-laki itu tidak akan pergi, kecuali dia mati," kata Nicoletta lagi.

Ozdemir Sabanci mengangkat tombaknya lalu menghunjamkannya ke lambung kiri laki-laki itu. Ini bukan kali pertama lambung laki-laki itu dirobek oleh tombak, dan mati, laki-laki itu sudah mengalaminya puluhan bahkan mungkin ratusan kali. Laut Ionia dan burung-burung camar yang terus mengikutinya dari Messina adalah saksinya. Tapi buat Nicoletta, ini pertama kalinya dia melihat laki-laki itu mati. Dia ingin tahu apakah laki-laki itu benar tidak bisa mati –lebih tepatnya mati lalu hidup kembali-- seperti yang dikatakannya atau dia hanya membual saja.

Tiga hari kemudian Nicoletta bersama laki-laki yang sama, yang sudah hidup lagi, sudah kembali berada di depan Gerbang Para Sultan. Ozdemir menikam laki-laki malang itu sampai mati sekali lagi. Tapi tiga hari kemudian Nicoletta kembali membawa laki-laki itu ke hadapan sang penjaga gerbang. Ozdemir Sabanci dari Sarayburnu akhirnya menyerah dan berkata pasrah, "Kalau kalian mau mengambil pedang Sultan, temui aku nanti malam di Gerbang Topkapi."

***

"Bagaimana sekarang, Nicoletta?" Ozdemir bertanya pada Nicoletta yang sedang memasak biryani.

Nicoletta tidak menjawab. Di meja makan, secangkir kopi, semangkuk ayam tandoori, dan selembar koran menemani Ozdemir yang dengan sabar menunggu. Di belakangnya, di atas dinding, tergantung Pedang Para Nabi, satu-satunya hiasan di rumah kecil yang berada di Distrik Gaya di negara bagian Bihar di timur India itu. Nicoletta memeriksa masakannya sekali lagi sebelum akhirnya duduk di kursi di depan Ozdemir.

"Aku tidak tahu, Oz," kata Nicoletta.

"Aku tidak habis mengerti, pedang yang dipilihnya adalah al-Battar, bukan pedang-pedang lain yang pernah dipakai Nabi berperang. Pedang itu, kau tahu, pernah dipakai Nabi Daud untuk memenggal kepala Jalut dan akan dipakai Nabi Isa untuk melawan...."

"Anti-Kris," potong Nicoletta.

"Dajjal!" seru Ozdemir.

"Dan dia, sepanjang hari, hanya duduk-duduk di bawah sebatang pohon di Bodh Gaya. Apakah itu yang membuatmu kesal, Oz?" tanya Nicoletta.

"Aku meninggalkan segalanya di Istambul untuk mengikuti seorang laki-laki yang menggenggam al-Battar, menurutmu, bagaimana seharusnya perasaanku?" Ozdemir balik bertanya.

Nicoletta meraih koran di hadapan Ozdemir lalu membaca berita tentang 45 ekor ikan paus pilot yang terdampar di Pantai Tuticorin di Tamil Nadu. Sudah sering dia mendengar berita seperti itu. Lima tahun belakangan ini, sejak dirinya mengikuti laki-laki yang tidak bisa mati itu dari Messina sampai Istambul dan sekarang di Bihar, ikan-ikan rasanya lebih sering terdampar di pantai. Laki-laki itu diikuti oleh burung-burung camar dan sekarang ikan-ikan terdampar di Tamil Nadu, Nicoletta ingin sekali percaya kalau dia adalah Tuhan, tapi seperti Ozdemir, dia juga ragu.

“Siapa namanya sekali lagi, Nicoletta?” tanya Ozdemir.

“Aku tidak tahu. Setiap kutanya, dia selalu menjawab bahwa dia tidak punya nama, tapi dia bisa memberiku 99 nama kalau aku mau,” jawab Nicoletta.

Keduanya lalu sibuk dengan pikirannya sendiri-sendiri. Selama beberapa menit keheningan menghinggapi rumah kecil di Bihar itu. Nicoletta lalu kembali ke dapur dan menyibukkan dirinya dengan nasi biryani­-nya.

"Oz, menurutmu, apakah ikan-ikan juga punya Tuhan?" tanya Nicoletta pada Ozdemir.

"Siapa yang tahu? Tapi setidaknya mereka tidak perlu mengikuti seseorang yang sepertinya akan memulai kiamat tapi pada kenyataannya tidak melakukan apa-apa kecuali duduk-duduk di bawah pohon bodhi terakhir di Bodh Gaya," jawab Ozdemir sinis.

"Sudahlah, Oz, toh laki-laki itu sudah mati," kata Nicoletta lagi.

"Kau benar. Dia tidak tertembak atau tertusuk tombak karena kalau begitu dia pasti akan hidup kembali. Dia mati dan hanya mati saja," kata Ozdemir.

"Kau tahu bagian yang paling lucu, Nicoletta? Dia berubah menjadi ikan todak, lalu burung-burung camar yang selama ini mengikutinya, mengerumuni tubuhnya karena tahu bahwa selama ini laki-laki itu cuma seekor ikan. Selama ini kita mengikuti seekor ikan todak, Nicoletta!" kata Ozdemir lagi lalu tertawa, keras sekali.

***

Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek saya yang lain di sini; atau cerita pendek terjemahan dari penulis lain di sini.

***

Comments

Populer