Roda (The Wheel ~ John Wyndham)
Halaman depan kosong
kecuali beberapa ekor ayam betina yang mematuk dengan rasa ingin tahu daripada berharap
di dalam debu, tapi ada suara yang memerintah ayam-ayam lain yang tidak
memiliki waktu luang untuk tidur siang seperti laki-laki tua itu. Dari samping
rumah sesekali terdengar suara ember kosong yang menabrak air, dan goresannya
dengan sisi sumur saat terisi penuh. Di gubuk di seberang halaman terdengar
suara ketukan lamban yang berirama dan membuat orang mengantuk.
Kepala laki-laki
tua itu menunduk lebih jauh ke depan saat dia mengantuk.
Saat ini, dari
balik dinding kasar yang mengelilinginya terdengar suara lain, perlahan
mendekat. Suara gemuruh dan gemeretak, dengan derit yang terputus-putus.
Telinga laki-laki tua itu sudah tidak tajam, dan selama beberapa menit dia
tidak merasa terganggu. Kemudian dia membuka matanya dan, menemukan suara itu,
duduk menatap dengan tidak percaya ke arah gerbang.
Suara itu
semakin dekat, dan kepala seorang anak laki-laki muncul di atas dinding. Dia
menyeringai pada laki-laki tua itu, ekspresi kegembiraan terpancar di matanya. Dia
tidak bersuara, tapi bergerak sedikit lebih cepat sampai dia tiba di gerbang.
Di sana dia berbelok ke halaman, dengan bangga menarik di belakangnya sebuah
kotak yang terpasang pada empat roda kayu.
Laki-laki tua
itu tiba-tiba bangkit dari tempat duduknya, dengan rasa waspada di setiap tubuhnya.
Dia melambaikan kedua tangannya ke arah anak laki-laki itu seolah-olah ingin
mendorongnya kembali. Anak laki-laki itu berhenti. Ekspresi kebanggaannya yang ceria
memudar menjadi keheranan. Dia menatap laki-laki tua yang melambaikan tangannya
dengan setengah memaksa. Sementara dia masih ragu-ragu, laki-laki tua itu terus
mengusirnya dengan satu tangan sementara tangannya yang lain diletakkannya di
bibirnya, dan mulai berjalan ke arahnya.
Dengan enggan
dan bingung, anak laki-laki itu berbalik, tapi terlambat. Suara ketukan di
gudang itu berhenti. Seorang perempuan paruh baya muncul di ambang pintu.
Mulutnya terbuka untuk berteriak, tapi kata-kata itu tidak keluar. Rahangnya
ternganga, matanya tampak melotot, lalu dia membuat tanda salib, dan
berteriak...
***
Suara itu
memecah kedamaian sore. Di belakang rumah, ember itu jatuh dengan berisik, dan
kepala seorang perempuan muda terlihat di sudut. Matanya membelalak. Dia
menjejalkan punggung satu tangan ke mulutnya, dan menyilangkan tangannya yang
lain. Seorang laki-laki muda muncul di ambang pintu kandang, dan berdiri
terpaku di sana. Seorang perempuan lain datang sambil berlari ke rumah itu
bersama dengan seorang anak perempuan kecil di belakangnya. Perempuan itu
berhenti tiba-tiba seolah-olah dia melihat sesuatu. Anak perempuan kecil itu
juga berhenti, samar-samar khawatir dengan tablo1 itu, dan berpegangan
pada rok perempuan itu.
Anak laki-laki
itu berdiri diam dengan semua mata tertuju padanya. Kebingungannya mulai
memberi jalan pada ketakutan pada ekspresi di mata semua orang. Dia memandang
dari satu wajah ketakutan ke wajah ketakutan lainnya sampai pandangannya
bertemu dengan mata laki-laki tua itu. Apa yang dilihatnya di sana tampaknya
sedikit menenangkannya —atau membuatnya sedikit kurang takut. Dia menelan
ludahnya. Air mata tidak begitu jauh saat dia berbicara:
"Kakek,
ada apa? Kenapa mereka semua menatapku seperti itu?"
Seolah suara
suaranya melepaskan mantra, perempuan paruh baya itu sadar kembali. Dia meraih
garpu jerami yang disandarkan ke dinding gubuk. Mengangkat ujungnya ke arah anak
laki-laki itu, dia berjalan perlahan di antara anak itu dan gerbang. Dengan
suara keras dia berkata:
"Masuk.
Masuk ke dalam gudang."
"Tapi,
Ma—" anak laki-laki itu berkata.
"Jangan
berani-berani memanggilku begitu sekarang," kata perempuan itu.
Di garis
tegang di wajahnya, anak laki-laki itu bisa melihat sesuatu yang nyaris seperti
kebencian. Wajahnya sendiri kacau, dan dia mulai menangis.
"Ayo,"
kata perempuan itu kasar. "Masuk ke sana!"
Anak laki-laki
itu mundur, gambaran kesengsaraan yang membingungkan. Lalu, tiba-tiba, dia
berbalik dan lari ke dalam gudang. Perempuan itu menutup pintunya, dan menahannya
dengan pasak. Dia melihat sekelilingnya seolah-olah menantang semua orang untuk
bicara. Si laki-laki muda mundur pelan-pelan ke dalam kandang yang suram. Kedua
perempuan muda juga pergi membawa anak perempuan kecil itu bersama mereka. Perempuan
dan laki-laki tua itu ditinggalkan sendirian.
Tak satu pun
dari mereka bicara. Lki-laki tua itu berdiri tak bergerak, melihat kotak yang
berdiri di atas roda. Perempuan itu tiba-tiba mengangkat tangannya ke wajahnya.
Dia membuat suara merintih kecil saat dia terisak, dan air mata menetes di
antara jari-jarinya. Laki-laki tua itu berbalik. Wajahnya tanpa ekspresi sama
sekali. Saat ini perempuan itu sudah sedikit pulih.
"Aku
tidak mempercayainya. David kecilku sendiri!" kata perempuan itu.
"Kalau kau
tidak berteriak, tidak ada yang tahu," kata laki-laki tua itu.
Kata-katanya
butuh beberapa detik untuk meresap. Ketika itu terjadi, wajah perempuan itu
mengeras lagi.
"Apakah kau
menunjukkan caranya?" tanya perempuan itu curiga.
Dia
menggelengkan kepalanya.
"Aku
sudah tua, tapi aku tidak gila," katanya. "Dan aku menyukai
Davie," tambahnya.
"Tapi kau
jahat. Itu adalah hal jahat yang baru saja kau katakan."
"Itu
benar."
"Aku perempuan
yang takut akan Tuhan. Aku tidak akan membiarkan kejahatan di rumahku, apapun
bentuknya. Dan ketika aku melihatnya, aku tahu tugasku."
Laki-laki tua
itu menarik napas untuk menjawab, tapi membatalkannya. Dia menggelengkan
kepalanya. Dia berbalik, dan kembali ke kursinya, terlihat, entah bagaimana,
lebih tua dari sebelumnya.
***
Ada ketukan di
pintu. Sebuah bisikan "Sh!" Sesaat Davie melihat sekotak langit malam
gelap di atasnya. Kemudian pintu ditutup kembali.
"Kau
sudah makan malam, Davie?" sebuah suara bertanya.
"Belum, Kek.
Belum ada yang datang."
Laki-laki tua
itu mendengus. "Sudah kuduga. Mereka takut padamu, semuanya. Ini, ambil
ini. Ayam dingin, ini."
Tangan Davie
mencari-cari dan menemukan tangan lain terulur padanya. Dia menggerogoti paha
ayam sementara laki-laki tua itu bergerak dalam gelap mencari tempat untuk
duduk. Dia menemukannya, dan menurunkan dirinya sambil mendesah.
"Ini persoalan
yang gawat, Davie, Nak. Mereka memanggil pastor. Dia akan datang besok."
"Tapi aku
tidak mengerti, Kek. Kenapa mereka semua bersikap seolah aku melakukan
kesalahan?"
"Oh,
Davie!" kata kakeknya dengan nada mencela.
"Jujur,
aku tidak tahu, Kek."
"Ayolah,
Davie. Setiap hari Minggu kau pergi ke gereja, dan setiap kali kau pergi, kau
berdoa. Apa yang kau doakan?"
Anak laki-laki
itu berdoa. Setelah beberapa saat, orang tua itu menghentikannya.
"Nah,"
katanya. "Bagian terakhir itu."
"'Lindungi
kami dari Si Roda'?" Davie mengulangi dengan heran. "Apa itu Roda, Kek?
Pasti sesuatu yang sangat buruk, aku tahu, karena ketika aku bertanya kepada
mereka mereka cuma bilang bahwa itu jahat, dan tidak mau membicarakannya. Tapi
mereka tidak mengatakan apa itu."
Orang tua itu
berhenti sebelum menjawab, lalu berkata:
"Kotak
yang kau bawa di luar sana. Siapa yang menyuruhmu membuatnya seperti itu?"
"Kenapa,
bukan siapa-siapa, Kek. Kupikir kotak itu akan lebih mudah bergerak kalau
seperti itu. Nyatanya begitu."
"Dengar,
Davie. Benda-benda yang kau taruh di sisinya —itulah Roda."
Ada jeda
sesaat sebelum suara anak laki-laki itu keluar dari kegelapan. Ketika itu
terjadi, suaranya terdengar bingung.
"Apa,
potongan kayu bulat itu? Tapi tidak mungkin, Kek. Itu cuma, cuma potongan kayu
bulat. Tapi Roda —itu sesuatu yang mengerikan, ganas, sesuatu yang sangat
ditakuti semua orang."
"Bagaimanapun
juga, itulah dia." Laki-laki tua itu merenung sebentar. "Aku akan
memberitahumu apa yang akan terjadi besok, Davie. Besok pagi pastor akan datang
ke sini dan melihat kotakmu. Kotak itu akan tetap ada di sana karena tidak ada
yang berani menyentuhnya. Pastor itu akan memercikkan air ke atasnya dan mengucapkan
doa supaya dia aman untuk ditangani. Kemudian mereka akan membawanya ke
lapangan dan menyalakan api di bawahnya, dan mereka akan berdiri mengelilingi
menyanyikan lagi saat dia dibakar.
"Kemudian
mereka akan kembali, dan membawamu ke desa, dan mengajukan pertanyaan kepadamu.
Mereka akan bertanya kepadamu seperti apa rupa Iblis ketika dia datang
kepadamu, dan apa yang dia tawarkan kepadamu kalau kau menggunakan Roda."
"Tapi
tidak ada Iblis, Kek."
"Itu
tidak masalah. Kalau mereka mengira ada, maka cepat atau lambat kau akan mengatakan
kepada mereka bahwa itu ada, dan bagaimana rupanya ketika kau melihatnya.
Mereka punya cara.... Sekarang apa yang harus kau lakukan adalah pura-pura
tidak tahu. Kau harus mengatakan kau menemukan kotak itu sudah seperti begitu. Kau
tidak tahu itu apa, tapi kau membawanya karena itu akan menjadi kayu bakar yang
bagus. Itu ceritamu, dan kau harus tetap bilang begitu. Kalau kau tetap bercerita
seperti itu, tidak peduli apa pun yang mereka lakukan, mungkin kau akan bisa
melewatinya."
"Tapi, Kek,
apa yang begitu buruk dengan Roda? Aku tidak mengerti."
Laki-laki tua
itu berhenti lebih lama dari sebelumnya....
***
"Baiklah,
ceritanya panjang, Davie —dan semuanya dimulai lama sekali. Sepertinya pada
masa itu semua orang bahagia dan baik-baik saja atau semacam itu. Kemudian
suatu hari Iblis datang dan bertemu dengan seorang laki-laki dan mengatakan
kepadanya bahwa dia bisa memberinya sesuatu untuk membuatnya sekuat seratus
orang, dan membuatnya berlari lebih cepat dari angin, dan terbang lebih tinggi
dari burung. Nah, laki-laki itu berkata itu akan sangat hebat, dan apa imbalan yang
diinginkan Iblis untuk itu? Dan Iblis berkata dia tidak menginginkan apa pun
—tidak saat itu. Jadi dia memberi laki-laki itu Roda.
"Waktu
berlalu, setelah laki-laki itu bermain-main dengan Roda beberapa saat dia
menemukan banyak hal dengan itu; bagaimana dia bisa membuat Roda lain, dan
lebih banyak lagi Roda, dan melakukan semua hal yang Iblis sudah katakan,
dengan lebih banyak lagi Roda.”
“ Apa, dia
akan terbang dan melakukan segalanya? ”kata anak laki-laki itu.
"Tentu. Roda
itu melakukan semua itu. Dan Roda itu mulai membunuh orang juga —dengan satu
dan lain cara. Orang-orang menyatukan Roda semakin banyak seperti yang
dikatakan Iblis kepada mereka, dan mereka menemukan bahwa mereka bisa melakukan
hal yang jauh lebih besar, dan membunuh lebih banyak orang juga. Dan mereka
tidak bisa berhenti menggunakan Roda sekarang karena mereka akan kelaparan kalau
mereka begitu.”
"Yah,
itulah yang diinginkan Iblis. Dia memerangkap mereka, kau tahu. Hampir semua
yang ada di dunia bergantung pada Roda, dan keadaan menjadi semakin buruk, dan Si
Iblis tua cuma berbaring dan tertawa melihat apa yang sedang dilakukan Roda.
Kemudian segalanya menjadi sangat buruk. Aku tidak tahu persis bagaimana hal
itu terjadi, tapi keadaan menjadi sangat buruk sehingga tidak ada orang yang
masih hidup, hanya beberapa, seperti yang terjadi setelah Air Bah. Dan mereka semua
hampir punah."
"Dan
semua itu karena Roda?"
"Uh-huh.
Setidaknya, itu tidak mungkin terjadi tanpanya. Tetap saja, entah bagaimana
mereka berhasil. Mereka membangun gubuk dan menanam jagung, dan waktu demi
waktu Iblis bertemu dengan seorang laki-laki, dan mulai berbicara tentang Roda
lagi. Laki-laki ini sangat tua dan sangat bijaksana dan sangat takut akan
Tuhan, jadi dia berkata kepada Iblis: 'Tidak. Kau kembalilah ke Neraka,' kemudian
dia berkeliling memperingatkan semua orang tentang Iblis dan Roda-nya, dan
membuat mereka semua ketakutan.”
"Tapi
Iblis tua itu tidak menyerah semudah itu. Dia juga sangat licik. Ada kalanya
seseorang mendapat ide yang mirip seperti Roda, mungkin seperti roller,
atau sekrup, atau semacamnya, tapi itu semua tidak apa-apa selama tidak dipasang
di tengahnya. Ya, dia akan terus mencoba, sekarang dan selama-lamanya dia akan
menggoda orang untuk membuat Roda. Kemudian pastor datang dan mereka membakar
Roda itu. Dan mereka membawa laki-laki itu pergi, untuk menghentikannya membuat
Roda lagi, dan untuk mencegah orang lain melakukannya, mereka membakarnya juga."
"Mereka mem-membakarnya?"
gagap anak itu.
"Itulah
yang mereka lakukan. Jadi, kau mengerti kenapa kau harus mengatakan bahwa kau
menemukannya, dan tetap berpegang pada cerita itu."
"Mungkin kalau
aku berjanji untuk tidak akan—"
"Itu
tidak akan berguna, Davie. Mereka semua takut pada Roda, dan ketika orang takut
mereka menjadi marah dan kejam. Tidak, kau harus tetap berpegang pada ceritamu."
Anak laki-laki
itu berpikir beberapa saat, lalu berkata, "Bagaimana dengan Ma? Dia tahu.
Aku mendapatkan kotak itu darinya kemarin. Apakah itu bisa?"
Laki-laki tua
tua itu mendengus. Dia berkata dengan berat," Ya, itu bisa. Perempuan
sering berpura-pura takut, tapi begitu mereka ketakutan, mereka lebih
menakutkan daripada laki-laki. Dan ibumu sangat ketakutan."
***
Ada keheningan
yang lama dalam kegelapan gudang. Ketika laki-laki tua itu berbicara lagi,
dengan suara yang tenang dan pelan:
"Dengar,
Davie, Nak. Aku akan memberitahumu sesuatu. Dan kau akan menyimpannya untuk
dirimu sendiri, tidak memberitahu siapa pun sampai mungkin kau sudah tua
sepertiku?"
"Tentu, Kek,
kalau kau berkata begitu."
"Aku memberitahumu karena kau tahu tentang Roda sendiri. Akan selalu ada anak laki-laki sepertimu yang melakukannya. Pasti ada. Kau tidak bisa membunuh ide seperti yang mereka coba lakukan. Kau bisa menahannya sebentar, tapi cepat atau lambat itu akan keluar. Sekarang yang harus kau pahami adalah bahwa Roda itu tidak jahat. Tidak peduli apa yang dikatakan orang-orang yang ketakutan itu kepadamu. Tidak ada penemuan yang baik atau jahat sampai manusia membuatnya seperti itu. Pikirkan tentang itu, Davie, Nak. Suatu hari mereka akan mulai menggunakan Roda itu lagi. Kuharap itu terjadi pada zamanku, tapi —yah, mungkin itu akan terjadi di zamanmu. Kalau itu benar terjadi, janganlah kau menjadi salah satu yang takut; jadilah salah satu orang yang akan menunjukkan kepada mereka bagaimana menggunakannya lebih baik daripada yang mereka lakukan sebelumnya. Bukan Roda —tapi ketakutanlah yang jahat, Davie. Ingat itu."
Dia bergerak
dalam kegelapan. Kakinya menggumpal di atas lantai tanah yang keras.
"Sepertinya
ini saatnya untuk pergi. Di mana kau, Nak?"
Tangannya yang
meraba-raba menemukan bahu Davie, lalu berhenti sejenak di kepalanya.
"Tuhan
memberkatimu, Davie. Dan jangan khawatir. Semua akan baik-baik saja. Kau
percaya padaku?"
"Ya, Kek."
"Kalau
begitu tidurlah. Ada jerami di pojok sana."
Sekilas langit
yang gelap terlihat terang sekilas. Kemudian suara kaki laki-laki tua itu
terhuyung-huyung melintasi halaman menuju keheningan.
***
Ketika
sang pastor tiba, dia menemukan sekelompok orang yang dilanda ketakutan
berkumpul di halaman. Mereka menatap seorang laki-laki tua yang bekerja dengan
palu dan pasak pada sebuah kotak kayu. Pastor itu berdiri, tersinggung.
"Hentikan!"
serunya.
"Atas
nama Tuhan, hentikan!"
Laki-laki tua
itu menoleh ke arahnya. Ada seringai licik kahs orang tua di wajahnya.
"Kemarin,"
katanya, "aku orang bodoh. Aku cuma membuat empat roda. Hari ini aku orang
bijak —aku membuat dua roda lagi sehingga ini bisa berjalan dua kali lebih mudah...."
Mereka
membakar kotak itu, seperti yang dia katakan akan mereka lakukan. Kemudian
mereka membawanya pergi.
Sore harinya,
seorang anak laki-laki yang sudah dilupakan semua orang mengalihkan
pandangannya dari tiang asap yang membubung dari arah desa, dan menyembunyikan
wajahnya di tangannya.
“Aku akan
mengingatnya, Kakek. Aku akan mengingatnya. Rasa takutlah yang jahat,"
katanya, dan suaranya tercekat karena air matanya.
***
Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.
***
Catatan kaki:
1 Tablo: pertunjukan tanpa gerak atau dialog.

Comments
Post a Comment