Jiwa Eric Hermannson (Eric Hermannson’s Soul ~ Willa Cather)

Jiwa Eric Hermannson (Eric Hermannson’s Soul ~ Willa Cather)

I

Ini adalah malam yang luar biasa di sekolah Lone Star —malam ketika Roh hadir dengan kuasa dan ketika Tuhan sangat dekat dengan manusia. Begitulah yang dirasakan Asa Skinner, hamba Tuhan dan Free Gospeller. Sekolah itu penuh sesak dengan orang-orang yang diselamatkan dan dikuduskan, laki-laki dan perempuan yang kuat, gemetar dan gentar menghadapi kekuatan dari suatu kekuatan psikis yang misterius. Di sana-sini di antara orang banyak yang gemetar dan berkeringat ini, berjongkok seorang malang yang sudah merasakan kepedihan hati nurani yang terbangun, tapi belum mengalami pelepasan akal sehat sepenuhnya, kegilaan yang lahir dari ledakan pikiran, yang, dalam istilah Free Gospeller, disebut "Cahaya." Di lantai, di depan bangku jemaat, tergeletak sesosok laki-laki tak sadarkan diri yang di dalamnya alam yang marah mencari tempat peristirahatan terakhirnya. Keadaan "trans" ini adalah bukti kasih karunia tertinggi di antara Free Gospeller, dan menunjukkan hubungan yang dekat dengan Tuhan.

Di depan meja berdiri Asa Skinner, meneriakkan belas kasih dan pembalasan Tuhan, dan di matanya terpancar kesungguhan yang mengerikan, seperti nyala api kenabian. Asa adalah seorang mantan penjudi kereta api yang dulunya beroperasi di antara Omaha dan Denver. Dia adalah seorang laki-laki yang diciptakan untuk menjalani kehidupan yang ekstrem; dari orang yang paling bejat, dia menjadi orang yang paling alim. Wajahnya seperti binatang, wajah yang menanggung ketidakadilan Alam. Dahi rendah, menonjol di atas mata, dan rambut pirang yang menutupinya lalu disisir ke belakang dengan sudut yang tajam. Dagu berat, lubang hidung rendah dan lebar, dan bibir bawahnya menggantung longgar kecuali pada saat-saat dia sangat bersungguh-sungguh, ketika bibir itu menutup seperti perangkap baja. Tapi, di sekitar wajah yang kasar itu ada kerutan yang dalam dan kasar, bekas luka dari banyak pergumulan dengan kelemahan daging, dan di sekitar bibir yang menggantung itu ada garis-garis tajam dan kuat yang sudah menaklukkannya dan mengajarinya untuk berdoa. Di pipi yang berkerut itu ada rona pucat tertentu, kesuraman yang didapat dari terlalu banyak bergadang. Seolah-olah, setelah Alam melakukan yang terburuk pada wajah itu, beberapa pahat halus mengukirnya, menghajar dan hampir mengubahnya. Malam ini, saat otot-ototnya berkedut karena emosi, dan keringat menetes dari rambut dan dagunya, ada kekuatan meyakinkan tertentu dalam diri laki-laki itu. Karena Asa Skinner adalah seorang laki-laki yang memiliki keyakinan, sentimen tentang yang agung yang di hadapannya semua ketidaksetaraan diratakan, yang membawa keyakinan yang lebih unggul dari semua hukum, tempat para bajingan menjadi martir; tempat tukang servis menjadi seniman dan penggembala unta menjadi pendiri kerajaan. Itulah yang terjadi pada Asa Skinner malam ini, saat dia berdiri menyatakan pembalasan Tuhan.

Mungkin saja orang yang tidak memihak yang melihat hal ini akan berpikir bahwa Tuhan Asa Skinner adalah Tuhan yang pendendam karena dia bisa menyimpan dendam kepada makhluk ciptaannya yang berjejal di gedung sekolah Lone Star malam itu. Orang-orang buangan yang malang dari segala bangsa; orang-orang dari selatan dan utara, rakyat jelata dari hampir setiap negara di Eropa, kebanyakan dari mereka berasal dari pesisir Norwegia yang bergunung-gunung. Sebagian besar adalah orang-orang jujur, tapi orang-orang yang diperlakukan dengan buruk oleh dunia; kegagalan semua negara, orang-orang yang waras karena kerja keras dan sedih karena terbuang, yang dipaksa untuk bertarung demi menguasai tanah yang tidak subur, untuk menabur di tempat orang lain memungut, menjadi garda depan dari peradaban yang perkasa.

Asa Skinner tidak pernah bicara lebih sungguh-sungguh daripada sekarang. Dia merasa bahwa Tuhan memberikan pekerjaan khusus malam ini untuknya. Malam ini Eric Hermannson, pemuda paling gila di seluruh Divide, duduk di antara hadirin dengan biola di pangkuannya, singgah sebentar untuk mengiringi dansa. Biola merupakan benda yang sangat dibenci oleh Free Gospeller. Kebencian mereka pada organ gereja cukup sengit, tapi biola mereka anggap sebagai perwujudan dari keinginan jahat, yang selalu menyanyikan kesenangan duniawi dan tak terpisahkan dari semua hal yang dilarang.

Eric Hermannson sudah lama menjadi objek doa para penginjil. Ibunya sudah merasakan kuasa Roh beberapa minggu yang lalu, dan pertemuan doa khusus sudah diadakan di rumahnya untuk putranya. Tapi, Eric tetap menjalani hidupnya dengan tertawa, jalan masa muda, yang sebenarnya cukup singkat, dan tidak terlalu berbunga-bunga di Divide. Dia menyelinap pergi dari pertemuan doa untuk bertemu dengan anak-anak Campbell di bar Genereau, atau memeluk gadis-gadis Prancis kecil yang montok di pesta dansa Chevalier, dan terkadang, pada suatu malam musim panas, dia bahkan pergi melintasi ladang jagung yang berembun dan melalui semak-semak plum liar untuk memainkan biola buat Lena Hanson, yang namanya terhina di seluruh wilayah Divide, tempat para perempuan biasanya terlalu polos dan terlalu sibuk dan terlalu lelah untuk meninggalkan jalan kebenaran. Pada kesempatan seperti itu, Lena, yang mengenakan gaun merah muda dan stoking sutra serta sandal merah muda kecil, akan bernyanyi untuk laki-laki itu, mengiringi dirinya sendiri dengan sebuah gitar tua. Hal itu memberinya perasaan bebas dan pengalaman yang nikmat saat bersama seorang perempuan yang, bagaimanapun juga, pernah tinggal di kota besar dan tahu budaya orang kota, yang tidak pernah bekerja di ladang dan menjaga tangannya tetap putih dan halus, yang tenggorokannya indah dan lembut, yang sudah mendengar penyanyi-penyanyi hebat di Denver dan Salt Lake, dan yang tahu bahasa asing berupa sanjungan, kemalasan, dan kegembiraan.

Tapi, betapapun cerobohnya dia, doa-doa ibunya yang teguh tidak sepenuhnya tidak berdampak pada Eric. Selama berhari-hari dia melarikan diri dari hadapan mereka seperti penjahat dari para pengejarnya, dan atas kesenangannya sudah jatuh sebuah bayangan dari sesuatu yang gelap dan mengerikan yang membuntuti langkahnya.  Semakin keras dia berdansa, semakin keras dia bernyanyi, semakin dia sadar bahwa hantu ini sedang mendekatinya, bahwa pada waktunya hantu itu akan menangkapnya. Suatu Minggu sore, menjelang akhir musim gugur, ketika dia sedang minum bir dengan Lena Hanson dan mendengarkan sebuah lagu yang membuat pipinya memerah, seekor ular derik merangkak keluar dari samping rumah tanah1 dan memasukkan kepalanya yang jelek ke bawah pintu kasa. Dia tidak takut pada ular, tapi dia tahu tentang ajaran Injil dan tahu artinya reptil yang berbaring melingkar di depan pintu rumah perempuan itu. Bibirnya dingin ketika dia mencium Lena untuk mengucapkan selamat tinggal, dan dia tidak pernah pergi ke sana lagi.

Penghalang terakhir antara Eric dan iman ibunya adalah biolanya, dan dia berpegang teguh pada biola itu seperti seorang laki-laki yang terkadang berpegang teguh pada dosanya yang paling besar, pada kelemahan yang lebih berharga baginya daripada seluruh kekuatannya. Di dunia yang luas, keindahan datang kepada manusia dalam berbagai bentuk, dan seni dalam ratusan bentuk, tapi bagi Eric itu hanya biolanya. Baginya, biola itu mewakili semua manifestasi seni; biola itu adalah satu-satunya jembatannya menuju kerajaan jiwa.

Kepada Eric Hermannson-lah penginjil itu mengarahkan doanya yang penuh semangat malam itu.

"Saulus, Saulus, kenapakah engkau menganiaya Aku?2 Apakah ada Saulus di sini malam ini yang menutup telinganya terhadap permohonan yang lembut itu, yang sudah menusukkan tombak ke lambung yang berdarah itu? Pikirkanlah, saudaraku; engkau ditawari cinta yang luar biasa dan engkau lebih memilih ulat yang tidak bisa mati dan api yang tidak bisa padam. Apa hakmu untuk kehilangan salah satu jiwa Tuhan yang berharga? Saulus, Saulus, kenapakah engkau menganiaya Aku?"

Kegembiraan yang besar tampak di wajah pucat Asa Skinner, karena dia melihat Eric Hermannson bergoyang ke sana kemari di kursinya. Pendeta itu berlutut dan mengangkat lengannya yang panjang ke atas kepalanya.

"Wahai saudara-saudaraku! Aku merasakan kedatangannya, berkat yang sudah kita doakan. Aku katakan kepadamu bahwa Roh Kudus sudah datang! Hanya sedikit lagi doa, saudara-saudara, sedikit lagi semangat, dan Dia akan datang. Aku bisa merasakan akupNya yang menyejukkan di dahiku. Kemuliaan bagi Tuhan selama-lamanya, amin!"

Seluruh jemaat mengerang di bawah tekanan kepanikan rohani ini. Teriakan dan pujian keluar dari setiap bibir. Sosok lain jatuh terkapar di lantai. Dari bangku jemaat terdengar nyanyian ketakutan dan kegembiraan:

 

"Makanlah madu dan minumlah anggur,

Kemuliaan bagi Anak Domba yang berdarah!

Aku milik Tuhanku dan dia milikku,

Kemuliaan bagi Anak Domba yang berdarah!"

 

Himne itu dinyanyikan dalam belasan dialek dan menyuarakan segala kerinduan samar dari kehidupan yang lapar ini, dari orang-orang yang sudah lama menahan semua nafsu, hanya untuk menjadi korban dari yang paling hina di antara semuanya, ketakutan.

Erangan kesedihan yang amat dalam terdengar dari kepala Eric Hermannson yang tertunduk, dan suaranya bagaikan erangan pohon besar yang tumbang di hutan.

Pendeta itu tiba-tiba berdiri dan mendongakkan kepalanya, sambil berteriak dengan suara keras:

"Lazarus, marilah ke luar!3 Eric Hermannson, kau tersesat, tenggelam di lautan. Atas nama Tuhan, dan Yesus Kristus Putra-Nya, aku melemparkan tali penyelamat kepadamu. Berpeganganlah! Tuhan Yang Mahakuasa, jiwaku untukNya!" Pendeta itu merentangkan kedua tangannya dan mengangkat wajahnya yang gemetar.

Eric Hermannson berdiri; bibirnya mengatup dan kilatan cahaya terlihat di matanya. Dia mencengkeram leher biolanya dan menghancurkannya hingga berkeping-keping di lututnya, dan buat Asa Skinner bunyinya seperti belenggu dosa yang hancur berkeping-keping.

II

Selama lebih dari dua tahun Eric Hermannson mempertahankan keyakinannya yang teguh yang sudah dia sumpahkan sendiri, mempertahankannya sampai seorang gadis dari Timur datang untuk menghabiskan waktu seminggu di Nebraska Divide. Dia adalah seorang gadis dengan perilaku dan kondisi yang berbeda, dan ada jarak yang jauh antara kehidupannya dan kehidupan Eric daripada semua mil yang memisahkan Rattlesnake Creek dari kota New York. Memang, dia tidak seharusnya berada di Barat sama sekali; tapi ah! melintasi banyak daratan dan lautan, dengan peluang yang sangat tidak mungkin, para dewa yang tak kenal ampun mendatangkan takdir kepada kita!

Pada tahun depresi keuangan Wyllis Elliot datang ke Nebraska untuk membeli tanah murah dan mengunjungi kembali negara tempat dia menghabiskan satu tahun masa mudanya. Ketika dia lulus dari Harvard, masih menjadi kebiasaan bagi para laki-laki kaya untuk mengirim anak-anak mereka yang suka berbuat jahat ke peternakan di alam liar Nebraska atau Dakota, atau menyerahkan mereka pada kehidupan yang sulit di semak-semak sage di Black Hills. Para pemuda ini tidak selalu kembali ke cara hidup yang beradab. Tapi Wyllis Elliot tidak menikahi seorang blasteran, atau tertembak dalam perkelahian para cowboy, atau dirusak oleh wiski yang buruk, atau dirampas oleh seorang petualang yang hina. Dia diselamatkan dari semua ini oleh seorang gadis, saudara perempuannya, yang sangat dekat dengan hidupnya sejak hari-hari ketika mereka membaca dongeng bersama dan memimpikan mimpi yang tidak pernah menjadi kenyataan. Pada kunjungan pertamanya ke peternakan ayahnya sejak dia meninggalkannya enam tahun yang lalu, dia membawa serta gadis itu. Gadis itu sudah terbaring setengah musim dingin karena terkilir saat berseluncur, dan memiliki terlalu banyak waktu untuk merenung selama bulan-bulan itu. Dia gelisah dan dipenuhi keinginan untuk melihat sesuatu di alam liar yang sudah diceritakan begitu banyak oleh saudaranya. Gadis itu akan menikah musim dingin berikutnya, dan Wyllis memahaminya ketika gadis itu memohon kepadanya untuk membawanya bersamanya dalam perjalanan panjang tanpa tujuan melintasi negara ini, untuk merasakan kebebasan terakhir mereka bersama-sama. Keinginan itu datang kepada semua perempuan seperti dia —keinginan untuk merasakan hal yang tidak diketahui yang memikat dan menakutkan, untuk berlari sekuat tenaga ke angin— setidaknya satu kali.

Itu adalah perjalanan yang penuh peristiwa. Wyllis entah bagaimana memahami darah gipsi dalam diri saudara perempuannya, dan dia tahu ke mana harus membawanya. Mereka tidur di rumah-rumah tanah di Sungai Platte, berkenalan dengan anggota kelompok opera kelas tiga di kereta menuju Deadwood, makan malam di perkemahan kontraktor rel kereta api di ujung dunia di luar New Castle, melewati Black Hills dengan menunggang kuda, memancing ikan trout di Dome Lake, menonton tarian di Cripple Creek, tempat jiwa-jiwa yang hilang yang bersembunyi di perbukitan berkumpul untuk pesta pora mereka yang gila-gilaan. Dan sekarang, yang terakhir sebelum kembali ke perbudakan, ada gubuk kecil ini, berlabuh di puncak berangin Divide, sebuah titik hitam kecil di bawah sinar matahari terbenam yang menyala-nyala, lautan ladang jagung yang harum bermandikan suasana warna-warni opal dan sinar matahari yang menyilaukan.

Margaret Elliot adalah salah satu dari perempuan yang jumlahnya sangat banyak saat ini, ketika tatanan dunia lama berlalu, memberi tempat bagi yang baru; cantik, berbakat, kritis, tidak puas, lelah dengan dunia di usia dua puluh empat. Untuk sementara, kehidupan dan orang-orang di Divide menarik perhatiannya. Dia hanya berada di sana seminggu; mungkin kalau dia tinggal lebih lama, kebosanan yang tak terhindarkan yang bahkan lebih cepat daripada Vestibule Limited4 akan menimpanya. Minggu dia tinggal di sana adalah minggu ketika Eric Hermannson membantu Jerry Lockhart mengirik jagung; seminggu lebih awal atau seminggu lebih lambat, maka tidak akan ada cerita untuk ditulis.

Hari itu hari Kamis dan mereka akan berangkat hari Sabtu. Wyllis dan saudara perempuannya sedang duduk di beranda rumah peternakan yang luas, menatap sinar matahari sore dan menahan hembusan angin panas yang bertiup dari dasar sungai berpasir sejauh dua puluh mil ke arah selatan.

Laki-laki muda itu menarik topinya lebih rendah menutupi matanya dan berkata:

"Angin ini benar-benar sesuatu; kau tidak akan merasakannya di tempat lain. Kau ingat kita pernah merasakannya di Algiers dan aku berkata bahwa angin itu berasal dari Kansas. Itulah inti dari negara ini."

Wyllis menyentuh tangannya yang berada di tempat tidur gantung dan melanjutkan dengan lembut:

"Kuharap kau membayarnya, Sis. Bersikap kasar itu pekerjaan yang berbahaya; itu menghilangkan selera."

Gadis itu mengatupkan jemarinya erat-erat di atas tangan coklat yang sangat mirip tangannya itu.

"Membayar? Wah, Wyllis, aku tidak pernah sebahagia ini sejak kita masih anak-anak dan akan menemukan reruntuhan Troy bersama suatu hari nanti. Tahukah kau, kurasa aku bisa tinggal di sini selamanya dan membiarkan dunia berjalan dengan sendirinya. Sepertinya ketegangan dan tekanan yang biasa kita bicarakan tentang musim dingin yang lalu sudah hilang untuk selamanya, seolah-olah seseorang tidak akan pernah bisa lagi memberikan kekuatannya untuk hal-hal remeh seperti itu."

Wyllis menyingkirkan abu pipa rokoknya dari sapu tangan sutra yang terikat di lehernya dan menatap cakrawala dengan muram.

"Tidak, kau keliru. Ini akan membuatmu bosan setelah beberapa saat. Kau tidak bisa menghilangkan demam kehidupan yang lain. Aku sudah mencobanya. Ada saat ketika orang-orang Roma yang ceria bisa berlari ke Thebaid dan menggali ke dalam bukit pasir dan menyingkirkannya. Tapi sekarang semuanya terlalu rumit. Kau lihat kita sudah membuat foya-foya kita begitu halus dan baik sehingga mereka lebih dari sekadar kedagingan, dan menguasai ego yang sebenarnya. Kau tidak bisa berhenti, bahkan di sini. Teriakan perang akan mengikutimu."

"Kau tak pernah menyia-nyiakan kata, Wyllis, tapi kau tak pernah kehilangan semangat. Aku bicara lebih banyak daripada dirimu, padahal baru bicara setengahnya. Kau pasti sudah belajar seni untuk diam saja dari orang Norwegia yang pendiam. Kurasa aku suka laki-laki yang pendiam."

"Tentu saja," kata Wyllis, "karena kau sudah memutuskan untuk menikahi tukang bicara paling cemerlang yang kau kenal."

Keduanya terdiam beberapa saat, mendengarkan desiran angin panas yang menembus tanaman morning glory yang kering. Margaret berbicara lebih dulu.

"Katakan padaku, Wyllis, apakah banyak orang Norwegia yang kau kenal semenarik Eric Hermannson?"

"Siapa, Siegfried5? Yah, tidak. Dulu dia adalah pemuda idola Norwegia di zamanku, dan dia agak istimewa, bahkan sekarang. Tapi, dia mengalami kemunduran. Ikatan tanah sudah mengencang padanya, menurutku."

"Siegfried? Ayolah, itu cukup bagus, Wyllis. Dia tampak seperti pembunuh naga. Apa yang membuatnya begitu berbeda dari yang lain? Aku bisa berbicara dengannya; dia tampak seperti manusia biasa."

"Baiklah," kata Wyllis sambil merenung, "aku tidak membaca Bourget6 sebanyak adikku yang berbudaya, dan aku tidak begitu pandai menganalisa, tapi menurutku itu karena seseorang terus-menerus menyimpan kecurigaan yang sama sekali tidak berdasar bahwa di balik anatomi tubuhnya yang besar dan kekar itu, dia mungkin menyembunyikan jiwa di suatu tempat. Nichtwhar7?"

"Sesuatu seperti itu," kata Margaret, sambil berpikir, "kecuali bahwa itu lebih dari sekadar kecurigaan, dan itu bukan tanpa dasar. Dia punya kecurigaan, dan dia mengungkapkannya, entah bagaimana, tanpa perlu bicara."

"Aku selalu ragu dengan orang yang banyak bicara," kata Wyllis dengan senyum tak percaya yang sudah menjadi kebiasaannya.

Margaret meneruskan kata-katanya, tidak menghiraukan interupsi itu. "Aku sudah tahu sejak awal, ketika dia bercerita tentang bunuh diri sepupunya, bocah Bernstein. Kepedihan yang terus terang seperti itu tidak bisa muncul begitu saja pada siapa pun. Para novelis terdahulu terkadang melakukannya tanpa disadari. Tapi, tadi malam ketika aku bernyanyi untuknya, aku jadi yakin sekali. Oh, aku belum menceritakannya kepadamu! Lebih baik kau menyalakan pipamu lagi. Kau lihat, dia tidak sengaja menemukanku dalam kegelapan ketika aku sedang memainkan organ tua itu untuk menyenangkan Nyonya Lockhart. Itu adalah warisan rumah tangganya dan aku sudah lupa berapa pon mentega yang dia buat dan jual untuk membelinya. Nah, Eric tidak sengaja masuk, dan dengan cara yang aneh membuatku mengerti bahwa dia ingin aku bernyanyi untuknya. Tentu saja, aku hanya menyanyikan lagu-lagu lama. Aneh rasanya menyanyikan lagu-lagu yang sudah dikenal di sini, di ujung dunia. Itu membuat orang berpikir bagaimana hati manusia sudah membawa mereka ke seluruh dunia, ke padang gurun Islandia dan hutan-hutan Afrika dan pulau-pulau di Pasifik. Aku pikir kalau seseorang tinggal di sini cukup lama, dia akan lupa bagaimana caranya bersikap remeh, dan hanya membaca buku-buku hebat yang tidak sempat kita baca di dunia ini, dan hanya akan mengingat musik-musik hebat, dan hal-hal yang benar-benar berharga akan menonjol dengan jelas di cakrawala di sana. Dan tentu saja aku memainkan intermezzo dari 'Cavalleria Rusticana8' untuknya; itu lebih cocok dimainkan dengan organ daripada kebanyakan lagu lainnya. Dia menggeser kakinya dan memutar tangannya yang besar menjadi simpul-simpul dan berkata bahwa dia tidak tahu ada musik seperti itu di dunia ini. Wah, ada air mata dalam suaranya, Wyllis! Ya, seperti Rossetti9, aku mendengar air matanya. Kemudian aku sadar bahwa itu mungkin musik bagus pertama yang pernah dia dengar sepanjang hidupnya. Bayangkan, dia peduli dengan musik seperti itu dan tidak pernah mendengarnya, tidak pernah tahu bahwa itu ada di bumi! Merindukannya seperti kita merindukan pengalaman-pengalaman sempurna lainnya yang tidak pernah datang. Aku tidak bisa memberi tahumu apa arti musik bagi laki-laki itu. Aku tidak pernah melihat orang yang begitu rapuh terhadapnya. Musik memberinya kemampuan bicara, dia menjadi hidup. Ketika aku selesai dengan intermezzo itu, dia mulai bercerita tentang seorang saudara laki-laki cacat yang meninggal dan yang dia kasihi dan biasa dia gendong ke mana-mana dalam pelukannya. Dia tidak menunggu dipancing. Dia menceritakan cerita itu dan menceritakannya perlahan-lahan, seolah-olah kepada dirinya sendiri, bangkit dan menceritakan kesengsaraannya sendiri untuk menjawab kesengsaraan Mascagni10. Itu menguasaiku."

"Kasihan sekali," kata Wyllis, menatapnya dengan tatapan misterius, "dan kau memberinya kesengsaraan baru. Sekarang dia akan terus menginginkan Grieg11 dan Schubert12 sepanjang hidupnya dan tidak akan pernah mendapatkannya. Itulah kedermawanan seorang gadis!"

Jerry Lockhart keluar dari rumah sambil mengernyitkan dagunya karena kemewahan yang tidak biasa berupa kerah putih kaku, yang menurut istrinya adalah perlengkapan toilet yang penting saat Nona Elliot berada di rumah. Jerry duduk di anak tangga dan tersenyum lebar dan merona pada Margaret.

"Baiklah, saya punya musik untuk Anda berdansa, Nona Elliot. Olaf Oleson akan membawa akordeonnya dan Mollie akan memainkan organ, saat dia tidak sedang mengurus makanan, dan seorang laki-laki kecil dari Frenchtown akan membawa biolanya —meskipun orang Prancis tidak banyak bergaul dengan orang Norwegia."

"Menyenangkan! Tuan Lockhart, dansa akan menjadi bagian utama perjalanan kita, dan sungguh baik hati Anda sudah mempersiapkannya untuk kami. Akhirnya kita akan melihat orang Norwegia dalam karakter aslinya," seru Margaret dengan ramah.

"Begini, Lockhart, aku akan berdamai denganmu karena mendukungnya dalam rencana ini," kata Wyllis, sambil duduk dan mengetukkan abu dari pipanya. "Dia sudah cukup banyak melakukan hal-hal gila dalam perjalanan ini, tapi bicara tentang berdansa sepanjang malam dengan sekelompok orang Norwegia yang setengah gila dan naik kereta pukul empat untuk mengejar kereta pukul enam dari Riverton —yah, itu omong kosong, memang begitu adanya!"

"Wyllis, kuserahkan pada kekuatan nalarmu yang bebas untuk memutuskan apakah tidak lebih mudah begadang semalaman daripada bangun pukul tiga pagi. Bangun pukul tiga, pikirkan apa artinya itu! Tidak, Tuan, aku lebih suka begadang lalu tidur."

"Tapi apa yang kau inginkan dari orang Norwegia? Kupikir kau sudah lelah berdansa."

"Memang, dengan beberapa orang. Tapi aku ingin melihat tarian Norwegia, dan aku bermaksud untuk melakukannya. Ayolah, Wyllis, kau tahu betapa jarangnya orang benar-benar ingin melakukan sesuatu akhir-akhir ini. Aku heran kapan aku benar-benar ingin pergi ke pesta sebelumnya. Itu akan menjadi sesuatu yang perlu diingat bulan depan di Newport, saat kita harus tapi tidak ingin. Ingat teorimu sendiri bahwa kontras adalah satu-satunya hal yang membuat hidup lebih lama. Ini pestaku dan pesta Tuan Lockhart; seluruh tugasmu besok malam adalah bersikap baik kepada gadis-gadis Norwegia. Aku jamin kau cukup ahli dalam hal itu sekali. Dan sebaiknya kau bersikap sangat baik, karena kalau ada banyak valkyrie13 muda seperti saudara perempuan Eric di antara mereka, mereka akan langsung mengikatmu kalau mereka curiga kau mempermainkan mereka."

Wyllis mengerang dan tenggelam kembali ke tempat tidur gantung untuk memikirkan nasibnya, sementara saudara perempuannya melanjutkan.

"Dan para tamu, Tuan Lockhart, apakah kita akan menerimanya?"

Lockhart mengeluarkan pisaunya dan mulai mengasahnya pada sol sepatu bajaknya.

"Yah, kurasa kita akan punya beberapa lusin. Anda lihat, cukup sulit untuk mengumpulkan banyak orang lagi di sini. Sebagian besar dari mereka sudah pindah ke Free Gospeller, dan mereka lebih suka membakar diri daripada menggoyangkan tubuh mereka dengan biola."

Margaret menunjukkan sikap tidak sabar. "Para penganut Free Gospeller itu baru saja menebarkan kutukan jahat ke negeri ini, bukan?"

"Yah," kata Lockhart, hati-hati, "saya tidak suka menghakimi sekte Kristen mana pun, tapi kalau Anda ingin tahu mereka yang dipilih oleh karya mereka, para penginjil itu tidak bisa menunjukkan sikap angkuh, dan itu fakta. Mereka bertanggung jawab atas beberapa kasus bunuh diri, dan mereka sudah mengirim delegasi yang cukup besar ke rumah sakit jiwa negara bagian, dan saya tidak melihat mereka membuat kita semua menjadi lebih baik dari sebelumnya. Saya punya seorang gembala kecil musim semi lalu, seorang bocah Dane14 yang sangat tampan yang ingin saya ajak bekerja sama, tapi setelah para penginjil menangkapnya dan menguduskannya, gelandangan kecil itu biasa berlutut di padang rumput dan berdoa setiap jam dan membiarkan ternak masuk ke ladang jagung, dan saya harus memecatnya. Begitulah kira-kira yang terjadi. Sekarang ada Eric; orang itu dulunya seorang penipu dan penari paling lincah di seluruh daerah ini —yang dipanggil setiap ada dansa. Sekarang dia tidak punya ambisi dan dia murung seperti seorang pendeta. Saya rasa kita bahkan tidak bisa membujuknya untuk datang besok malam."

"Eric? Wah, dia harus berdansa, kita tidak bisa membiarkannya begitu saja," kata Margaret cepat. "Wah, saya sendiri yang akan berdansa dengannya!"

"Saya khawatir dia tidak mau berdansa. Saya bertanya kepadanya pagi ini apakah dia mau membantu dan dia berkata, 'Aku tidak menari lagi sekarang,'" kata Lockhart, menirukan bahasa Inggris orang Norwegia yang rumit.

"Miller dari Hoffbau, Miller dari Hoffbau, O, Putriku!'" kicau Wyllis dengan riang dari tempat tidur gantungnya.

Rona merah di pipi adiknya semakin dalam, dan dia tertawa nakal. "Kita lihat saja nanti, Tuan. Saya tidak akan mengaku kalah sebelum saya bertanya langsung padanya."

Setiap malam Eric berkuda ke St. Anne, sebuah desa kecil di tengah pemukiman Prancis, untuk mengambil surat. Karena jalan itu melewati bagian paling menarik dari wilayah Divide, Margaret Elliot dan saudara laki-lakinya beberapa kali menemaninya. Malam itu Wyllis ada urusan dengan Lockhart, dan Margaret berkuda bersama Eric, menunggangi kuda mustang kecil lincah yang ditunggangi Nyonya Lockhart sebelumnya. Margaret menganggap pengawalnya sama seperti pembantu yang selalu menemaninya dalam perjalanan jauh dari rumah, dan perjalanan ke desa itu sunyi. Dia disibukkan dengan pikiran tentang dunia lain, dan Eric bergumul dengan lebih banyak pikiran daripada yang pernah memenuhi kepalanya sebelumnya. Dia berkuda dengan mata terpaku pada sosok ramping di hadapannya, seolah-olah dia ingin menyerapnya melalui saraf optiknya dan menyimpannya di otaknya selamanya. Dia memahami situasi itu dengan sempurna. Otaknya bekerja lambat, tapi dia memiliki kepekaan yang tajam terhadap nilai-nilai berbagai hal. Gadis ini mewakili spesies manusia yang sama sekali baru baginya, tapi dia tahu di mana harus menempatkannya. Para nabi zaman dahulu, ketika malaikat pertama kali menampakkan diri kepada mereka, tidak pernah meragukan asal usulnya yang tinggi.

Eric sabar menghadapi kondisi kehidupan yang buruk, tapi dia bukan pembantu. Darah Norse dalam dirinya belum sepenuhnya kehilangan rasa percaya diri. Dia berasal dari keluarga nelayan yang angkuh, orang-orang yang tidak takut pada apa pun kecuali es dan iblis, dan dia memiliki prospek di depannya ketika ayahnya turun dari North Cape di malam Arktik yang panjang, dan ibunya, yang dihinggapi kengerian yang hebat akan kehidupan pelaut, mengikuti saudara laki-lakinya ke Amerika. Eric saat itu berusia delapan belas tahun, tampan seperti Siegfried muda, bertubuh raksasa, dengan kulit yang sangat murni dan halus, seperti orang Swedia; rambut sekuning rambut Pangeran Tennyson15 yang sedang jatuh cinta, dan mata biru yang menyala-nyala, yang kilatannya sangat berbahaya bagi perempuan. Pada masa itu, dia memiliki kesombongan tertentu dalam bersikap, kepercayaan diri tertentu dalam pendekatan, yang biasanya menyertai kesempurnaan fisik. Bahkan dikatakan tentang dia saat itu bahwa dia mencintai hidup, dan cenderung pada kesembronoan, sifat buruk yang sangat tidak biasa di Divide. Tapi, kisah menyedihkan para pengungsi Norwegia itu, yang dipindahkan ke tanah kering dan di bawah terik matahari, terulang kembali dalam kasusnya. Kerja keras dan keterasingan sudah menyadarkannya, dan dia semakin mirip dengan orang-orang miskin tempatnya bekerja. Seolah-olah ada instrumen merah membara yang menyentuh serat-serat halus otak yang merespons rasa sakit atau kesenangan akut, yang di dalamnya terdapat kekuatan sensasi yang luar biasa, dan sudah membakarnya hingga benar-benar hilang. Sungguh menyakitkan melihat cahaya padam dari mata orang-orang Norse itu, meninggalkan ekspresi kesedihan yang tak tertembus, benar-benar pasif, benar-benar tanpa harapan, bayangan yang tidak pernah terangkat. Bagi sebagian orang, perubahan ini datang hampir seketika, dalam kepahitan pertama kerinduan kampung halaman, bagi yang lain perubahan itu datang lebih lambat, sesuai dengan waktu yang dibutuhkan hati setiap orang untuk mati.

Oh, orang-orang Utara yang malang dari Divide! Mereka sudah mati bertahun-tahun sebelum dimakamkan di kuburan kecil di bukit berangin tempat para pengungsi dari semua bangsa tumbuh menjadi kerabat.

Jenis hipokondria16 aneh yang cepat atau lambat akan diderita oleh orang-orang buangan dari bangsanya tidak berkembang dalam diri Eric sampai malam itu di gedung sekolah Lone Star, ketika dia menghancurkan biolanya di lututnya. Setelah itu, kesuraman bangsanya menyelimuti dirinya, dan ajaran tentang kepedihan mulai bekerja. "Jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah17," dan seterusnya. Senyum kafir yang pernah tersungging di bibirnya sudah hilang, dan dia menyatu dengan kesedihan. Agama menyembuhkan seratus hati untuk satu hati yang disakitinya, tapi ketika agama menghancurkan, pekerjaannya cepat dan mematikan, dan ketika penderitaan salib terjadi, sukacita tidak akan datang lagi. Laki-laki ini memahami segala sesuatu secara harfiah: seseorang harus hidup tanpa kesenangan untuk mati tanpa rasa takut; untuk menyelamatkan jiwa, jiwa harus kelaparan.

Matahari terbenam rendah di atas ladang jagung saat Margaret dan pengawalnya meninggalkan St. Anne. Di sebelah selatan kota, ada jalan yang membentang sejauh sekitar tiga mil melalui pemukiman Prancis, tempat padang rumputnya datar seperti permukaan danau. Di sana, ladang rami, gandum, dan gandum hitam dibatasi oleh deretan pohon poplar lombard yang ramping dan meruncing. Margaret Elliot melihat dunia berwarna kuning di bawah cahaya matahari terbenam yang terang.

Gadis itu menarik tali kekang dan memanggil Eric, "Ini aman untuk membawa kuda lewat sini, kan?"

"Ya, kurasa begitu," jawabnya sambil menyentuhkan tajinya ke sisi kudanya. Mereka melesat cepat seperti angin. Ada pepatah lama di Barat bahwa pendatang baru selalu menunggangi satu atau dua kuda sampai mati sebelum mereka berhasil masuk ke desa. Mereka tergoda oleh hamparan luas dan mencoba untuk melampaui cakrawala, untuk mencapai tujuan. Margaret berpacu kencang di jalan yang datar, dan Eric, dari belakang, melihat kerudungnya yang panjang berkibar tertiup angin. Kerudung itu berkibar seperti itu dalam mimpinya tadi malam dan malam sebelumnya. Dengan keberanian yang tiba-tiba muncul, dia menyusulnya dan berkuda di sampingnya, sambil menatap tajam ke wajahnya yang setengah berpaling. Sebelumnya, dia hanya sesekali melirik perempuan itu, melihatnya dalam kilatan yang menyilaukan, selalu dengan rasa malu yang lebih atau kurang, tapi sekarang dia memutuskan untuk membiarkan setiap garis wajahnya meresap ke dalam ingatannya. Orang-orang di seluruh dunia akan berkata bahwa itu adalah wajah yang tidak biasa, gugup, berbentuk sempurna, dengan garis-garis yang jelas dan elegan yang diturunkan dari leluhurmya. Para sastrawan akan menyebutnya wajah bersejarah, dan akan menduga-duga gairah lama apa, yang sudah lama tertidur, kesedihan lama apa yang sudah terlupakan oleh waktu, yang berjuang bersama di masa lampau, yang sudah melengkungkan lubang hidung yang halus itu, meninggalkan kenangan tak sadar mereka di mata itu. Tapi, Eric tidak membaca makna apa pun dalam detail-detail ini. Baginya, keindahan ini adalah sesuatu yang lebih dari sekadar warna dan garis; keindahan ini seperti kilatan cahaya putih, yang tidak bisa dibedakan warnanya karena semua warna ada di sana. Baginya, keindahan itu adalah wahyu yang lengkap, perwujudan dari mimpi-mimpi tentang keindahan yang mustahil yang terbayang di bantal seorang pemuda pada malam-malam pertengahan musim panas; tapi, karena keindahan itu memiliki sesuatu yang lebih dari sekadar daya tarik kesehatan, kemudaan, dan bentuk tubuh, keindahan itu mengganggunya, dan di hadapannya, dia merasa seperti orang-orang Goth di hadapan marmer putih di Capitol Romawi, tidak tahu apakah mereka manusia atau dewa. Kadang-kadang dia merasa ingin membuka kepalanya di hadapannya, sekali lagi amarah menguasainya untuk menghancurkan dan menjarah, untuk menemukan tanah liat dalam benda roh itu dan menginjak-injaknya. Jauh dari perempuan itu, dia ingin sekali menyerang dengan kedua tangannya, meraih dan memegangnya; dia menjadi gila karena perempuan yang bisa dia hancurkan dengan tangannya itu jauh lebih kuat daripada dirinya. Tapi di dekatnya, dia tidak pernah meragukan kekuatan itu; dia mengakui kekuatan itu sebagaimana dia mengakui mukjizat-mukjizat dalam Alkitab; kekuatan itu melemahkan dan menaklukkannya. Malam ini, ketika dia berkuda begitu dekat dengannya sehingga dia bisa menyentuhnya, dia tahu bahwa dia mungkin juga akan mengulurkan tangannya untuk mengambil sebuah bintang.

Margaret bergerak gelisah di bawah tatapannya dan berbalik dengan penuh tanya di pelana kudanya.

"Angin ini membuatku sedikit kehabisan napas saat kami berlari dengan cepat," katanya.

Eric mengalihkan pandangannya.

"Aku ingin bertanya kalau aku pergi ke New York untuk bekerja, apakah aku bisa mendengarkan musik seperti yang kau nyanyikan tadi malam? Aku orang yang cukup baik dalam bekerja," tanyanya dengan takut-takut.

Margaret menatapnya dengan heran, dan kemudian, sambil mengamati garis wajahnya, menatapnya dengan rasa iba.

"Yah, mungkin saja —tapi kau akan kehilangan banyak hal. Aku tidak suka kau pergi ke New York— dan menjadi miskin, kau akan kehilangan suasana, entah bagaimana caranya," katanya, perlahan. Dalam hati dia berpikir: ‘Di sana dia akan benar-benar menggelandang, mustahil —mesin yang akan mengangkat koper seseorang ke atas, mungkin. Di sini dia adalah seorang laki-laki sejati, sedikit menawan; kenapa bisa begitu?, "Tidak," tambahnya keras-keras, "Aku tidak suka itu."

"Kalau begitu, aku tidak akan pergi," kata Eric dengan tegas.

Margaret memalingkan wajahnya untuk menyembunyikan senyumnya. Dia sedikit geli dan kesal. Tiba-tiba dia bicara lagi.

"Tapi aku akan memberitahumu apa yang aku ingin kau lakukan, Eric. Aku ingin kau berdansa dengan kami besok malam dan mengajariku beberapa tarian Norwegia; mereka bilang kau tahu semuanya. Maukah kau melakukannya?"

Eric menegakkan tubuhnya di pelana dan matanya berbinar seperti yang terjadi di sekolah Lone Star saat dia mematahkan biolanya di lututnya.

"Ya, aku akan melakukannya," katanya, lirih, dan dia yakin bahwa saat mengucapkan kata-kata itu, dia sudah menyerahkan jiwanya ke neraka.

Mereka sudah sampai di daerah yang lebih kasar sekarang, tempat jalan berkelok-kelok melalui celah sempit di salah satu tebing di sepanjang sungai, ketika hentakan kaki kuda di depan dan ringkikan kuda yang tajam membuat kuda-kuda poni itu tersentak dan Eric bangkit dengan sanggurdinya. Kemudian di bawah jurang di depan mereka dan di atas tepian tanah liat yang curam, terdengar gemuruh kawanan kuda poni liar, lincah seperti monyet dan liar seperti kelinci, seperti yang dikendarai pedagang kuda ke arah timur dari dataran Montana untuk dijual di peternakan. Kuda poni Margaret mengeluarkan suara melengking, ringkikan yang hampir seperti jeritan, dan berlari menaiki tepian tanah liat untuk menemui mereka, semua darah liar di padang rumput itu mengalir dalam sekejap. Margaret memanggil Eric tepat saat dia melompat dari pelana dan menangkap kekang kuda perempuan itu. Tapi, binatang kecil yang kurus itu sudah menjadi gila dan menendang serta menggigit seperti setan. Saudara-saudaranya yang liar di padang rumput itu mengelilinginya, meringkik, dan mencakar-cakar tanah, dan menyerangnya dengan kaki depan mereka dan menggigit sisi-sisinya. Itu adalah kebebasan yang sedang diperjuangkan oleh binatang kecil itu.

"Turunkan tali kekang dan pegang erat-erat!" seru Eric, mengerahkan seluruh berat badannya di kekang kuda itu, berjuang melawan kaki depan kuda yang panik yang sekarang memukul-mukul dada perempuan itu, dan sekarang menendang kuda liar yang berlarian dan melemparkan mereka. Dia berhasil menarik kepala kuda poni itu ke arahnya dan menekan perempuan itu ke tanah, sehingga perempuan itu tidak berguling.

"Pegang erat-erat, pegang erat-erat!" teriaknya lagi, menendang seekor binatang yang mendengus dan berdiri tegak di atas pelana Margaret. Kalau perempuan itu kehilangan keberanian dan jatuh sekarang, di bawah kaki-kaki itu—— Dia menendang lagi dan lagi, menendang ke kanan dan kiri dengan sekuat tenaga. Kuda-kuda yang liar itu berlari kencang ke dalam jurang, dan bulu-bulu panjang mereka bersiul di atas kepala kawanan itu. Tiba-tiba seperti datangnya, gelombang kehidupan liar yang berjuang dan panik itu menyapu keluar dari jurang dan menyeberangi padang rumput terbuka, dan dengan ringkikan panjang putus asa sebagai tanda perpisahan, kuda poni itu menundukkan kepalanya dan berdiri gemetar karena keringatnya, mengibaskan buih dan darah dari kekangnya.

Eric melangkah mendekati Margaret dan meletakkan tangannya di pelana kuda perempuan itu. "Kau tidak terluka?" tanyanya dengan suara serak. Saat Eric mengangkat wajahnya di bawah cahaya bintang yang lembut, Margaret melihat wajahnya pucat dan lesu serta bibirnya bergerak gugup.

"Tidak, tidak, sama sekali tidak. Tapi kau, kau terluka; mereka menyerangmu!" teriaknya dengan nada khawatir.

Laki-laki itu melangkah mundur dan mengusap dahinya.

"Bukan, bukan itu," katanya cepat sekarang, dengan tangan terkepal di sampingnya. "Tapi kalau mereka menyakitimu, aku akan memukuli kepala mereka dengan tanganku, aku akan membunuh mereka semua. Aku tidak pernah takut sebelumnya. Kau adalah satu-satunya hal indah yang pernah mendekatiku. Kau datang seperti malaikat dari langit. Kau seperti musik yang kau nyanyikan, kau seperti bintang-bintang dan salju di pegunungan tempatku bermain ketika aku masih kecil. Kau seperti semua yang pernah kuinginkan dan tidak pernah kumiliki, kau adalah semua yang sudah mereka bunuh dalam diriku. Aku rela mati untukmu malam ini, besok, dan untuk selamanya. Aku bukan pengecut; aku takut karena aku mencintaimu lebih dari Kristus yang mati untukku, lebih dari rasa takutku pada neraka, atau harapan akan surga. Aku tidak pernah takut sebelumnya. Kalau kau jatuh —ya Tuhan!" dia merentangkan kedua lengannya dengan membabi buta dan menundukkan kepalanya di surai kuda poni itu, bersandar lemas pada hewan itu seperti orang yang terserang semacam penyakit. Bahunya naik turun dengan jelas karena napasnya yang terengah-engah. Kuda itu berdiri ketakutan karena kelelahan dan ketakutan. Saat itu Margaret meletakkan tangannya di kepala Eric dan berkata dengan lembut:

"Sekarang keadaanmu sudah lebih baik. Bagaimana kalau kita lanjutkan? Bisakah kau mengambil kudamu?"

"Tidak, dia sudah pergi bersama kawanannya. Aku akan menuntun kudamu, dia tidak aman. Aku tidak akan membuatmu takut lagi." Suaranya masih serak, tapi sekarang sudah stabil. Dia memegang kekang dan berjalan pulang dengan langkah pelan.

Ketika mereka sampai di rumah, Eric berdiri tegap di dekat kepala kuda poni itu hingga Wyllis datang menurunkan adiknya dari pelana.

"Kuda-kuda itu sangat ketakutan, Wyllis. Kurasa aku sendiri juga sangat ketakutan," katanya sambil memegang lengan kakaknya dan perlahan-lahan berjalan menaiki bukit menuju rumah. "Tidak, aku tidak terluka, terima kasih kepada Eric. Kau harus berterima kasih padanya karena sudah merawatku dengan baik. Dia orang yang sangat baik. Aku akan menceritakan semuanya kepadamu besok pagi, Sayang. Aku sangat terguncang dan aku akan langsung tidur sekarang. Selamat malam."

Ketika dia sampai di kamar bawah tempat dia tidur, dia terlentang di tempat tidur dengan gaun berkudanya menghadap ke bawah.

"Oh, aku kasihan padanya! Aku kasihan padanya!" gumamnya, sambil mendesah panjang karena kelelahan. Dia pasti tertidur sebentar. Ketika dia bangkit lagi, dia mengambil dari gaunnya sebuah surat yang sudah menunggunya di kantor pos desa. Surat itu ditulis dengan cermat dengan tulisan tangan yang panjang dan bersudut, menutupi selusin halaman kertas catatan asing, dan dimulai dengan:

"Margaretku tersayang: Kalau aku mencoba mengatakan betapa seperti musim dingin ketidakhadiranmu18, aku menanggung risiko menjadi membosankan. Sungguh, itu menghilangkan kilau dari segalanya. Karena tidak ada yang lebih baik untuk dilakukan, dan tidak ingin pergi ke mana pun tanpamu, aku tetap tinggal di kota sampai Jack Courtwell memperhatikan kesedihanku dan membawaku ke sini ke tempatnya di tempat pertunjukan untuk mengelola beberapa pertunjukan teater terbuka yang sedang dia lakukan. 'As You Like It19' tentu saja adalah bagian yang dipilih. Nona Harrison memerankan Rosalind. Aku berharap kau ada di sini untuk mengambil peran itu. Nona Harrison membaca dialognya dengan baik, tapi dia adalah seorang gadis yang sedih dan kesepian atau tomboi; bersikeras menafsirkan bagian itu dengan segala macam makna yang lebih dalam dan saran-saran yang sangat berwarna yang sama sekali tidak selaras dengan latar pedesaan. Seperti kebanyakan profesional, dia membesar-besarkan unsur emosional dan sama sekali gagal untuk memberikan keadilan kepada kecerdasan Rosalind yang mudah dan kualitas mental yang sangat cemerlang. Gerard akan memerankan Orlando, tapi rumor mengatakan dia sedang épris20 dengan teman masa kecilmu, Nona Meredith, dan ingatannya berbahaya dan minatnya berubah-ubah.”

"Lukisan-lukisan baruku datang minggu lalu di 'Gascogne.' Lukisan Puvisde Chavannes21 bahkan lebih indah dari yang kukira di Paris. Seorang gadis impian pucat duduk di samping seekor sapi khayalan pucat, dan aliran sungai mengalir di kakinya. Lukisan Constant22, kau akan ingat, aku membelinya karena kau mengaguminya. Lukisan itu ada di sini dengan segala kemegahannya yang gemerlap, semuanya didominasi oleh sensualitas yang bersinar. Kain yang dikenakan sosok perempuan itu sama indahnya seperti yang kau katakan; kainnya semua mutiara dan emas barbar, dilukis dengan kemewahan yang sederhana dan tanpa susah payah, dan garis pantai Afrika yang putih dan berkilau di latar belakangnya mengingatkanku akan kenangan tentangmu yang sangat berharga bagiku. Tapi, tidak ada gunanya menyangkal bahwa Constant membuatku kesal. Meskipun aku tidak bisa membuktikan tuduhanku terhadapnya, kecemerlangannya selalu membuatku curiga padanya sebagai murahan."

Di sini Margaret berhenti dan melirik halaman-halaman yang tersisa dari surat cinta yang aneh itu. Halaman-halaman itu tampaknya sebagian besar berisi diskusi tentang lukisan dan buku, dan dengan senyum perlahan dia menyingkirkannya.

Dia bangkit dan mulai membuka pakaiannya. Sebelum berbaring, dia membuka jendela. Dengan tangannya di ambang jendela, dia ragu-ragu, tiba-tiba merasa seolah-olah ada bahaya yang mengintai di luar, semacam hasrat tak terkendali yang menunggu untuk menyerangnya dalam kegelapan. Dia berdiri di sana untuk waktu yang lama, menatap hamparan langit yang tak terbatas.

"Oh, semuanya begitu kecil, begitu kecil di sana," gumamnya. "Ketika semua hal begitu kerdil, kenapa seseorang mengharapkan cinta menjadi hebat? Kenapa seseorang mencoba membaca detail-detail yang sangat berwarna ke dalam kehidupan seperti itu? Kalau saja aku bisa menemukan satu hal di dalamnya yang sangat berarti, satu hal yang akan menghangatkanku saat aku sendirian! Apakah kehidupan tidak akan pernah memberiku satu momen hebat itu?"

Saat dia membuka jendela, dia mendengar suara di semak-semak plum di luar. Itu hanya suara anjing rumah yang terbangun dari tidurnya, tapi Margaret terkejut dan gemetar sehingga dia berpegangan pada kaki tempat tidur untuk menopang tubuhnya. Sekali lagi dia merasa dirinya dikejar oleh kerinduan yang luar biasa, kebutuhan yang mendesak bagi dirinya sendiri, seperti uluran tangan yang tak berdaya dan tak terlihat dalam kegelapan, dan udara terasa berat dengan desahan kerinduan. Dia berlari ke tempat tidurnya sambil berkata, "Aku mencintaimu lebih dari Kristus, yang mati untukku!" terngiang di telinganya.

III

Menjelang tengah malam, pesta dansa di Lockhart mencapai puncaknya. Bahkan para laki-laki tua yang datang untuk "menonton" ikut merasakan semangat pesta pora dan menghentakkan kaki di lantai dengan semangat Silenus23 tua. Eric mengambil biola dari orang Prancis, dan Minna Oleson duduk di depan organ, dan alunan musik itu semakin khas —musik yang kasar dan setengah sedih, yang terdiri dari lagu-lagu daerah Utara, yang dinyanyikan penduduk desa sepanjang malam di desa-desa di tepi laut, ketika mereka mengingat matahari, musim semi, dan para nelayan yang sudah lama pergi. Bagi Margaret, sebagian dari alunan itu terdengar seperti musik Peer Gynt24 karya Grieg. Dia menemukan sesuatu yang sangat menular dalam kegembiraan orang-orang yang jarang sekali bergembira ini, dan dia merasa hampir menjadi salah satu dari mereka. Ada sesuatu yang tampak berjuang untuk kebebasan dalam diri mereka malam ini, sesuatu dari masa kanak-kanak yang menyenangkan dari bangsa-bangsa yang tidak terbunuh oleh pengasingan. Semua gadis riuh karena kegembiraan. Kenikmatan datang kepada mereka tapi jarang, dan ketika itu datang, mereka menangkapnya dengan liar dan meremukkan sayapnya yang berkibar dengan jari-jari cokelat mereka yang kuat. Mereka sudah cukup menjalani hidup yang keras, sebagian besar dari mereka. Musim panas yang terik dan musim dingin yang membekukan, kerja yang keras dan membosankan serta ketidaktahuan, adalah bagian dari masa remaja mereka; rayuan singkat, pernikahan yang tergesa-gesa dan tanpa cinta, keibuan yang tak terbatas, anak laki-laki yang tidak tahu terima kasih, usia dini dan keburukan, adalah mahar keperempuanan mereka. Tapi apa masalahnya? Malam ini ada minuman keras panas di gelas dan darah panas di hati; malam ini mereka berdansa.

Malam ini Eric Hermannson menemukan kembali masa mudanya. Dia bukan lagi laki-laki Norwegia yang besar dan pendiam yang duduk di kaki Margaret dan menatap matanya dengan putus asa. Malam ini dia adalah seorang laki-laki, dengan hak-hak dan kekuatan seorang laki-laki. Malam ini dia adalah Siegfried. Rambutnya kuning seperti gandum tebal di musim panas, dan matanya bersinar seperti air biru di antara bongkahan es di Laut Utara. Dia tidak takut pada Margaret malam ini, dan ketika dia berdansa dengannya, dia memeluknya erat-erat. Margaret lelah dan sedikit terseret di lengannya, tapi kekuatan laki-laki itu seperti cairan yang meresap ke mana-mana, menyelinap melalui pembuluh darahnya, membangkitkan di dalam hatinya suatu keberadaan yang tak bernama dan tak terduga yang sudah tertidur di sana selama bertahun-tahun dan yang keluar melalui ujung-ujung jarinya yang berdenyut-denyut ke laki-laki yang menerimanya. Dia bertanya-tanya apakah darah kotor leluhur pemberontak, yang sudah lama tertidur, memanggil-manggilnya malam ini, setetes cairan panas yang tidak bisa didinginkan selama berabad-abad, dan kenapa, kalau kutukan itu ada di dalam dirinya, kutukan itu tidak pernah diucapkan sebelumnya. Tapi apakah itu kutukan, kebangkitan ini, kekayaan yang belum pernah ditemukan sebelumnya, musik yang dibebaskan ini? Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, hatinya menyimpan sesuatu yang lebih kuat dari dirinya sendiri, bukankah ini sepadan? Kemudian dia berhenti bertanya-tanya. Dia kehilangan pandangan akan lampu dan wajah-wajah, dan musik itu tenggelam oleh detak nadinya sendiri. Dia hanya melihat mata biru yang bersinar di atasnya, hanya merasakan kehangatan tangan yang berdenyut yang memegang tangannya dan yang diberi makan oleh darah jantungnya. Samar-samar, seperti dalam mimpi, dia melihat bahu yang terkulai, dahi putih yang tinggi, dan mulut yang rapat dan sinis dari laki-laki yang akan dinikahinya pada bulan Desember. Selama satu jam dia sudah menekan kembali ingatan akan wajah itu dengan sekuat tenaga.

"Sudah cukup, ini sudah cukup," bisiknya. Satu-satunya jawaban yang diberikan laki-laki itu adalah mengencangkan lengan di belakangnya. Dia mendesah dan membiarkan kekuatan luar biasa itu membawanya ke mana pun dia mau. Dia lupa bahwa laki-laki itu tidak lebih dari seorang barbar, bahwa mereka akan berpisah saat fajar. Darah itu tidak memiliki kenangan, tidak ada refleksi, tidak ada penyesalan atas masa lalu, tidak ada pertimbangan tentang masa depan.

"Mari kita keluar ke tempat yang lebih sejuk," katanya saat musik berhenti; sambil berpikir, "Aku mulai lemas di sini, aku akan baik-baik saja di udara terbuka." Mereka melangkah keluar ke udara malam yang sejuk dan biru.

Karena orang-orang tua mulai berdansa, anak-anak muda Norwegia mulai keluar berpasangan untuk memanjat menara kincir angin ke tempat yang lebih sejuk, seperti kebiasaan mereka.

"Kau mau naik?" tanya Eric, dekat dengan telinganya.

Dia menoleh dan menatapnya dengan rasa geli yang tertahan. "Seberapa tinggi?"

"Empat puluh kaki, kira-kira. Aku tidak akan membiarkanmu jatuh." Ada nada memohon yang tak tertahankan dalam suaranya, dan perempuan itu merasa bahwa laki-laki itu sangat ingin dia pergi. Yah, kenapa tidak? Ini adalah malam yang tidak biasa, ketika dia sama sekali tidak menjadi dirinya sendiri, tapi menjalani kehidupan yang tidak nyata. Besok, ya, dalam beberapa jam, akan ada Vestibule Limited dan dunia.

"Baiklah, kalau begitu, jagalah aku baik-baik. Dulu aku bisa memanjat, saat aku masih kecil."

Begitu sampai di puncak dan duduk di semacam panggung, mereka terdiam. Margaret bertanya-tanya apakah dia tidak akan merindukan pemandangan itu sepanjang hidupnya, melalui semua rutinitas hari-hari yang akan datang. Di atas mereka terbentang langit Barat yang luas, biru tenang, bahkan di malam hari, dengan bintang-bintangnya yang besar dan menyala, tidak pernah sedingin, mati, dan jauh seperti di atmosfer yang lebih padat. Bulan tidak akan muncul sekitar dua puluh menit lagi, dan di sekeliling cakrawala, cakrawala yang luas itu, yang tampaknya menjangkau seluruh dunia, masih ada cahaya putih pucat, seperti fajar universal. Angin yang lelah membawa mereka ke atas bau ladang jagung yang menyengat. Musik dansa terdengar samar-samar dari bawah. Eric bersandar pada sikunya di sampingnya, kakinya berayun menuruni tangga. Bahunya yang besar tampak lebih besar dari sebelumnya seperti bahu batu Doryphorus25, yang berdiri dengan kekuatannya yang sempurna dan tenang di Louvre, dan sering membuat perempuan itu bertanya-tanya apakah orang-orang seperti itu mati selamanya bersama para pemuda Yunani.

"Betapa harumnya jagung di malam hari," kata Margaret gugup.

"Ya, seperti bunga yang tumbuh di surga, menurutku."

Dia agak terkejut mendengar jawaban ini, dan lebih terkejut lagi ketika laki-laki pendiam ini bicara lagi.

"Kau akan pergi besok?"

"Ya, kami sudah tinggal lebih lama dari yang kami kira."

"Kau tidak akan kembali lagi?"

"Tidak, kurasa tidak. Begini, perjalanannya jauh sekali; setengah jalan melintasi dunia."

"Kurasa kau akan segera melupakan negara ini." Kini, baginya, kehilangan jiwa demi perempuan itu adalah hal yang kecil, tapi kalau perempuan itu benar-benar melupakan malam yang sudah dia korbankan sepanjang hidupnya, itu adalah pikiran yang menyedihkan.

"Tidak, Eric, aku tidak akan lupa. Kalian semua terlalu baik padaku untuk itu. Dan kau tidak akan menyesal berdansa malam ini, kan?"

"Aku tidak akan pernah menyesal. Aku tidak pernah sebahagia ini sebelumnya. Aku tidak akan sebahagia ini lagi, selamanya. Kau akan bahagia di malam-malam berikutnya, aku cuma di malam ini. Aku akan memimpikannya sesekali, mungkin."

Nada suaranya yang sangat pasrah membuat perempuan itu khawatir dan tersentuh. Seperti saat seekor binatang besar bersiap menghadapi kematiannya, seperti saat sebuah kapal besar tenggelam di laut.

Perempuan itu mendesah, tapi tidak menjawab. Dia mendekat sedikit dan menatap matanya.

"Kau juga tidak selalu bahagia?" tanyanya.

"Tidak, tidak selalu, Eric; tidak terlalu sering, menurutku."

"Kau punya masalah?"

"Ya, tapi aku tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata. Mungkin kalau aku bisa melakukannya, aku bisa menyelesaikannya."

Dia mendekapkan kedua tangannya di dada, seperti yang dilakukan anak-anak saat berdoa, dan berkata dengan terbata-bata, "Kalau seluruh dunia ini milikku, akan kuberikan kepadamu."

Margaret tiba-tiba merasakan air di matanya, dan meletakkan tangannya di tangan laki-laki itu.

"Terima kasih, Eric; aku yakin kau akan melakukannya. Tapi mungkin saat itu aku tidak akan bahagia. Mungkin aku sudah terlalu banyak memilikinya."

Perempuan itu tidak melepaskan tangannya darinya; dia tidak berani. Dia duduk diam dan menunggu tradisi yang selama ini dia yakini untuk dikatakan dan menyelamatkannya. Tapi, tradisi itu bodoh. Dia berasal dari peradaban yang sangat canggih yang mencoba menipu alam dengan kecanggihan yang elegan. Menipu alam? Ah! Satu generasi mungkin melakukannya, mungkin dua, tapi generasi ketiga —Bisakah kita mengatasi alam atau tenggelam di bawahnya? Bukankah dia menyerang Yerusalem seperti melawan Sodom, melawan Santo Anthony26 di padang gurun seperti melawan Nero dalam seraglio27-nya? Bukankah dia selalu berteriak dalam kemenangan yang brutal: "Aku masih di sini, di dasar segala sesuatu, menghangatkan akar kehidupan; kalian tidak bisa membuatku kelaparan atau menjinakkanku atau menghalangiku; akulah yang menciptakan dunia, akulah yang menguasainya, dan akulah takdirnya."

Perempuan itu, di sebuah menara kincir angin di ujung dunia bersama seorang barbar raksasa, mendengar teriakan itu malam ini, dan dia takut! Ah! Ketakutan dan kesenangan saat pertama kali kita takut pada diri kita sendiri! Sampai saat itu kita belum hidup.

"Ayo, Eric, kita turun; bulan sudah muncul dan musik sudah mulai lagi," katanya.

Dia bangkit tanpa suara dan melangkah menuruni tangga, melingkarkan lengannya di pinggang perempuan itu untuk membantunya. Lengan itu bisa saja melempar palu Thor ke ladang jagung di sana, tapi hampir tidak menyentuh perempuan itu, dan tangannya gemetar seperti saat berdansa. Wajahnya sejajar dengan wajah perempuan itu sekarang dan cahaya bulan menyinarinya dengan tajam. Sepanjang hidupnya, perempuan itu sudah mencari-cari di wajah para laki-laki untuk mencari tatapan yang ada di matanya. Dia tahu bahwa tatapan itu tidak pernah bersinar untuknya sebelumnya, tidak akan pernah bersinar untuknya di bumi lagi, bahwa cinta seperti itu hanya datang dalam mimpi atau di tempat-tempat yang mustahil seperti ini, yang tidak pernah bisa dicapai. Itulah Cinta, dalam sekejap akan mati. Tersengat oleh permohonan yang menyakitkan yang terpancar dari seluruh keberadaan laki-laki itu, dia mencondongkan tubuhnya ke depan dan menempelkan bibirnya ke bibir laki-laki itu. Sekali, dua kali, dan berulang kali dia mendengar napas dalam berderak di tenggorokannya saat dia menahannya di sana, dan kekuatan yang riuh di bawah hatinya berubah menjadi kelemahan yang menelan. Laki-laki itu menariknya mendekat hingga dia merasakan semua perlawanannya hilang dari tubuhnya, hingga setiap sarafnya rileks dan menyerah. Saat dia menarik wajahnya menjauh dari wajah laki-laki itu, wajah laki-laki itu pucat karena ketakutan.

"Ayo kita turun, ya Tuhan! Ayo kita turun!" gerutunya. Dan bintang-bintang mabuk di atas sana tampak terhuyung-huyung menuju takdir yang sudah ditentukan saat dia berpegangan erat pada tangga. Semua yang dia ketahui tentang cinta sudah dia tinggalkan di bibirnya. "Setan itu lepas lagi," bisik Olaf Oleson, saat dia melihat Eric berdansa beberapa saat kemudian, matanya menyala-nyala.

Tapi Eric berpikir dengan kegembiraan yang liar tentang saat ketika dia harus membayar untuk semua ini. Ah, tidak akan ada yang gentar saat itu! Kalau pernah ada jiwa yang pergi tanpa rasa takut, dengan bangga ke gerbang neraka, jiwanya akan pergi. Untuk sesaat dia membayangkan dirinya sudah ada di sana, menginjak badai api, memeluk badai yang berapi-api itu di dadanya. Dia bertanya-tanya apakah di masa lampau, selama bertahun-tahun berdosa yang tak terhitung jumlahnya ketika manusia menjual dan kehilangan dan membuang jiwa mereka, adakah orang yang pernah menipu Setan, pernah menukar jiwanya dengan harga yang begitu besar.

Rasanya hanya tinggal sedikit waktu lagi sebelum fajar.

Kereta kuda dibawa ke depan pintu dan Wyllis Elliot beserta saudara perempuannya mengucapkan selamat tinggal. Wyllis tidak bisa menatap mata Eric saat mengulurkan tangannya, tapi saat Eric berdiri di dekat kepala kuda, tepat saat kereta kuda itu bergerak, Wyllis menatapnya sekilas yang berarti, "Aku tidak akan lupa." Dalam sekejap, kereta kuda itu sudah pergi.

Eric mengganti mantelnya dan membenamkan kepalanya ke dalam tangki air lalu pergi ke gudang untuk mengumpulkan kelompoknya. Saat dia menuntun kudanya ke pintu, sebuah bayangan jatuh di jalannya, dan dia melihat Skinner berdiri dengan sanggurdinya. Wajahnya yang kasar pucat dan lelah karena mengurus kawanannya yang bandel, karena menyeret orang-orang ke jalan keselamatan.

"Selamat pagi, Eric. Ada pesta dansa di sini tadi malam?" tanyanya tegas.

"Dansa? Oh, ya, dansa," jawab Eric dengan riang.

"Tentu saja kau tidak ikut berdansa kan, Eric?"

"Ya, aku berdansa. Aku berdansa sepanjang malam."

Bahu sang pendeta terkulai, dan ekspresi putus asa yang mendalam tampak di wajahnya yang pucat. Ada kesedihan yang mendalam dalam kerinduannya terhadap jiwa ini.

"Eric, aku tidak mengharapkan hal ini darimu. Kupikir Tuhan sudah menetapkan tandaNya padamu seperti Dia melakukannya pada semua orang. Dan untuk hal-hal seperti inilah kau menjauhkan jiwamu dari Tuhan selama seribu tahun. Hai anak muda yang bodoh dan sesat!"

Eric menegakkan tubuhnya setinggi mungkin dan memandang ke arah hari baru yang menghiasi rumbai-rumbai jagung dan membanjiri dataran tinggi dengan cahaya. Saat lubang hidungnya menghirup embun dan pagi, sesuatu dari satu-satunya puisi yang pernah dibacanya terlintas di benaknya, dan dia bergumam, setengah pada dirinya sendiri, dengan kegembiraan yang tidak jelas:

‘”Dan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari28.’”

***

Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.

***

Catatan kaki:

1 Rumah tanah: alternatif umum untuk pengganti kabin kayu di Dataran Besar Kanada dan Amerika Serikat pada tahun 1800-an dan awal 1900-an karena di padang rumput sering kali kekurangan bahan bangunan standar seperti kayu atau batu, sementara tanah ber-rumput yang berakar tebal berlimpah dan bisa digunakan untuk konstruksi rumah.  Struktur akar rumput di padang rumput jauh lebih tebal dan lebih kuat daripada rumput di halaman rumah modern.

2 Kisah Para Rasul 9:4; keseluruhan bagian ini mengisahkan tentang pertobatan Saulus dari pemburu umat Kristen menjadi rasul, Paulus.

3 Yohanes 11:43; keseluruhan bagian ini mengishkan tentang dibangkitkannya kembali Lazarus dari kematian oleh Yesus.

4 Vestibule Limited: The Vestibule Limited adalah novel yang ditulis oleh Brander Matthews dan diterbitkan pada tahun 1892. Ceritanya tentang perjalanan sekelompok penumpang di kereta bernama Vestibule Limited, yang sedang dalam perjalanan dari New York ke Chicago. Para penumpang berasal dari berbagai lapisan masyarakat dan memiliki alasan sendiri untuk berada di kereta, tapi mereka semua berbagi pengalaman terkurung di ruang yang sama selama perjalanan.

5 Siegfried: pahlawan legenda Jermanik, yang membunuh seekor naga —dikenal dalam beberapa sumber Norse Kuno sebagai Fáfnir— dan yang kemudian dibunuh, akibat pertengkaran antara istrinya (Gudrun/Kriemhild) dan perempuan lain, Brunhild, yang ditipunya untuk menikahi raja Burgundia Gunnar/Gunther.

6 Bourget: Paul Charles Joseph Bourget (1852–1935) adalah seorang penyair, novelis dan kritikus Prancis. Dia dinominasikan untuk Penghargaan Nobel Sastra sebanyak lima kali.

7 Nicht wahr: frasa bahasa Jerman yang berarti "tidak benar" atau "bukankah begitu". Frasa ini digunakan sebagai kata seru atau tanggapan yang mengundang terhadap suatu pernyataan.

8 Cavalleria rusticana: sebuah opera satu babak oleh Pietro Mascagni berdasarkan libretto Italia dari Giovanni Targioni-Tozzetti dan Guido Menasci, yang diadaptasi dari cerita pendek tahun 1880 dengan judul yang sama dan drama dari Giovanni Verga.

9 Rosetti: kemungkinan Dante Gabriel Rossetti (1828–1882), seorang penyair Inggris, ilustrator, pelukis, penerjemah, dan anggota keluarga Rossetti. Dalam puisinya yang paling terkenal, The Blessed Damozel, dia menulis: But soon their path/Was vague in distant spheres:/And then she cast her arms along/The golden barriers,/And laid her face between her hands,/And wept. (I heard her tears.)

10 Mascagni: Pietro Mascagni (1863–1945), seorang komposer Italia yang dikenal terutama karena opera-operanya. Karya besarnya tahun 1890 Cavalleria rusticana menjadi salah satu sensasi terbesar dalam sejarah opera dan mengantarnya masuk gerakan Verismo dalam musik dramatis Italia.

11 Grieg: Edvard Hagerup Grieg (1843–1907), seorang komposer dan pianis Norwegia. Dia secara luas dianggap sebagai salah satu komposer era Romantis terkemuka, dan musiknya merupakan bagian dari repertoar klasik standar di seluruh dunia.

12 Schubert: Franz Peter Schubert (1797–1828), seorang komposer Austria dari era Klasik akhir dan awal Romantis. Meskipun hidupnya pendek, Schubert meninggalkan banyak karya, termasuk lebih dari 600 Lieder (lagu seni dalam bahasa Jerman) dan karya vokal lainnya, tujuh simfoni lengkap, musik sakral, opera, musik insidental, dan banyak piano dan musik kamar.

13 Valkyrie: dewi dalam mitologi Nordik. Dilambangkan sebagai manusia bersayap yang membawa tongkat. Valkyrie biasanya membantu para prajurit Nordik dalam peperangan. Mereka bertugas memanggil jiwa-jiwa orang-orang mati yang terpilih untuk dibawa ke Valhalla untuk dijadikan Einherjar yang nantinya akan membantu para dewa saat Ragnarok tiba.

14 Dane: orang Denmark.

15 Pangeran Tennyson: tokoh dalam puisi naratif yang ditulis oleh Alfred Tennyson, diterbitkan pada tahun 1847. Puisi tersebut menceritakan kisah seorang putri yang mendirikan sekolah khusus perempuan yang melarang laki-laki masuk. Pangeran yang menjadi tunangannya saat masih bayi masuk ke sekolah itu bersama dua orang teman, dengan menyamar sebagai perempuan.

16 Hipokondria: gangguan kecemasan yang membuat seseorang percaya bahwa dirinya memiliki penyakit serius, padahal tidak.

17 Matius 5:29.

18 William Shakespeare; Soneta ke-97: How like a winter hath my absence been.

19 As You Like It: komedi pastoral karya William Shakespeare yang diyakini ditulis pada tahun 1599 dan pertama kali diterbitkan dalam First Folio pada tahun 1623.

20 Ѐpris: jatuh cinta (Prancis).

21 Pierre Puvis de Chavannes (1824–1898): pelukis Prancis yang dikenal karena lukisan dindingnya, yang kemudian dikenal sebagai "pelukis untuk Prancis".

22 Jean-Joseph Benjamin-Constant (1845–1902): pelukis dan pengukir Prancis yang terkenal karena subjek dan potret Orientalnya.

23 Silenus: dewa dalam mitologi Yunani yang berkaitkan dengan hutan, anggur, dan kemabukan. Dia juga dikenal sebagai pendamping dan ayah angkat dewa Dionysus. 

24 Peer Gynt: musik insidental untuk drama Peer Gynt karya Henrik Ibsen tahun 1867, yang ditulis oleh komposer Norwegia Edvard Grieg pada tahun 1875. Musik ini pertama kali dimainkan bersamaan dengan drama tersebut pada tanggal 24 Februari 1876 di Christiania (sekarang Oslo).

25 Doryphorus: patung Yunani paling terkenal dari zaman Klasik karya Polykleitos, yang menggambarkan seorang prajurit yang tegap, berotot, dan berdiri, awalnya memanggul tombak di bahu kirinya.

26 Santo Anthony: Anthony dari Padua (1195–1231) adalah seorang pendeta Katolik Portugis dan anggota Ordo Saudara Dina.

27 Seraglio: istana untuk selir atau harem.

28 2 Petrus 3:8.

Comments

Populer