Jiwa Eric Hermannson (Eric Hermannson’s Soul ~ Willa Cather)
Ini adalah malam yang luar biasa di sekolah Lone Star —malam ketika Roh
hadir dengan kuasa dan ketika Tuhan sangat dekat dengan manusia. Begitulah yang
dirasakan Asa Skinner, hamba Tuhan dan Free Gospeller. Sekolah itu penuh
sesak dengan orang-orang yang diselamatkan dan dikuduskan, laki-laki dan perempuan
yang kuat, gemetar dan gentar menghadapi kekuatan dari suatu kekuatan psikis
yang misterius. Di sana-sini di antara orang banyak yang gemetar dan
berkeringat ini, berjongkok seorang malang yang sudah merasakan kepedihan hati
nurani yang terbangun, tapi belum mengalami pelepasan akal sehat sepenuhnya,
kegilaan yang lahir dari ledakan pikiran, yang, dalam istilah Free Gospeller,
disebut "Cahaya." Di lantai, di depan bangku jemaat, tergeletak sesosok
laki-laki tak sadarkan diri yang di dalamnya alam yang marah mencari tempat
peristirahatan terakhirnya. Keadaan "trans" ini adalah bukti kasih
karunia tertinggi di antara Free Gospeller, dan menunjukkan hubungan
yang dekat dengan Tuhan.
Di depan meja berdiri Asa Skinner, meneriakkan belas kasih dan pembalasan
Tuhan, dan di matanya terpancar kesungguhan yang mengerikan, seperti nyala api
kenabian. Asa adalah seorang mantan penjudi kereta api yang dulunya beroperasi di
antara Omaha dan Denver. Dia adalah seorang laki-laki yang diciptakan untuk
menjalani kehidupan yang ekstrem; dari orang yang paling bejat, dia menjadi
orang yang paling alim. Wajahnya seperti binatang, wajah yang menanggung
ketidakadilan Alam. Dahi rendah, menonjol di atas mata, dan rambut pirang yang
menutupinya lalu disisir ke belakang dengan sudut yang tajam. Dagu berat,
lubang hidung rendah dan lebar, dan bibir bawahnya menggantung longgar kecuali
pada saat-saat dia sangat bersungguh-sungguh, ketika bibir itu menutup seperti
perangkap baja. Tapi, di sekitar wajah yang kasar itu ada kerutan yang dalam
dan kasar, bekas luka dari banyak pergumulan dengan kelemahan daging, dan di
sekitar bibir yang menggantung itu ada garis-garis tajam dan kuat yang sudah
menaklukkannya dan mengajarinya untuk berdoa. Di pipi yang berkerut itu ada rona
pucat tertentu, kesuraman yang didapat dari terlalu banyak bergadang.
Seolah-olah, setelah Alam melakukan yang terburuk pada wajah itu, beberapa
pahat halus mengukirnya, menghajar dan hampir mengubahnya. Malam ini, saat
otot-ototnya berkedut karena emosi, dan keringat menetes dari rambut dan
dagunya, ada kekuatan meyakinkan tertentu dalam diri laki-laki itu. Karena Asa
Skinner adalah seorang laki-laki yang memiliki keyakinan, sentimen tentang yang
agung yang di hadapannya semua ketidaksetaraan diratakan, yang membawa
keyakinan yang lebih unggul dari semua hukum, tempat para bajingan menjadi
martir; tempat tukang servis menjadi seniman dan penggembala unta
menjadi pendiri kerajaan. Itulah yang terjadi pada Asa Skinner malam ini, saat
dia berdiri menyatakan pembalasan Tuhan.
Mungkin saja orang yang tidak memihak yang melihat hal ini akan berpikir
bahwa Tuhan Asa Skinner adalah Tuhan yang pendendam karena dia bisa menyimpan
dendam kepada makhluk ciptaannya yang berjejal di gedung sekolah Lone Star
malam itu. Orang-orang buangan yang malang dari segala bangsa; orang-orang dari
selatan dan utara, rakyat jelata dari hampir setiap negara di Eropa, kebanyakan
dari mereka berasal dari pesisir Norwegia yang bergunung-gunung. Sebagian besar
adalah orang-orang jujur, tapi orang-orang yang diperlakukan dengan buruk oleh
dunia; kegagalan semua negara, orang-orang yang waras karena kerja keras dan
sedih karena terbuang, yang dipaksa untuk bertarung demi menguasai tanah yang
tidak subur, untuk menabur di tempat orang lain memungut, menjadi garda depan
dari peradaban yang perkasa.
Asa Skinner tidak pernah bicara lebih sungguh-sungguh daripada sekarang. Dia
merasa bahwa Tuhan memberikan pekerjaan khusus malam ini untuknya. Malam ini
Eric Hermannson, pemuda paling gila di seluruh Divide, duduk di antara hadirin
dengan biola di pangkuannya, singgah sebentar untuk mengiringi dansa. Biola
merupakan benda yang sangat dibenci oleh Free Gospeller. Kebencian
mereka pada organ gereja cukup sengit, tapi biola mereka anggap sebagai
perwujudan dari keinginan jahat, yang selalu menyanyikan kesenangan duniawi dan
tak terpisahkan dari semua hal yang dilarang.
Eric Hermannson sudah lama menjadi objek doa para penginjil. Ibunya sudah
merasakan kuasa Roh beberapa minggu yang lalu, dan pertemuan doa khusus sudah
diadakan di rumahnya untuk putranya. Tapi, Eric tetap menjalani hidupnya dengan
tertawa, jalan masa muda, yang sebenarnya cukup singkat, dan tidak terlalu
berbunga-bunga di Divide. Dia menyelinap pergi dari pertemuan doa untuk bertemu
dengan anak-anak Campbell di bar Genereau, atau memeluk gadis-gadis Prancis
kecil yang montok di pesta dansa Chevalier, dan terkadang, pada suatu malam
musim panas, dia bahkan pergi melintasi ladang jagung yang berembun dan melalui
semak-semak plum liar untuk memainkan biola buat Lena Hanson, yang namanya terhina
di seluruh wilayah Divide, tempat para perempuan biasanya terlalu polos dan
terlalu sibuk dan terlalu lelah untuk meninggalkan jalan kebenaran. Pada
kesempatan seperti itu, Lena, yang mengenakan gaun merah muda dan stoking sutra
serta sandal merah muda kecil, akan bernyanyi untuk laki-laki itu, mengiringi
dirinya sendiri dengan sebuah gitar tua. Hal itu memberinya perasaan bebas dan
pengalaman yang nikmat saat bersama seorang perempuan yang, bagaimanapun juga, pernah
tinggal di kota besar dan tahu budaya orang kota, yang tidak pernah bekerja di
ladang dan menjaga tangannya tetap putih dan halus, yang tenggorokannya indah
dan lembut, yang sudah mendengar penyanyi-penyanyi hebat di Denver dan Salt
Lake, dan yang tahu bahasa asing berupa sanjungan, kemalasan, dan kegembiraan.
Tapi, betapapun cerobohnya dia, doa-doa ibunya yang teguh tidak
sepenuhnya tidak berdampak pada Eric. Selama berhari-hari dia melarikan diri dari
hadapan mereka seperti penjahat dari para pengejarnya, dan atas kesenangannya sudah
jatuh sebuah bayangan dari sesuatu yang gelap dan mengerikan yang membuntuti
langkahnya. Semakin keras dia berdansa,
semakin keras dia bernyanyi, semakin dia sadar bahwa hantu ini sedang
mendekatinya, bahwa pada waktunya hantu itu akan menangkapnya. Suatu Minggu
sore, menjelang akhir musim gugur, ketika dia sedang minum bir dengan Lena
Hanson dan mendengarkan sebuah lagu yang membuat pipinya memerah, seekor ular
derik merangkak keluar dari samping rumah tanah1 dan memasukkan
kepalanya yang jelek ke bawah pintu kasa. Dia tidak takut pada ular, tapi dia tahu
tentang ajaran Injil dan tahu artinya reptil yang berbaring melingkar di depan
pintu rumah perempuan itu. Bibirnya dingin ketika dia mencium Lena untuk
mengucapkan selamat tinggal, dan dia tidak pernah pergi ke sana lagi.
Penghalang terakhir antara Eric dan iman ibunya adalah biolanya, dan dia
berpegang teguh pada biola itu seperti seorang laki-laki yang terkadang
berpegang teguh pada dosanya yang paling besar, pada kelemahan yang lebih
berharga baginya daripada seluruh kekuatannya. Di dunia yang luas, keindahan
datang kepada manusia dalam berbagai bentuk, dan seni dalam ratusan bentuk, tapi
bagi Eric itu hanya biolanya. Baginya, biola itu mewakili semua manifestasi
seni; biola itu adalah satu-satunya jembatannya menuju kerajaan jiwa.
Kepada Eric Hermannson-lah penginjil itu mengarahkan doanya yang penuh semangat malam itu.
"Saulus, Saulus, kenapakah engkau menganiaya Aku?2 Apakah ada Saulus di sini malam ini yang menutup
telinganya terhadap permohonan yang lembut itu, yang sudah menusukkan tombak ke
lambung yang berdarah itu? Pikirkanlah, saudaraku; engkau ditawari cinta yang
luar biasa dan engkau lebih memilih ulat yang tidak bisa mati dan api yang
tidak bisa padam. Apa hakmu untuk kehilangan salah satu jiwa Tuhan yang
berharga? Saulus, Saulus, kenapakah engkau menganiaya Aku?"
Kegembiraan yang besar tampak di wajah pucat Asa Skinner, karena dia
melihat Eric Hermannson bergoyang ke sana kemari di kursinya. Pendeta itu
berlutut dan mengangkat lengannya yang panjang ke atas kepalanya.
"Wahai saudara-saudaraku! Aku merasakan kedatangannya, berkat yang sudah
kita doakan. Aku katakan kepadamu bahwa Roh Kudus sudah datang! Hanya sedikit
lagi doa, saudara-saudara, sedikit lagi semangat, dan Dia akan datang. Aku bisa
merasakan akupNya yang menyejukkan di dahiku. Kemuliaan bagi Tuhan
selama-lamanya, amin!"
Seluruh jemaat mengerang di bawah tekanan kepanikan rohani ini. Teriakan
dan pujian keluar dari setiap bibir. Sosok lain jatuh terkapar di lantai. Dari
bangku jemaat terdengar nyanyian ketakutan dan kegembiraan:
"Makanlah madu dan minumlah anggur,
Kemuliaan bagi Anak Domba yang berdarah!
Aku milik Tuhanku dan dia milikku,
Kemuliaan bagi Anak Domba yang berdarah!"
Himne itu dinyanyikan dalam belasan dialek dan menyuarakan segala
kerinduan samar dari kehidupan yang lapar ini, dari orang-orang yang sudah lama
menahan semua nafsu, hanya untuk menjadi korban dari yang paling hina di antara
semuanya, ketakutan.
Erangan kesedihan yang amat dalam terdengar dari kepala Eric Hermannson
yang tertunduk, dan suaranya bagaikan erangan pohon besar yang tumbang di
hutan.
Pendeta itu tiba-tiba berdiri dan mendongakkan kepalanya, sambil
berteriak dengan suara keras:
"Lazarus, marilah ke luar!3 Eric Hermannson, kau tersesat,
tenggelam di lautan. Atas nama Tuhan, dan Yesus Kristus Putra-Nya, aku
melemparkan tali penyelamat kepadamu. Berpeganganlah! Tuhan Yang Mahakuasa,
jiwaku untukNya!" Pendeta itu merentangkan kedua tangannya dan mengangkat
wajahnya yang gemetar.
Eric Hermannson berdiri; bibirnya mengatup dan kilatan cahaya terlihat di
matanya. Dia mencengkeram leher biolanya dan menghancurkannya hingga
berkeping-keping di lututnya, dan buat Asa Skinner bunyinya seperti belenggu
dosa yang hancur berkeping-keping.
II
Selama lebih dari dua tahun Eric Hermannson mempertahankan keyakinannya
yang teguh yang sudah dia sumpahkan sendiri, mempertahankannya sampai seorang
gadis dari Timur datang untuk menghabiskan waktu seminggu di Nebraska Divide.
Dia adalah seorang gadis dengan perilaku dan kondisi yang berbeda, dan ada
jarak yang jauh antara kehidupannya dan kehidupan Eric daripada semua mil yang
memisahkan Rattlesnake Creek dari kota New York. Memang, dia tidak seharusnya
berada di Barat sama sekali; tapi ah! melintasi banyak daratan dan lautan,
dengan peluang yang sangat tidak mungkin, para dewa yang tak kenal ampun
mendatangkan takdir kepada kita!
Pada tahun depresi keuangan Wyllis Elliot datang ke Nebraska untuk
membeli tanah murah dan mengunjungi kembali negara tempat dia menghabiskan satu
tahun masa mudanya. Ketika dia lulus dari Harvard, masih menjadi kebiasaan bagi
para laki-laki kaya untuk mengirim anak-anak mereka yang suka berbuat jahat ke
peternakan di alam liar Nebraska atau Dakota, atau menyerahkan mereka pada kehidupan
yang sulit di semak-semak sage di Black Hills. Para pemuda ini tidak selalu
kembali ke cara hidup yang beradab. Tapi Wyllis Elliot tidak menikahi seorang
blasteran, atau tertembak dalam perkelahian para cowboy, atau dirusak
oleh wiski yang buruk, atau dirampas oleh seorang petualang yang hina. Dia
diselamatkan dari semua ini oleh seorang gadis, saudara perempuannya, yang
sangat dekat dengan hidupnya sejak hari-hari ketika mereka membaca dongeng
bersama dan memimpikan mimpi yang tidak pernah menjadi kenyataan. Pada
kunjungan pertamanya ke peternakan ayahnya sejak dia meninggalkannya enam tahun
yang lalu, dia membawa serta gadis itu. Gadis itu sudah terbaring setengah
musim dingin karena terkilir saat berseluncur, dan memiliki terlalu banyak
waktu untuk merenung selama bulan-bulan itu. Dia gelisah dan dipenuhi keinginan
untuk melihat sesuatu di alam liar yang sudah diceritakan begitu banyak oleh
saudaranya. Gadis itu akan menikah musim dingin berikutnya, dan Wyllis
memahaminya ketika gadis itu memohon kepadanya untuk membawanya bersamanya
dalam perjalanan panjang tanpa tujuan melintasi negara ini, untuk merasakan
kebebasan terakhir mereka bersama-sama. Keinginan itu datang kepada semua perempuan
seperti dia —keinginan untuk merasakan hal yang tidak diketahui yang memikat
dan menakutkan, untuk berlari sekuat tenaga ke angin— setidaknya satu kali.
Itu adalah perjalanan yang penuh peristiwa. Wyllis entah bagaimana
memahami darah gipsi dalam diri saudara perempuannya, dan dia tahu ke mana
harus membawanya. Mereka tidur di rumah-rumah tanah di Sungai Platte,
berkenalan dengan anggota kelompok opera kelas tiga di kereta menuju Deadwood,
makan malam di perkemahan kontraktor rel kereta api di ujung dunia di luar New
Castle, melewati Black Hills dengan menunggang kuda, memancing ikan trout di
Dome Lake, menonton tarian di Cripple Creek, tempat jiwa-jiwa yang hilang yang
bersembunyi di perbukitan berkumpul untuk pesta pora mereka yang gila-gilaan.
Dan sekarang, yang terakhir sebelum kembali ke perbudakan, ada gubuk kecil ini,
berlabuh di puncak berangin Divide, sebuah titik hitam kecil di bawah sinar
matahari terbenam yang menyala-nyala, lautan ladang jagung yang harum
bermandikan suasana warna-warni opal dan sinar matahari yang menyilaukan.
Margaret Elliot adalah salah satu dari perempuan yang jumlahnya sangat
banyak saat ini, ketika tatanan dunia lama berlalu, memberi tempat bagi yang
baru; cantik, berbakat, kritis, tidak puas, lelah dengan dunia di usia dua
puluh empat. Untuk sementara, kehidupan dan orang-orang di Divide menarik
perhatiannya. Dia hanya berada di sana seminggu; mungkin kalau dia tinggal
lebih lama, kebosanan yang tak terhindarkan yang bahkan lebih cepat daripada
Vestibule Limited4 akan menimpanya. Minggu dia tinggal di sana
adalah minggu ketika Eric Hermannson membantu Jerry Lockhart mengirik jagung;
seminggu lebih awal atau seminggu lebih lambat, maka tidak akan ada cerita
untuk ditulis.
Hari itu hari Kamis dan mereka akan berangkat hari Sabtu. Wyllis dan
saudara perempuannya sedang duduk di beranda rumah peternakan yang luas,
menatap sinar matahari sore dan menahan hembusan angin panas yang bertiup dari
dasar sungai berpasir sejauh dua puluh mil ke arah selatan.
Laki-laki muda itu menarik topinya lebih rendah menutupi matanya dan
berkata:
"Angin ini benar-benar sesuatu; kau tidak akan merasakannya di
tempat lain. Kau ingat kita pernah merasakannya di Algiers dan aku berkata
bahwa angin itu berasal dari Kansas. Itulah inti dari negara ini."
Wyllis menyentuh tangannya yang berada di tempat tidur gantung dan
melanjutkan dengan lembut:
"Kuharap kau membayarnya, Sis. Bersikap kasar itu pekerjaan
yang berbahaya; itu menghilangkan selera."
Gadis itu mengatupkan jemarinya erat-erat di atas tangan coklat yang
sangat mirip tangannya itu.
"Membayar? Wah, Wyllis, aku tidak pernah sebahagia ini sejak kita
masih anak-anak dan akan menemukan reruntuhan Troy bersama suatu hari nanti.
Tahukah kau, kurasa aku bisa tinggal di sini selamanya dan membiarkan dunia
berjalan dengan sendirinya. Sepertinya ketegangan dan tekanan yang biasa kita
bicarakan tentang musim dingin yang lalu sudah hilang untuk selamanya,
seolah-olah seseorang tidak akan pernah bisa lagi memberikan kekuatannya untuk
hal-hal remeh seperti itu."
Wyllis menyingkirkan abu pipa rokoknya dari sapu tangan sutra yang
terikat di lehernya dan menatap cakrawala dengan muram.
"Tidak, kau keliru. Ini akan membuatmu bosan setelah beberapa saat.
Kau tidak bisa menghilangkan demam kehidupan yang lain. Aku sudah mencobanya.
Ada saat ketika orang-orang Roma yang ceria bisa berlari ke Thebaid dan
menggali ke dalam bukit pasir dan menyingkirkannya. Tapi sekarang semuanya
terlalu rumit. Kau lihat kita sudah membuat foya-foya kita begitu halus dan baik
sehingga mereka lebih dari sekadar kedagingan, dan menguasai ego yang
sebenarnya. Kau tidak bisa berhenti, bahkan di sini. Teriakan perang akan
mengikutimu."
"Kau tak pernah menyia-nyiakan kata, Wyllis, tapi kau tak pernah
kehilangan semangat. Aku bicara lebih banyak daripada dirimu, padahal baru
bicara setengahnya. Kau pasti sudah belajar seni untuk diam saja dari orang
Norwegia yang pendiam. Kurasa aku suka laki-laki yang pendiam."
"Tentu saja," kata Wyllis, "karena kau sudah memutuskan
untuk menikahi tukang bicara paling cemerlang yang kau kenal."
Keduanya terdiam beberapa saat, mendengarkan desiran angin panas yang
menembus tanaman morning glory yang kering. Margaret berbicara lebih
dulu.
"Katakan padaku, Wyllis, apakah banyak orang Norwegia yang kau kenal
semenarik Eric Hermannson?"
"Siapa, Siegfried5? Yah, tidak. Dulu dia adalah pemuda idola
Norwegia di zamanku, dan dia agak istimewa, bahkan sekarang. Tapi, dia
mengalami kemunduran. Ikatan tanah sudah mengencang padanya, menurutku."
"Siegfried? Ayolah, itu cukup bagus, Wyllis. Dia tampak seperti
pembunuh naga. Apa yang membuatnya begitu berbeda dari yang lain? Aku bisa
berbicara dengannya; dia tampak seperti manusia biasa."
"Baiklah," kata Wyllis sambil merenung, "aku tidak membaca
Bourget6 sebanyak adikku yang berbudaya, dan aku tidak begitu pandai
menganalisa, tapi menurutku itu karena seseorang terus-menerus menyimpan
kecurigaan yang sama sekali tidak berdasar bahwa di balik anatomi tubuhnya yang
besar dan kekar itu, dia mungkin menyembunyikan jiwa di suatu tempat. Nichtwhar7?"
"Sesuatu seperti itu," kata Margaret, sambil berpikir,
"kecuali bahwa itu lebih dari sekadar kecurigaan, dan itu bukan tanpa
dasar. Dia punya kecurigaan, dan dia mengungkapkannya, entah bagaimana, tanpa perlu
bicara."
"Aku selalu ragu dengan orang yang banyak bicara," kata Wyllis
dengan senyum tak percaya yang sudah menjadi kebiasaannya.
Margaret meneruskan kata-katanya, tidak menghiraukan interupsi itu.
"Aku sudah tahu sejak awal, ketika dia bercerita tentang bunuh diri
sepupunya, bocah Bernstein. Kepedihan yang terus terang seperti itu tidak bisa muncul
begitu saja pada siapa pun. Para novelis terdahulu terkadang melakukannya tanpa
disadari. Tapi, tadi malam ketika aku bernyanyi untuknya, aku jadi yakin
sekali. Oh, aku belum menceritakannya kepadamu! Lebih baik kau menyalakan pipamu
lagi. Kau lihat, dia tidak sengaja menemukanku dalam kegelapan ketika aku
sedang memainkan organ tua itu untuk menyenangkan Nyonya Lockhart. Itu adalah warisan
rumah tangganya dan aku sudah lupa berapa pon mentega yang dia buat dan jual
untuk membelinya. Nah, Eric tidak sengaja masuk, dan dengan cara yang aneh
membuatku mengerti bahwa dia ingin aku bernyanyi untuknya. Tentu saja, aku
hanya menyanyikan lagu-lagu lama. Aneh rasanya menyanyikan lagu-lagu yang sudah
dikenal di sini, di ujung dunia. Itu membuat orang berpikir bagaimana hati
manusia sudah membawa mereka ke seluruh dunia, ke padang gurun Islandia dan
hutan-hutan Afrika dan pulau-pulau di Pasifik. Aku pikir kalau seseorang
tinggal di sini cukup lama, dia akan lupa bagaimana caranya bersikap remeh, dan
hanya membaca buku-buku hebat yang tidak sempat kita baca di dunia ini, dan
hanya akan mengingat musik-musik hebat, dan hal-hal yang benar-benar berharga
akan menonjol dengan jelas di cakrawala di sana. Dan tentu saja aku memainkan intermezzo
dari 'Cavalleria Rusticana8' untuknya; itu lebih cocok
dimainkan dengan organ daripada kebanyakan lagu lainnya. Dia menggeser kakinya
dan memutar tangannya yang besar menjadi simpul-simpul dan berkata bahwa dia
tidak tahu ada musik seperti itu di dunia ini. Wah, ada air mata dalam
suaranya, Wyllis! Ya, seperti Rossetti9, aku mendengar air
matanya. Kemudian aku sadar bahwa itu mungkin musik bagus pertama yang pernah
dia dengar sepanjang hidupnya. Bayangkan, dia peduli dengan musik seperti itu
dan tidak pernah mendengarnya, tidak pernah tahu bahwa itu ada di bumi!
Merindukannya seperti kita merindukan pengalaman-pengalaman sempurna lainnya
yang tidak pernah datang. Aku tidak bisa memberi tahumu apa arti musik bagi laki-laki
itu. Aku tidak pernah melihat orang yang begitu rapuh terhadapnya. Musik
memberinya kemampuan bicara, dia menjadi hidup. Ketika aku selesai dengan intermezzo
itu, dia mulai bercerita tentang seorang saudara laki-laki cacat yang meninggal
dan yang dia kasihi dan biasa dia gendong ke mana-mana dalam pelukannya. Dia
tidak menunggu dipancing. Dia menceritakan cerita itu dan menceritakannya
perlahan-lahan, seolah-olah kepada dirinya sendiri, bangkit dan menceritakan
kesengsaraannya sendiri untuk menjawab kesengsaraan Mascagni10. Itu
menguasaiku."
"Kasihan sekali," kata Wyllis, menatapnya dengan tatapan
misterius, "dan kau memberinya kesengsaraan baru. Sekarang dia akan terus
menginginkan Grieg11 dan Schubert12 sepanjang hidupnya
dan tidak akan pernah mendapatkannya. Itulah kedermawanan seorang gadis!"
Jerry Lockhart keluar dari rumah sambil mengernyitkan dagunya karena
kemewahan yang tidak biasa berupa kerah putih kaku, yang menurut istrinya
adalah perlengkapan toilet yang penting saat Nona Elliot berada di rumah. Jerry
duduk di anak tangga dan tersenyum lebar dan merona pada Margaret.
"Baiklah, saya punya musik untuk Anda berdansa, Nona Elliot. Olaf
Oleson akan membawa akordeonnya dan Mollie akan memainkan organ, saat dia tidak
sedang mengurus makanan, dan seorang laki-laki kecil dari Frenchtown akan
membawa biolanya —meskipun orang Prancis tidak banyak bergaul dengan orang
Norwegia."
"Menyenangkan! Tuan Lockhart, dansa akan menjadi bagian utama
perjalanan kita, dan sungguh baik hati Anda sudah mempersiapkannya untuk kami.
Akhirnya kita akan melihat orang Norwegia dalam karakter aslinya," seru
Margaret dengan ramah.
"Begini, Lockhart, aku akan berdamai denganmu karena mendukungnya
dalam rencana ini," kata Wyllis, sambil duduk dan mengetukkan abu dari
pipanya. "Dia sudah cukup banyak melakukan hal-hal gila dalam perjalanan
ini, tapi bicara tentang berdansa sepanjang malam dengan sekelompok orang
Norwegia yang setengah gila dan naik kereta pukul empat untuk mengejar kereta
pukul enam dari Riverton —yah, itu omong kosong, memang begitu adanya!"
"Wyllis, kuserahkan pada kekuatan nalarmu yang bebas untuk
memutuskan apakah tidak lebih mudah begadang semalaman daripada bangun pukul
tiga pagi. Bangun pukul tiga, pikirkan apa artinya itu! Tidak, Tuan, aku lebih
suka begadang lalu tidur."
"Tapi apa yang kau inginkan dari orang Norwegia? Kupikir kau sudah
lelah berdansa."
"Memang, dengan beberapa orang. Tapi aku ingin melihat tarian
Norwegia, dan aku bermaksud untuk melakukannya. Ayolah, Wyllis, kau tahu betapa
jarangnya orang benar-benar ingin melakukan sesuatu akhir-akhir ini. Aku heran
kapan aku benar-benar ingin pergi ke pesta sebelumnya. Itu akan menjadi sesuatu
yang perlu diingat bulan depan di Newport, saat kita harus tapi tidak ingin.
Ingat teorimu sendiri bahwa kontras adalah satu-satunya hal yang membuat hidup
lebih lama. Ini pestaku dan pesta Tuan Lockhart; seluruh tugasmu besok malam
adalah bersikap baik kepada gadis-gadis Norwegia. Aku jamin kau cukup ahli
dalam hal itu sekali. Dan sebaiknya kau bersikap sangat baik, karena kalau ada
banyak valkyrie13 muda seperti saudara perempuan Eric di
antara mereka, mereka akan langsung mengikatmu kalau mereka curiga kau
mempermainkan mereka."
Wyllis mengerang dan tenggelam kembali ke tempat tidur gantung untuk
memikirkan nasibnya, sementara saudara perempuannya melanjutkan.
"Dan para tamu, Tuan Lockhart, apakah kita akan menerimanya?"
Lockhart mengeluarkan pisaunya dan mulai mengasahnya pada sol sepatu
bajaknya.
"Yah, kurasa kita akan punya beberapa lusin. Anda lihat, cukup sulit
untuk mengumpulkan banyak orang lagi di sini. Sebagian besar dari mereka sudah
pindah ke Free Gospeller, dan mereka lebih suka membakar diri daripada
menggoyangkan tubuh mereka dengan biola."
Margaret menunjukkan sikap tidak sabar. "Para penganut Free
Gospeller itu baru saja menebarkan kutukan jahat ke negeri ini,
bukan?"
"Yah," kata Lockhart, hati-hati, "saya tidak suka
menghakimi sekte Kristen mana pun, tapi kalau Anda ingin tahu mereka yang
dipilih oleh karya mereka, para penginjil itu tidak bisa menunjukkan sikap angkuh,
dan itu fakta. Mereka bertanggung jawab atas beberapa kasus bunuh diri, dan
mereka sudah mengirim delegasi yang cukup besar ke rumah sakit jiwa negara
bagian, dan saya tidak melihat mereka membuat kita semua menjadi lebih baik
dari sebelumnya. Saya punya seorang gembala kecil musim semi lalu, seorang bocah
Dane14 yang sangat tampan yang ingin saya ajak bekerja sama, tapi setelah
para penginjil menangkapnya dan menguduskannya, gelandangan kecil itu biasa
berlutut di padang rumput dan berdoa setiap jam dan membiarkan ternak masuk ke
ladang jagung, dan saya harus memecatnya. Begitulah kira-kira yang terjadi.
Sekarang ada Eric; orang itu dulunya seorang penipu dan penari paling lincah di
seluruh daerah ini —yang dipanggil setiap ada dansa. Sekarang dia tidak punya
ambisi dan dia murung seperti seorang pendeta. Saya rasa kita bahkan tidak bisa
membujuknya untuk datang besok malam."
"Eric? Wah, dia harus berdansa, kita tidak bisa membiarkannya begitu
saja," kata Margaret cepat. "Wah, saya sendiri yang akan berdansa
dengannya!"
"Saya khawatir dia tidak mau berdansa. Saya bertanya kepadanya pagi
ini apakah dia mau membantu dan dia berkata, 'Aku tidak menari lagi
sekarang,'" kata Lockhart, menirukan bahasa Inggris orang Norwegia yang
rumit.
"Miller dari Hoffbau, Miller dari Hoffbau, O, Putriku!'" kicau
Wyllis dengan riang dari tempat tidur gantungnya.
Rona merah di pipi adiknya semakin dalam, dan dia tertawa nakal.
"Kita lihat saja nanti, Tuan. Saya tidak akan mengaku kalah sebelum saya
bertanya langsung padanya."
Setiap malam Eric berkuda ke St. Anne, sebuah desa kecil di tengah
pemukiman Prancis, untuk mengambil surat. Karena jalan itu melewati bagian
paling menarik dari wilayah Divide, Margaret Elliot dan saudara laki-lakinya
beberapa kali menemaninya. Malam itu Wyllis ada urusan dengan Lockhart, dan
Margaret berkuda bersama Eric, menunggangi kuda mustang kecil lincah yang ditunggangi
Nyonya Lockhart sebelumnya. Margaret menganggap pengawalnya sama seperti
pembantu yang selalu menemaninya dalam perjalanan jauh dari rumah, dan
perjalanan ke desa itu sunyi. Dia disibukkan dengan pikiran tentang dunia lain,
dan Eric bergumul dengan lebih banyak pikiran daripada yang pernah memenuhi
kepalanya sebelumnya. Dia berkuda dengan mata terpaku pada sosok ramping di
hadapannya, seolah-olah dia ingin menyerapnya melalui saraf optiknya dan
menyimpannya di otaknya selamanya. Dia memahami situasi itu dengan sempurna.
Otaknya bekerja lambat, tapi dia memiliki kepekaan yang tajam terhadap
nilai-nilai berbagai hal. Gadis ini mewakili spesies manusia yang sama sekali
baru baginya, tapi dia tahu di mana harus menempatkannya. Para nabi zaman
dahulu, ketika malaikat pertama kali menampakkan diri kepada mereka, tidak
pernah meragukan asal usulnya yang tinggi.
Eric sabar menghadapi kondisi kehidupan yang buruk, tapi dia bukan pembantu.
Darah Norse dalam dirinya belum sepenuhnya kehilangan rasa percaya diri. Dia
berasal dari keluarga nelayan yang angkuh, orang-orang yang tidak takut pada
apa pun kecuali es dan iblis, dan dia memiliki prospek di depannya ketika
ayahnya turun dari North Cape di malam Arktik yang panjang, dan ibunya, yang
dihinggapi kengerian yang hebat akan kehidupan pelaut, mengikuti saudara
laki-lakinya ke Amerika. Eric saat itu berusia delapan belas tahun, tampan
seperti Siegfried muda, bertubuh raksasa, dengan kulit yang sangat murni dan
halus, seperti orang Swedia; rambut sekuning rambut Pangeran Tennyson15
yang sedang jatuh cinta, dan mata biru yang menyala-nyala, yang kilatannya
sangat berbahaya bagi perempuan. Pada masa itu, dia memiliki kesombongan
tertentu dalam bersikap, kepercayaan diri tertentu dalam pendekatan, yang
biasanya menyertai kesempurnaan fisik. Bahkan dikatakan tentang dia saat itu
bahwa dia mencintai hidup, dan cenderung pada kesembronoan, sifat buruk yang
sangat tidak biasa di Divide. Tapi, kisah menyedihkan para pengungsi Norwegia
itu, yang dipindahkan ke tanah kering dan di bawah terik matahari, terulang
kembali dalam kasusnya. Kerja keras dan keterasingan sudah menyadarkannya, dan dia
semakin mirip dengan orang-orang miskin tempatnya bekerja. Seolah-olah ada
instrumen merah membara yang menyentuh serat-serat halus otak yang merespons
rasa sakit atau kesenangan akut, yang di dalamnya terdapat kekuatan sensasi
yang luar biasa, dan sudah membakarnya hingga benar-benar hilang. Sungguh
menyakitkan melihat cahaya padam dari mata orang-orang Norse itu, meninggalkan
ekspresi kesedihan yang tak tertembus, benar-benar pasif, benar-benar tanpa
harapan, bayangan yang tidak pernah terangkat. Bagi sebagian orang, perubahan
ini datang hampir seketika, dalam kepahitan pertama kerinduan kampung halaman,
bagi yang lain perubahan itu datang lebih lambat, sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan hati setiap orang untuk mati.
Oh, orang-orang Utara yang malang dari Divide! Mereka sudah mati
bertahun-tahun sebelum dimakamkan di kuburan kecil di bukit berangin tempat
para pengungsi dari semua bangsa tumbuh menjadi kerabat.
Jenis hipokondria16 aneh yang cepat atau lambat akan diderita
oleh orang-orang buangan dari bangsanya tidak berkembang dalam diri Eric sampai
malam itu di gedung sekolah Lone Star, ketika dia menghancurkan biolanya di
lututnya. Setelah itu, kesuraman bangsanya menyelimuti dirinya, dan ajaran
tentang kepedihan mulai bekerja. "Jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah17," dan seterusnya. Senyum kafir
yang pernah tersungging di bibirnya sudah hilang, dan dia menyatu dengan
kesedihan. Agama menyembuhkan seratus hati untuk satu hati yang disakitinya, tapi
ketika agama menghancurkan, pekerjaannya cepat dan mematikan, dan ketika
penderitaan salib terjadi, sukacita tidak akan datang lagi. Laki-laki ini
memahami segala sesuatu secara harfiah: seseorang harus hidup tanpa kesenangan
untuk mati tanpa rasa takut; untuk menyelamatkan jiwa, jiwa harus kelaparan.
Matahari terbenam rendah di atas ladang jagung saat Margaret dan pengawalnya
meninggalkan St. Anne. Di sebelah selatan kota, ada jalan yang membentang
sejauh sekitar tiga mil melalui pemukiman Prancis, tempat padang rumputnya
datar seperti permukaan danau. Di sana, ladang rami, gandum, dan gandum hitam
dibatasi oleh deretan pohon poplar lombard yang ramping dan meruncing. Margaret
Elliot melihat dunia berwarna kuning di bawah cahaya matahari terbenam yang
terang.
Gadis itu menarik tali kekang dan memanggil Eric, "Ini aman untuk
membawa kuda lewat sini, kan?"
"Ya, kurasa begitu," jawabnya sambil menyentuhkan tajinya ke
sisi kudanya. Mereka melesat cepat seperti angin. Ada pepatah lama di Barat
bahwa pendatang baru selalu menunggangi satu atau dua kuda sampai mati sebelum
mereka berhasil masuk ke desa. Mereka tergoda oleh hamparan luas dan mencoba
untuk melampaui cakrawala, untuk mencapai tujuan. Margaret berpacu kencang di
jalan yang datar, dan Eric, dari belakang, melihat kerudungnya yang panjang
berkibar tertiup angin. Kerudung itu berkibar seperti itu dalam mimpinya tadi
malam dan malam sebelumnya. Dengan keberanian yang tiba-tiba muncul, dia
menyusulnya dan berkuda di sampingnya, sambil menatap tajam ke wajahnya yang
setengah berpaling. Sebelumnya, dia hanya sesekali melirik perempuan itu,
melihatnya dalam kilatan yang menyilaukan, selalu dengan rasa malu yang lebih
atau kurang, tapi sekarang dia memutuskan untuk membiarkan setiap garis
wajahnya meresap ke dalam ingatannya. Orang-orang di seluruh dunia akan berkata
bahwa itu adalah wajah yang tidak biasa, gugup, berbentuk sempurna, dengan
garis-garis yang jelas dan elegan yang diturunkan dari leluhurmya. Para
sastrawan akan menyebutnya wajah bersejarah, dan akan menduga-duga gairah lama
apa, yang sudah lama tertidur, kesedihan lama apa yang sudah terlupakan oleh
waktu, yang berjuang bersama di masa lampau, yang sudah melengkungkan lubang
hidung yang halus itu, meninggalkan kenangan tak sadar mereka di mata itu. Tapi,
Eric tidak membaca makna apa pun dalam detail-detail ini. Baginya, keindahan
ini adalah sesuatu yang lebih dari sekadar warna dan garis; keindahan ini
seperti kilatan cahaya putih, yang tidak bisa dibedakan warnanya karena semua
warna ada di sana. Baginya, keindahan itu adalah wahyu yang lengkap, perwujudan
dari mimpi-mimpi tentang keindahan yang mustahil yang terbayang di bantal
seorang pemuda pada malam-malam pertengahan musim panas; tapi, karena keindahan
itu memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar daya tarik kesehatan, kemudaan,
dan bentuk tubuh, keindahan itu mengganggunya, dan di hadapannya, dia merasa
seperti orang-orang Goth di hadapan marmer putih di Capitol Romawi, tidak tahu
apakah mereka manusia atau dewa. Kadang-kadang dia merasa ingin membuka
kepalanya di hadapannya, sekali lagi amarah menguasainya untuk menghancurkan
dan menjarah, untuk menemukan tanah liat dalam benda roh itu dan
menginjak-injaknya. Jauh dari perempuan itu, dia ingin sekali menyerang dengan
kedua tangannya, meraih dan memegangnya; dia menjadi gila karena perempuan yang
bisa dia hancurkan dengan tangannya itu jauh lebih kuat daripada dirinya. Tapi
di dekatnya, dia tidak pernah meragukan kekuatan itu; dia mengakui kekuatan itu
sebagaimana dia mengakui mukjizat-mukjizat dalam Alkitab; kekuatan itu
melemahkan dan menaklukkannya. Malam ini, ketika dia berkuda begitu dekat
dengannya sehingga dia bisa menyentuhnya, dia tahu bahwa dia mungkin juga akan mengulurkan
tangannya untuk mengambil sebuah bintang.
Margaret bergerak gelisah di bawah tatapannya dan berbalik dengan penuh
tanya di pelana kudanya.
"Angin ini membuatku sedikit kehabisan napas saat kami berlari
dengan cepat," katanya.
Eric mengalihkan pandangannya.
"Aku ingin bertanya kalau aku pergi ke New York untuk bekerja,
apakah aku bisa mendengarkan musik seperti yang kau nyanyikan tadi malam? Aku
orang yang cukup baik dalam bekerja," tanyanya dengan takut-takut.
Margaret menatapnya dengan heran, dan kemudian, sambil mengamati garis
wajahnya, menatapnya dengan rasa iba.
"Yah, mungkin saja —tapi kau akan kehilangan banyak hal. Aku tidak
suka kau pergi ke New York— dan menjadi miskin, kau akan kehilangan suasana,
entah bagaimana caranya," katanya, perlahan. Dalam hati dia berpikir: ‘Di
sana dia akan benar-benar menggelandang, mustahil —mesin yang akan mengangkat
koper seseorang ke atas, mungkin. Di sini dia adalah seorang laki-laki sejati, sedikit
menawan; kenapa bisa begitu?, "Tidak," tambahnya keras-keras,
"Aku tidak suka itu."
"Kalau begitu, aku tidak akan pergi," kata Eric dengan tegas.
Margaret memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan senyumnya. Dia sedikit
geli dan kesal. Tiba-tiba dia bicara lagi.
"Tapi aku akan memberitahumu apa yang aku ingin kau lakukan, Eric.
Aku ingin kau berdansa dengan kami besok malam dan mengajariku beberapa tarian
Norwegia; mereka bilang kau tahu semuanya. Maukah kau melakukannya?"
Eric menegakkan tubuhnya di pelana dan matanya berbinar seperti yang
terjadi di sekolah Lone Star saat dia mematahkan biolanya di lututnya.
"Ya, aku akan melakukannya," katanya, lirih, dan dia yakin
bahwa saat mengucapkan kata-kata itu, dia sudah menyerahkan jiwanya ke neraka.
Mereka sudah sampai di daerah yang lebih kasar sekarang, tempat jalan
berkelok-kelok melalui celah sempit di salah satu tebing di sepanjang sungai,
ketika hentakan kaki kuda di depan dan ringkikan kuda yang tajam membuat
kuda-kuda poni itu tersentak dan Eric bangkit dengan sanggurdinya. Kemudian di
bawah jurang di depan mereka dan di atas tepian tanah liat yang curam,
terdengar gemuruh kawanan kuda poni liar, lincah seperti monyet dan liar
seperti kelinci, seperti yang dikendarai pedagang kuda ke arah timur dari
dataran Montana untuk dijual di peternakan. Kuda poni Margaret mengeluarkan
suara melengking, ringkikan yang hampir seperti jeritan, dan berlari menaiki
tepian tanah liat untuk menemui mereka, semua darah liar di padang rumput itu
mengalir dalam sekejap. Margaret memanggil Eric tepat saat dia melompat dari
pelana dan menangkap kekang kuda perempuan itu. Tapi, binatang kecil yang kurus
itu sudah menjadi gila dan menendang serta menggigit seperti setan.
Saudara-saudaranya yang liar di padang rumput itu mengelilinginya, meringkik,
dan mencakar-cakar tanah, dan menyerangnya dengan kaki depan mereka dan
menggigit sisi-sisinya. Itu adalah kebebasan yang sedang diperjuangkan oleh
binatang kecil itu.
"Turunkan tali kekang dan pegang erat-erat!" seru Eric,
mengerahkan seluruh berat badannya di kekang kuda itu, berjuang melawan kaki
depan kuda yang panik yang sekarang memukul-mukul dada perempuan itu, dan
sekarang menendang kuda liar yang berlarian dan melemparkan mereka. Dia
berhasil menarik kepala kuda poni itu ke arahnya dan menekan perempuan itu ke
tanah, sehingga perempuan itu tidak berguling.
"Pegang erat-erat, pegang erat-erat!" teriaknya lagi, menendang
seekor binatang yang mendengus dan berdiri tegak di atas pelana Margaret. Kalau
perempuan itu kehilangan keberanian dan jatuh sekarang, di bawah kaki-kaki
itu—— Dia menendang lagi dan lagi, menendang ke kanan dan kiri dengan sekuat
tenaga. Kuda-kuda yang liar itu berlari kencang ke dalam jurang, dan bulu-bulu
panjang mereka bersiul di atas kepala kawanan itu. Tiba-tiba seperti datangnya,
gelombang kehidupan liar yang berjuang dan panik itu menyapu keluar dari jurang
dan menyeberangi padang rumput terbuka, dan dengan ringkikan panjang putus asa
sebagai tanda perpisahan, kuda poni itu menundukkan kepalanya dan berdiri
gemetar karena keringatnya, mengibaskan buih dan darah dari kekangnya.
Eric melangkah mendekati Margaret dan meletakkan tangannya di pelana kuda
perempuan itu. "Kau tidak terluka?" tanyanya dengan suara serak. Saat
Eric mengangkat wajahnya di bawah cahaya bintang yang lembut, Margaret melihat
wajahnya pucat dan lesu serta bibirnya bergerak gugup.
"Tidak, tidak, sama sekali tidak. Tapi kau, kau terluka; mereka menyerangmu!"
teriaknya dengan nada khawatir.
Laki-laki itu melangkah mundur dan mengusap dahinya.
"Bukan, bukan itu," katanya cepat sekarang, dengan tangan
terkepal di sampingnya. "Tapi kalau mereka menyakitimu, aku akan memukuli kepala
mereka dengan tanganku, aku akan membunuh mereka semua. Aku tidak pernah takut
sebelumnya. Kau adalah satu-satunya hal indah yang pernah mendekatiku. Kau
datang seperti malaikat dari langit. Kau seperti musik yang kau nyanyikan, kau
seperti bintang-bintang dan salju di pegunungan tempatku bermain ketika aku
masih kecil. Kau seperti semua yang pernah kuinginkan dan tidak pernah
kumiliki, kau adalah semua yang sudah mereka bunuh dalam diriku. Aku rela mati
untukmu malam ini, besok, dan untuk selamanya. Aku bukan pengecut; aku takut
karena aku mencintaimu lebih dari Kristus yang mati untukku, lebih dari rasa
takutku pada neraka, atau harapan akan surga. Aku tidak pernah takut
sebelumnya. Kalau kau jatuh —ya Tuhan!" dia merentangkan kedua lengannya
dengan membabi buta dan menundukkan kepalanya di surai kuda poni itu, bersandar
lemas pada hewan itu seperti orang yang terserang semacam penyakit. Bahunya
naik turun dengan jelas karena napasnya yang terengah-engah. Kuda itu berdiri
ketakutan karena kelelahan dan ketakutan. Saat itu Margaret meletakkan
tangannya di kepala Eric dan berkata dengan lembut:
"Sekarang keadaanmu sudah lebih baik. Bagaimana kalau kita
lanjutkan? Bisakah kau mengambil kudamu?"
"Tidak, dia sudah pergi bersama kawanannya. Aku akan menuntun kudamu,
dia tidak aman. Aku tidak akan membuatmu takut lagi." Suaranya masih
serak, tapi sekarang sudah stabil. Dia memegang kekang dan berjalan pulang
dengan langkah pelan.
Ketika mereka sampai di rumah, Eric berdiri tegap di dekat kepala kuda
poni itu hingga Wyllis datang menurunkan adiknya dari pelana.
"Kuda-kuda itu sangat ketakutan, Wyllis. Kurasa aku sendiri juga
sangat ketakutan," katanya sambil memegang lengan kakaknya dan
perlahan-lahan berjalan menaiki bukit menuju rumah. "Tidak, aku tidak
terluka, terima kasih kepada Eric. Kau harus berterima kasih padanya karena sudah
merawatku dengan baik. Dia orang yang sangat baik. Aku akan menceritakan
semuanya kepadamu besok pagi, Sayang. Aku sangat terguncang dan aku akan
langsung tidur sekarang. Selamat malam."
Ketika dia sampai di kamar bawah tempat dia tidur, dia terlentang di
tempat tidur dengan gaun berkudanya menghadap ke bawah.
"Oh, aku kasihan padanya! Aku kasihan padanya!" gumamnya,
sambil mendesah panjang karena kelelahan. Dia pasti tertidur sebentar. Ketika
dia bangkit lagi, dia mengambil dari gaunnya sebuah surat yang sudah
menunggunya di kantor pos desa. Surat itu ditulis dengan cermat dengan tulisan
tangan yang panjang dan bersudut, menutupi selusin halaman kertas catatan
asing, dan dimulai dengan:
"Margaretku tersayang: Kalau aku mencoba mengatakan betapa seperti musim dingin ketidakhadiranmu18, aku menanggung risiko
menjadi membosankan. Sungguh, itu menghilangkan kilau dari segalanya. Karena
tidak ada yang lebih baik untuk dilakukan, dan tidak ingin pergi ke mana pun
tanpamu, aku tetap tinggal di kota sampai Jack Courtwell memperhatikan kesedihanku
dan membawaku ke sini ke tempatnya di tempat pertunjukan untuk mengelola
beberapa pertunjukan teater terbuka yang sedang dia lakukan. 'As You Like It19'
tentu saja adalah bagian yang dipilih. Nona Harrison memerankan Rosalind. Aku
berharap kau ada di sini untuk mengambil peran itu. Nona Harrison membaca
dialognya dengan baik, tapi dia adalah seorang gadis yang sedih dan kesepian atau
tomboi; bersikeras menafsirkan bagian itu dengan segala macam makna yang lebih
dalam dan saran-saran yang sangat berwarna yang sama sekali tidak selaras
dengan latar pedesaan. Seperti kebanyakan profesional, dia membesar-besarkan
unsur emosional dan sama sekali gagal untuk memberikan keadilan kepada
kecerdasan Rosalind yang mudah dan kualitas mental yang sangat cemerlang.
Gerard akan memerankan Orlando, tapi rumor mengatakan dia sedang épris20
dengan teman masa kecilmu, Nona Meredith, dan ingatannya berbahaya dan minatnya
berubah-ubah.”
"Lukisan-lukisan baruku datang minggu lalu di 'Gascogne.' Lukisan Puvisde Chavannes21 bahkan lebih indah dari yang kukira di Paris. Seorang
gadis impian pucat duduk di samping seekor sapi khayalan pucat, dan aliran sungai
mengalir di kakinya. Lukisan Constant22, kau akan ingat, aku membelinya
karena kau mengaguminya. Lukisan itu ada di sini dengan segala kemegahannya
yang gemerlap, semuanya didominasi oleh sensualitas yang bersinar. Kain yang
dikenakan sosok perempuan itu sama indahnya seperti yang kau katakan; kainnya
semua mutiara dan emas barbar, dilukis dengan kemewahan yang sederhana dan
tanpa susah payah, dan garis pantai Afrika yang putih dan berkilau di latar
belakangnya mengingatkanku akan kenangan tentangmu yang sangat berharga bagiku.
Tapi, tidak ada gunanya menyangkal bahwa Constant membuatku kesal. Meskipun aku
tidak bisa membuktikan tuduhanku terhadapnya, kecemerlangannya selalu membuatku
curiga padanya sebagai murahan."
Di sini Margaret berhenti dan melirik halaman-halaman yang tersisa dari
surat cinta yang aneh itu. Halaman-halaman itu tampaknya sebagian besar berisi
diskusi tentang lukisan dan buku, dan dengan senyum perlahan dia
menyingkirkannya.
Dia bangkit dan mulai membuka pakaiannya. Sebelum berbaring, dia membuka
jendela. Dengan tangannya di ambang jendela, dia ragu-ragu, tiba-tiba merasa
seolah-olah ada bahaya yang mengintai di luar, semacam hasrat tak terkendali
yang menunggu untuk menyerangnya dalam kegelapan. Dia berdiri di sana untuk
waktu yang lama, menatap hamparan langit yang tak terbatas.
"Oh, semuanya begitu kecil, begitu kecil di sana," gumamnya.
"Ketika semua hal begitu kerdil, kenapa seseorang mengharapkan cinta
menjadi hebat? Kenapa seseorang mencoba membaca detail-detail yang sangat
berwarna ke dalam kehidupan seperti itu? Kalau saja aku bisa menemukan satu hal
di dalamnya yang sangat berarti, satu hal yang akan menghangatkanku saat aku
sendirian! Apakah kehidupan tidak akan pernah memberiku satu momen hebat
itu?"
Saat dia membuka jendela, dia mendengar suara di semak-semak plum di
luar. Itu hanya suara anjing rumah yang terbangun dari tidurnya, tapi Margaret
terkejut dan gemetar sehingga dia berpegangan pada kaki tempat tidur untuk
menopang tubuhnya. Sekali lagi dia merasa dirinya dikejar oleh kerinduan yang
luar biasa, kebutuhan yang mendesak bagi dirinya sendiri, seperti uluran tangan
yang tak berdaya dan tak terlihat dalam kegelapan, dan udara terasa berat
dengan desahan kerinduan. Dia berlari ke tempat tidurnya sambil berkata,
"Aku mencintaimu lebih dari Kristus, yang mati untukku!" terngiang di
telinganya.
III
Menjelang tengah malam, pesta dansa di Lockhart mencapai puncaknya.
Bahkan para laki-laki tua yang datang untuk "menonton" ikut merasakan
semangat pesta pora dan menghentakkan kaki di lantai dengan semangat Silenus23
tua. Eric mengambil biola dari orang Prancis, dan Minna Oleson duduk di depan
organ, dan alunan musik itu semakin khas —musik yang kasar dan setengah sedih,
yang terdiri dari lagu-lagu daerah Utara, yang dinyanyikan penduduk desa
sepanjang malam di desa-desa di tepi laut, ketika mereka mengingat matahari,
musim semi, dan para nelayan yang sudah lama pergi. Bagi Margaret, sebagian
dari alunan itu terdengar seperti musik Peer Gynt24 karya
Grieg. Dia menemukan sesuatu yang sangat menular dalam kegembiraan orang-orang
yang jarang sekali bergembira ini, dan dia merasa hampir menjadi salah satu
dari mereka. Ada sesuatu yang tampak berjuang untuk kebebasan dalam diri mereka
malam ini, sesuatu dari masa kanak-kanak yang menyenangkan dari bangsa-bangsa
yang tidak terbunuh oleh pengasingan. Semua gadis riuh karena kegembiraan.
Kenikmatan datang kepada mereka tapi jarang, dan ketika itu datang, mereka
menangkapnya dengan liar dan meremukkan sayapnya yang berkibar dengan jari-jari
cokelat mereka yang kuat. Mereka sudah cukup menjalani hidup yang keras,
sebagian besar dari mereka. Musim panas yang terik dan musim dingin yang
membekukan, kerja yang keras dan membosankan serta ketidaktahuan, adalah bagian
dari masa remaja mereka; rayuan singkat, pernikahan yang tergesa-gesa dan tanpa
cinta, keibuan yang tak terbatas, anak laki-laki yang tidak tahu terima kasih,
usia dini dan keburukan, adalah mahar keperempuanan mereka. Tapi apa
masalahnya? Malam ini ada minuman keras panas di gelas dan darah panas di hati;
malam ini mereka berdansa.
Malam ini Eric Hermannson menemukan kembali masa mudanya. Dia bukan lagi laki-laki
Norwegia yang besar dan pendiam yang duduk di kaki Margaret dan menatap matanya
dengan putus asa. Malam ini dia adalah seorang laki-laki, dengan hak-hak dan
kekuatan seorang laki-laki. Malam ini dia adalah Siegfried. Rambutnya kuning
seperti gandum tebal di musim panas, dan matanya bersinar seperti air biru di
antara bongkahan es di Laut Utara. Dia tidak takut pada Margaret malam ini, dan
ketika dia berdansa dengannya, dia memeluknya erat-erat. Margaret lelah dan
sedikit terseret di lengannya, tapi kekuatan laki-laki itu seperti cairan yang
meresap ke mana-mana, menyelinap melalui pembuluh darahnya, membangkitkan di
dalam hatinya suatu keberadaan yang tak bernama dan tak terduga yang sudah
tertidur di sana selama bertahun-tahun dan yang keluar melalui ujung-ujung
jarinya yang berdenyut-denyut ke laki-laki yang menerimanya. Dia bertanya-tanya
apakah darah kotor leluhur pemberontak, yang sudah lama tertidur,
memanggil-manggilnya malam ini, setetes cairan panas yang tidak bisa
didinginkan selama berabad-abad, dan kenapa, kalau kutukan itu ada di dalam
dirinya, kutukan itu tidak pernah diucapkan sebelumnya. Tapi apakah itu
kutukan, kebangkitan ini, kekayaan yang belum pernah ditemukan sebelumnya,
musik yang dibebaskan ini? Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, hatinya
menyimpan sesuatu yang lebih kuat dari dirinya sendiri, bukankah ini sepadan?
Kemudian dia berhenti bertanya-tanya. Dia kehilangan pandangan akan lampu dan
wajah-wajah, dan musik itu tenggelam oleh detak nadinya sendiri. Dia hanya
melihat mata biru yang bersinar di atasnya, hanya merasakan kehangatan tangan
yang berdenyut yang memegang tangannya dan yang diberi makan oleh darah
jantungnya. Samar-samar, seperti dalam mimpi, dia melihat bahu yang terkulai,
dahi putih yang tinggi, dan mulut yang rapat dan sinis dari laki-laki yang akan
dinikahinya pada bulan Desember. Selama satu jam dia sudah menekan kembali
ingatan akan wajah itu dengan sekuat tenaga.
"Sudah cukup, ini sudah cukup," bisiknya. Satu-satunya jawaban
yang diberikan laki-laki itu adalah mengencangkan lengan di belakangnya. Dia
mendesah dan membiarkan kekuatan luar biasa itu membawanya ke mana pun dia mau.
Dia lupa bahwa laki-laki itu tidak lebih dari seorang barbar, bahwa mereka akan
berpisah saat fajar. Darah itu tidak memiliki kenangan, tidak ada refleksi,
tidak ada penyesalan atas masa lalu, tidak ada pertimbangan tentang masa depan.
"Mari kita keluar ke tempat yang lebih sejuk," katanya saat
musik berhenti; sambil berpikir, "Aku mulai lemas di sini, aku akan
baik-baik saja di udara terbuka." Mereka melangkah keluar ke udara malam
yang sejuk dan biru.
Karena orang-orang tua mulai berdansa, anak-anak muda Norwegia mulai
keluar berpasangan untuk memanjat menara kincir angin ke tempat yang lebih
sejuk, seperti kebiasaan mereka.
"Kau mau naik?" tanya Eric, dekat dengan telinganya.
Dia menoleh dan menatapnya dengan rasa geli yang tertahan. "Seberapa
tinggi?"
"Empat puluh kaki, kira-kira. Aku tidak akan membiarkanmu
jatuh." Ada nada memohon yang tak tertahankan dalam suaranya, dan perempuan
itu merasa bahwa laki-laki itu sangat ingin dia pergi. Yah, kenapa tidak? Ini
adalah malam yang tidak biasa, ketika dia sama sekali tidak menjadi dirinya
sendiri, tapi menjalani kehidupan yang tidak nyata. Besok, ya, dalam beberapa
jam, akan ada Vestibule Limited dan dunia.
"Baiklah, kalau begitu, jagalah aku baik-baik. Dulu aku bisa
memanjat, saat aku masih kecil."
Begitu sampai di puncak dan duduk di semacam panggung, mereka terdiam.
Margaret bertanya-tanya apakah dia tidak akan merindukan pemandangan itu
sepanjang hidupnya, melalui semua rutinitas hari-hari yang akan datang. Di atas
mereka terbentang langit Barat yang luas, biru tenang, bahkan di malam hari,
dengan bintang-bintangnya yang besar dan menyala, tidak pernah sedingin, mati,
dan jauh seperti di atmosfer yang lebih padat. Bulan tidak akan muncul sekitar
dua puluh menit lagi, dan di sekeliling cakrawala, cakrawala yang luas itu,
yang tampaknya menjangkau seluruh dunia, masih ada cahaya putih pucat, seperti
fajar universal. Angin yang lelah membawa mereka ke atas bau ladang jagung yang
menyengat. Musik dansa terdengar samar-samar dari bawah. Eric bersandar pada
sikunya di sampingnya, kakinya berayun menuruni tangga. Bahunya yang besar
tampak lebih besar dari sebelumnya seperti bahu batu Doryphorus25,
yang berdiri dengan kekuatannya yang sempurna dan tenang di Louvre, dan sering
membuat perempuan itu bertanya-tanya apakah orang-orang seperti itu mati
selamanya bersama para pemuda Yunani.
"Betapa harumnya jagung di malam hari," kata Margaret gugup.
"Ya, seperti bunga yang tumbuh di surga, menurutku."
Dia agak terkejut mendengar jawaban ini, dan lebih terkejut lagi ketika laki-laki
pendiam ini bicara lagi.
"Kau akan pergi besok?"
"Ya, kami sudah tinggal lebih lama dari yang kami kira."
"Kau tidak akan kembali lagi?"
"Tidak, kurasa tidak. Begini, perjalanannya jauh sekali; setengah
jalan melintasi dunia."
"Kurasa kau akan segera melupakan negara ini." Kini, baginya,
kehilangan jiwa demi perempuan itu adalah hal yang kecil, tapi kalau perempuan
itu benar-benar melupakan malam yang sudah dia korbankan sepanjang hidupnya,
itu adalah pikiran yang menyedihkan.
"Tidak, Eric, aku tidak akan lupa. Kalian semua terlalu baik padaku
untuk itu. Dan kau tidak akan menyesal berdansa malam ini, kan?"
"Aku tidak akan pernah menyesal. Aku tidak pernah sebahagia ini
sebelumnya. Aku tidak akan sebahagia ini lagi, selamanya. Kau akan bahagia di
malam-malam berikutnya, aku cuma di malam ini. Aku akan memimpikannya sesekali,
mungkin."
Nada suaranya yang sangat pasrah membuat perempuan itu khawatir dan
tersentuh. Seperti saat seekor binatang besar bersiap menghadapi kematiannya,
seperti saat sebuah kapal besar tenggelam di laut.
Perempuan itu mendesah, tapi tidak menjawab. Dia mendekat sedikit dan
menatap matanya.
"Kau juga tidak selalu bahagia?" tanyanya.
"Tidak, tidak selalu, Eric; tidak terlalu sering, menurutku."
"Kau punya masalah?"
"Ya, tapi aku tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. Mungkin kalau
aku bisa melakukannya, aku bisa menyelesaikannya."
Dia mendekapkan kedua tangannya di dada, seperti yang dilakukan anak-anak
saat berdoa, dan berkata dengan terbata-bata, "Kalau seluruh dunia ini
milikku, akan kuberikan kepadamu."
Margaret tiba-tiba merasakan air di matanya, dan meletakkan tangannya di
tangan laki-laki itu.
"Terima kasih, Eric; aku yakin kau akan melakukannya. Tapi mungkin
saat itu aku tidak akan bahagia. Mungkin aku sudah terlalu banyak memilikinya."
Perempuan itu tidak melepaskan tangannya darinya; dia tidak berani. Dia
duduk diam dan menunggu tradisi yang selama ini dia yakini untuk dikatakan dan
menyelamatkannya. Tapi, tradisi itu bodoh. Dia berasal dari peradaban yang
sangat canggih yang mencoba menipu alam dengan kecanggihan yang elegan. Menipu
alam? Ah! Satu generasi mungkin melakukannya, mungkin dua, tapi generasi ketiga
—Bisakah kita mengatasi alam atau tenggelam di bawahnya? Bukankah dia menyerang
Yerusalem seperti melawan Sodom, melawan Santo Anthony26 di padang
gurun seperti melawan Nero dalam seraglio27-nya? Bukankah dia
selalu berteriak dalam kemenangan yang brutal: "Aku masih di sini, di
dasar segala sesuatu, menghangatkan akar kehidupan; kalian tidak bisa membuatku
kelaparan atau menjinakkanku atau menghalangiku; akulah yang menciptakan dunia,
akulah yang menguasainya, dan akulah takdirnya."
Perempuan itu, di sebuah menara kincir angin di ujung dunia bersama
seorang barbar raksasa, mendengar teriakan itu malam ini, dan dia takut! Ah! Ketakutan
dan kesenangan saat pertama kali kita takut pada diri kita sendiri! Sampai saat
itu kita belum hidup.
"Ayo, Eric, kita turun; bulan sudah muncul dan musik sudah mulai
lagi," katanya.
Dia bangkit tanpa suara dan melangkah menuruni tangga, melingkarkan
lengannya di pinggang perempuan itu untuk membantunya. Lengan itu bisa saja
melempar palu Thor ke ladang jagung di sana, tapi hampir tidak menyentuh
perempuan itu, dan tangannya gemetar seperti saat berdansa. Wajahnya sejajar
dengan wajah perempuan itu sekarang dan cahaya bulan menyinarinya dengan tajam.
Sepanjang hidupnya, perempuan itu sudah mencari-cari di wajah para laki-laki
untuk mencari tatapan yang ada di matanya. Dia tahu bahwa tatapan itu tidak
pernah bersinar untuknya sebelumnya, tidak akan pernah bersinar untuknya di
bumi lagi, bahwa cinta seperti itu hanya datang dalam mimpi atau di
tempat-tempat yang mustahil seperti ini, yang tidak pernah bisa dicapai. Itulah
Cinta, dalam sekejap akan mati. Tersengat oleh permohonan yang menyakitkan yang
terpancar dari seluruh keberadaan laki-laki itu, dia mencondongkan tubuhnya ke
depan dan menempelkan bibirnya ke bibir laki-laki itu. Sekali, dua kali, dan
berulang kali dia mendengar napas dalam berderak di tenggorokannya saat dia
menahannya di sana, dan kekuatan yang riuh di bawah hatinya berubah menjadi
kelemahan yang menelan. Laki-laki itu menariknya mendekat hingga dia merasakan
semua perlawanannya hilang dari tubuhnya, hingga setiap sarafnya rileks dan
menyerah. Saat dia menarik wajahnya menjauh dari wajah laki-laki itu, wajah
laki-laki itu pucat karena ketakutan.
"Ayo kita turun, ya Tuhan! Ayo kita turun!" gerutunya. Dan
bintang-bintang mabuk di atas sana tampak terhuyung-huyung menuju takdir yang sudah
ditentukan saat dia berpegangan erat pada tangga. Semua yang dia ketahui
tentang cinta sudah dia tinggalkan di bibirnya. "Setan itu lepas
lagi," bisik Olaf Oleson, saat dia melihat Eric berdansa beberapa saat
kemudian, matanya menyala-nyala.
Tapi Eric berpikir dengan kegembiraan yang liar tentang saat ketika dia
harus membayar untuk semua ini. Ah, tidak akan ada yang gentar saat itu! Kalau
pernah ada jiwa yang pergi tanpa rasa takut, dengan bangga ke gerbang neraka,
jiwanya akan pergi. Untuk sesaat dia membayangkan dirinya sudah ada di sana,
menginjak badai api, memeluk badai yang berapi-api itu di dadanya. Dia
bertanya-tanya apakah di masa lampau, selama bertahun-tahun berdosa yang tak
terhitung jumlahnya ketika manusia menjual dan kehilangan dan membuang jiwa
mereka, adakah orang yang pernah menipu Setan, pernah menukar jiwanya dengan
harga yang begitu besar.
Rasanya hanya tinggal sedikit waktu lagi sebelum fajar.
Kereta kuda dibawa ke depan pintu dan Wyllis Elliot beserta saudara
perempuannya mengucapkan selamat tinggal. Wyllis tidak bisa menatap mata Eric
saat mengulurkan tangannya, tapi saat Eric berdiri di dekat kepala kuda, tepat
saat kereta kuda itu bergerak, Wyllis menatapnya sekilas yang berarti,
"Aku tidak akan lupa." Dalam sekejap, kereta kuda itu sudah pergi.
Eric mengganti mantelnya dan membenamkan kepalanya ke dalam tangki air
lalu pergi ke gudang untuk mengumpulkan kelompoknya. Saat dia menuntun kudanya
ke pintu, sebuah bayangan jatuh di jalannya, dan dia melihat Skinner berdiri
dengan sanggurdinya. Wajahnya yang kasar pucat dan lelah karena mengurus
kawanannya yang bandel, karena menyeret orang-orang ke jalan keselamatan.
"Selamat pagi, Eric. Ada pesta dansa di sini tadi malam?"
tanyanya tegas.
"Dansa? Oh, ya, dansa," jawab Eric dengan riang.
"Tentu saja kau tidak ikut berdansa kan, Eric?"
"Ya, aku berdansa. Aku berdansa sepanjang malam."
Bahu sang pendeta terkulai, dan ekspresi putus asa yang mendalam tampak
di wajahnya yang pucat. Ada kesedihan yang mendalam dalam kerinduannya terhadap
jiwa ini.
"Eric, aku tidak mengharapkan hal ini darimu. Kupikir Tuhan sudah
menetapkan tandaNya padamu seperti Dia melakukannya pada semua orang. Dan untuk
hal-hal seperti inilah kau menjauhkan jiwamu dari Tuhan selama seribu tahun.
Hai anak muda yang bodoh dan sesat!"
Eric menegakkan tubuhnya setinggi mungkin dan memandang ke arah hari baru
yang menghiasi rumbai-rumbai jagung dan membanjiri dataran tinggi dengan
cahaya. Saat lubang hidungnya menghirup embun dan pagi, sesuatu dari
satu-satunya puisi yang pernah dibacanya terlintas di benaknya, dan dia
bergumam, setengah pada dirinya sendiri, dengan kegembiraan yang tidak jelas:
‘”Dan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari28.’”
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan kaki:
1 Rumah tanah: alternatif umum untuk pengganti kabin kayu di
Dataran Besar Kanada dan Amerika Serikat pada tahun 1800-an dan awal 1900-an
karena di padang rumput sering kali kekurangan bahan bangunan standar seperti
kayu atau batu, sementara tanah ber-rumput yang berakar tebal berlimpah dan
bisa digunakan untuk konstruksi rumah.
Struktur akar rumput di padang rumput jauh lebih tebal dan lebih kuat
daripada rumput di halaman rumah modern.
2 Kisah Para Rasul 9:4; keseluruhan bagian ini mengisahkan tentang
pertobatan Saulus dari pemburu umat Kristen menjadi rasul, Paulus.
3 Yohanes 11:43; keseluruhan bagian ini mengishkan tentang
dibangkitkannya kembali Lazarus dari kematian oleh Yesus.
4 Vestibule Limited: The Vestibule Limited adalah novel
yang ditulis oleh Brander Matthews dan diterbitkan pada tahun 1892. Ceritanya
tentang perjalanan sekelompok penumpang di kereta bernama Vestibule Limited,
yang sedang dalam perjalanan dari New York ke Chicago. Para penumpang berasal
dari berbagai lapisan masyarakat dan memiliki alasan sendiri untuk berada di
kereta, tapi mereka semua berbagi pengalaman terkurung di ruang yang sama
selama perjalanan.
5 Siegfried: pahlawan legenda Jermanik, yang membunuh seekor naga
—dikenal dalam beberapa sumber Norse Kuno sebagai Fáfnir— dan yang kemudian
dibunuh, akibat pertengkaran antara istrinya (Gudrun/Kriemhild) dan perempuan
lain, Brunhild, yang ditipunya untuk menikahi raja Burgundia Gunnar/Gunther.
6 Bourget: Paul Charles Joseph Bourget (1852–1935) adalah seorang
penyair, novelis dan kritikus Prancis. Dia dinominasikan untuk Penghargaan
Nobel Sastra sebanyak lima kali.
7 Nicht wahr: frasa bahasa Jerman yang berarti "tidak
benar" atau "bukankah begitu". Frasa ini digunakan sebagai kata
seru atau tanggapan yang mengundang terhadap suatu pernyataan.
8 Cavalleria rusticana: sebuah opera satu babak oleh Pietro
Mascagni berdasarkan libretto Italia dari Giovanni Targioni-Tozzetti dan
Guido Menasci, yang diadaptasi dari cerita pendek tahun 1880 dengan judul yang
sama dan drama dari Giovanni Verga.
9 Rosetti: kemungkinan Dante Gabriel Rossetti (1828–1882), seorang
penyair Inggris, ilustrator, pelukis, penerjemah, dan anggota keluarga
Rossetti. Dalam puisinya yang paling terkenal, The Blessed Damozel, dia
menulis: But soon their path/Was vague in distant spheres:/And then she cast
her arms along/The golden barriers,/And laid her face between her hands,/And
wept. (I heard her tears.)
10 Mascagni: Pietro Mascagni (1863–1945), seorang komposer Italia
yang dikenal terutama karena opera-operanya. Karya besarnya tahun 1890 Cavalleria
rusticana menjadi salah satu sensasi terbesar dalam sejarah opera dan
mengantarnya masuk gerakan Verismo dalam musik dramatis Italia.
11 Grieg: Edvard Hagerup Grieg (1843–1907), seorang komposer dan
pianis Norwegia. Dia secara luas dianggap sebagai salah satu komposer era
Romantis terkemuka, dan musiknya merupakan bagian dari repertoar klasik standar
di seluruh dunia.
12 Schubert: Franz Peter Schubert (1797–1828), seorang komposer
Austria dari era Klasik akhir dan awal Romantis. Meskipun hidupnya pendek,
Schubert meninggalkan banyak karya, termasuk lebih dari 600 Lieder (lagu
seni dalam bahasa Jerman) dan karya vokal lainnya, tujuh simfoni lengkap, musik
sakral, opera, musik insidental, dan banyak piano dan musik kamar.
13 Valkyrie: dewi dalam mitologi Nordik. Dilambangkan sebagai
manusia bersayap yang membawa tongkat. Valkyrie biasanya membantu para prajurit
Nordik dalam peperangan. Mereka bertugas memanggil jiwa-jiwa orang-orang mati
yang terpilih untuk dibawa ke Valhalla untuk dijadikan Einherjar yang nantinya
akan membantu para dewa saat Ragnarok tiba.
14 Dane: orang Denmark.
15 Pangeran Tennyson: tokoh dalam puisi naratif yang
ditulis oleh Alfred Tennyson, diterbitkan pada tahun 1847. Puisi tersebut
menceritakan kisah seorang putri yang mendirikan sekolah khusus perempuan yang
melarang laki-laki masuk. Pangeran yang menjadi tunangannya saat masih bayi
masuk ke sekolah itu bersama dua orang teman, dengan menyamar sebagai
perempuan.
16 Hipokondria: gangguan kecemasan yang membuat seseorang
percaya bahwa dirinya memiliki penyakit serius, padahal tidak.
17 Matius 5:29.
18 William Shakespeare; Soneta ke-97: How like a winter hath my
absence been.
19 As You Like It: komedi pastoral karya William Shakespeare yang
diyakini ditulis pada tahun 1599 dan pertama kali diterbitkan dalam First
Folio pada tahun 1623.
20 Ѐpris: jatuh cinta (Prancis).
21 Pierre Puvis de Chavannes (1824–1898): pelukis Prancis yang
dikenal karena lukisan dindingnya, yang kemudian dikenal sebagai "pelukis
untuk Prancis".
22 Jean-Joseph Benjamin-Constant (1845–1902): pelukis dan pengukir
Prancis yang terkenal karena subjek dan potret Orientalnya.
23 Silenus: dewa dalam mitologi Yunani yang berkaitkan dengan
hutan, anggur, dan kemabukan. Dia juga dikenal sebagai pendamping dan ayah
angkat dewa Dionysus.
24 Peer Gynt: musik insidental untuk drama Peer Gynt karya
Henrik Ibsen tahun 1867, yang ditulis oleh komposer Norwegia Edvard Grieg pada
tahun 1875. Musik ini pertama kali dimainkan bersamaan dengan drama tersebut
pada tanggal 24 Februari 1876 di Christiania (sekarang Oslo).
25 Doryphorus: patung Yunani paling terkenal dari zaman Klasik
karya Polykleitos, yang menggambarkan seorang prajurit yang tegap, berotot, dan
berdiri, awalnya memanggul tombak di bahu kirinya.
26 Santo Anthony: Anthony dari Padua (1195–1231) adalah seorang
pendeta Katolik Portugis dan anggota Ordo Saudara Dina.
27 Seraglio: istana untuk selir atau harem.
28 2 Petrus 3:8.

Comments
Post a Comment