Berkat (Grace ~ James Joyce)

Berkat (Grace ~ James Joyce)

Dua laki-laki yang sedang berada di kamar mandi saat itu mencoba membantunya berdiri: tapi dia sudah tidak berdaya. Dia berbaring meringkuk di kaki tangga tempatnya jatuh. Mereka berhasil membalik tubuhnya. Topinya terlempar beberapa yard dan bajunya berlumuran kotoran dan cairan dari lantai tempat dia terbaring, dengan wajah menghadap ke bawah. Matanya tertutup dan dia bernafas dengan suara mendengus. Sebuah garis tipis darah mengalir di sudut bibirnya.

Kedua laki-laki itu dan seorang pelayan membawanya naik tangga dan membaringkannya lagi di lantai bar. Dalam dua menit dia sudah dikelilingi oleh sekelompok orang. Manajer bar bertanya kepada semua orang siapa laki-laki itu dan siapa yang datang bersamanya. Tidak ada yang tahu siapa dia tapi salah satu pelayan berkata bahwa dia sudah melayani laki-laki itu dengan sedikit rum.

"Apa dia sendirian?" tanya sang manajer.

"Tidak, Tuan. Ada dua laki-laki lain bersamanya."

"Lalu di mana mereka?"

Tidak ada yang tahu; sebuah suara berkata, "Beri dia ruang. Dia pingsan."

Lingkaran penonton itu menggelembung dan tertutup lagi dengan elastis. Sebuah medali gelap darah terbentuk dengan sendirinya di dekat kepala laki-laki itu di lantai mosaik. Sang manajer, khawatir dengan wajah pucat abu-abu laki-laki itu, mengirim orang untuk memanggil polisi.

Kerah bajunya dilonggarkan dan dasinya dilepas. Dia membuka matanya sebentar, mendesah lalu menutupnya lagi. Salah satu laki-laki yang membawanya ke lantai atas memegang semacam topi sutra di tangannya. Sang manajer bertanya berulang kali apa tidak ada yang tahu siapa laki-laki yang terluka itu atau ke mana teman-temannya pergi. Pintu bar dibuka dan seorang polisi bertubuh besar masuk. Kerumunan yang mengikutinya dari jalan berkumpul di depan pintu, berusaha untuk melihat melalui panel kaca.

Sang manajer langsung menceritakan yang dia tahu. Sang polisi, seorang pemuda dengan perawakan kokoh besar, mendengarkan. Dia menggerakkan kepalanya pelan ke kanan dan kiri dan dari sang manajer ke laki-laki yang terbaring di lantai, seakan dia takut menjadi korban dari sebuah cerita bohong. Lalu dia melepas sarung tangannya, mengeluarkan sebuah buku kecil dari pinggangnya, menjilat timah pensilnya dan siap untuk mencatat. Dia bertanya dengan nada curiga, "Siapa laki-laki itu? Siapa namanya dan di mana alamatnya?"

Seorang pemuda dengan pakaian bersepeda menembus kerumunan penonton. Dia segera berlutut di samping laki-laki yang terluka itu dan meminta air. Polisi itu juga berlutut untuk membantu. Pemuda itu membasuh darah di mulut laki-laki yang terluka itu lalu meminta sedikit brendi. Sang polisi mengulangi permintaannya dengan suara keras sampai seorang pelayan datang membawa sebuah gelas. Brendi diminumkan ke tenggorokan laki-laki itu. Dalam beberapa detik dia membuka matanya dan memandang sekelilingnya. Dia melihat lingkaran wajah-wajah lalu, mulai mengerti, berusaha untuk berdiri.

"Kau baik-baik saja sekarang?" tanya pemuda dengan pakaian bersepeda.

"Tidhak apa-apa," kata laki-laki yang terluka itu, mencoba untuk berdiri. Dia dibantu berdiri. Sang manajer mengatakan sesuatu tentang sebuah rumah sakit dan beberapa penonton memberi saran. Topi sutra lusuh ditaruh di kepala orang itu. 

Sang polisi bertanya, "Di mana kau tinggal?"

Laki-laki itu, tidak menjawab, mulai memutar ujung kumisnya. Dia menceritakan dengan cepat kecelakaan yang dialaminya. Tidak apa-apa, katanya: cuma kecelakaan kecil. Dia bicara dengan sangat yakin.

"Di mana kau tinggal?" ulang polisi itu.

Laki-laki itu mengatakan teman-temannya sedang mencarikan taksi untuknya. Sementara inti masalahnya sedang ditanyakan seorang laki-laki tinggi, atletis, dengan wajah tampan, mengenakan ulster1 kuning panjang, datang dari ujung bar. Melihat kerumunan itu, dia berseru, "Hallo, Tom, orang tua! Ada masalah apa?"

"Tidhak apa-apa," kata laki-laki itu.

Orang yang baru datang itu menatap sosok menyedihkan di depannya lalu ke polisi dan berkata, "Tidak apa-apa, Pak Polisi. Aku akan mengantarnya pulang."

Polisi itu menyentuh helmnya dan menjawab, "Baiklah, Tuan Power!"

"Ayolah, Tom," kata Tuan Power, menggamit lengan temannya. "Tidak ada tulang yang patah. Apa? Bisakah kau berjalan?"

Pemuda dengan pakaian bersepeda mengangkat tangan lain laki-laki itu dan kerumunan itu mulai terbuka.

"Bagaimana kau bisa ada dalam kekacauan ini?" tanya Tuan Power.

"Laki-laki ini jatuh dari tangga," kata pemuda itu.

"Aku berhuthang bhanyhak kepadamu, Tuan," kata laki-laki yang terluka itu.

"Tidak perlu."

"Apa kita punya sedikit....?"

"Tidak sekarang. Tidak sekarang."

Ketiga orang itu meninggalkan bar dan kerumunan mengikuti dari pintu ke jalan. Sang manajer membawa polisi ke tangga untuk memeriksa lokasi kecelakaan. Mereka sepakat bahwa laki-laki itu pasti salah melangkah. Para pelanggan kembali ke meja dan seorang pelayan menghapus bekas-bekas darah di lantai.

Ketika mereka keluar ke Jalan Grafton, Tuan Power bersiul memanggil orang lain. Laki-laki yang terluka itu bicara sebisa-bisanya, "Aku berhuthang bhanyhak kepadamu, Tuan. Aku harap kita akan berthemu lagi. Nhamakhu Kernan."

Perasaan terguncang dan rasa sakit sebagian sudah hilang di dirinya.

"Tidak usah dipikirkan," kata pemuda itu.

Mereka berjabat tangan. Tuan Kernan dipapah menuju mobil dan, sementara Tuan Power memberikan arah kepada supir, dia mengucapkan terima kasih kepada pemuda itu dan menyesal mereka tidak bisa minum bersama.

"Lain waktu," kata pemuda itu. Mobil melaju menuju Jalan Westmoreland. Ketika melewati Kantor Ballast waktu menunjukkan pukul setengah sembilan. Angin timur keras menampar mereka, bertiup dari mulut sungai. Tuan Kernan meringkuk karena dingin. Temannya memintanya untuk menceritakan bagaimana kecelakaan itu terjadi.

"Aku thidhak bhisa," jawabnya, "Lhidahkhu terluka."

"Tunjukkan."

Laki-laki itu membungkuk di bangku mobil dan mengintip ke dalam mulut Tuan Kernan, tapi dia tidak bisa melihat dengan jelas. Dia menyalakan korek api dan, menutupi apinya dengan tangan, mengintip lagi ke mulut Tuan Kernan yang membukanya dengan patuh. Gerakan mobil membuat korek api bergoyang-goyang di depan mulut yang terbuka. Gigi bawah dan gusi tertutup dengan darah beku dan untuk sesaat terlihat sepotong lidah yang tampaknya tergigit. Lalu korek api itu ditiup.

"Itu buruk sekali," kata Tuan Power.

"Tidhak apa-apa," kata Tuan Kernan, menutup mulutnya dan menarik kerah mantel yang kotor di lehernya.

Tuan Kernan adalah seorang pedagang model lama yang percaya betapa mulianya pekerjaannya. Dia tidak pernah terlihat di kota tanpa topi sutra yang menunjukkan kesopanan dan sepasang pelindung kakinya. Berkat kedua pakaian itu, katanya, seorang laki-laki akan selalu dianggap baik. Dia meneruskan tradisi Napoleon, Si Hitam-Putih yang agung, yang ingatan tentangnya dibangkitkannya dengan legenda dan peniruan. Metode bisnis modern membuatnya hanya bisa punya kantor kecil di Jalan Crowe, yang di penutup jendelanya tertulis nama perusahaannya lengkap dengan alamat --London, EC. Di perapian kantor kecil itu tersusun sepasukan tabung timah kecil dan di atas meja di depan jendela tergeletak empat atau lima mangkuk cina yang biasanya berisi cairan hitam. Dengan mangkuk itu Tuan Kernan mencicipi tehnya. Dia mengambil seteguk, meminumnya, memenuhi langit-langit mulutnya dengan itu, lalu meludahkannya ke perapian. Lalu dia berhenti untuk memberi penilaian.

Tuan Power, seorang laki-laki yang jauh lebih muda, bekerja di Kantor Kepolisian Kerajaan Irlandia di Kastil Dublin. Kenaikan status sosialnya berpotongan dengan penurunan status temannya, tapi penurunan status Tuan Kernan itu diselamatkan oleh fakta bahwa teman-teman tertentu yang mengenalnya di puncak kesuksesannya masih menghormatinya. Tuan Power adalah salah satu dari teman-teman itu. Hutangnya yang tak bisa dijelaskan menjadi buah bibir di lingkaran teman-temannya; dia adalah seorang pemuda yang ceria.

Mobil berhenti di depan sebuah rumah kecil di Jalan Glasnevin dan Tuan Kernan dipapah masuk ke dalam rumah. Istrinya membawanya ke tempat tidur, sementara Tuan Power duduk di lantai bawah di dapur bertanya kepada anak-anak di mana mereka sekolah dan buku apa yang sedang mereka baca. Anak-anak itu --dua anak perempuan dan seorang anak laki-laki, menyadari ketidakberdayaan ayah mereka dan ketidakhadiran ibu mereka, menjawab dengan agak kasar. Dia terkejut melihat perilaku anak-anak itu dan pada aksen mereka, dan alisnya mengernyit. Setelah beberapa waktu Nyonya Kernan masuk ke dapur, berseru, "Sungguh memalukan! O, dia pasti akan merasakannya satu hari dan itulah yang terjadi. Dia sudah minum-minum sejak hari Jumat."

Tuan Power menjelaskan dengan hati-hati kepadanya bahwa dia tidak ikut bertanggung jawab, bahwa dia datang ke tempat kejadian karena kecelakaan belaka. Nyonya Kernan, mengingat bantuan Tuan Power selama pertengkaran di rumah tangganya, juga banyak pinjaman yang sedikit, tapi penting, berkata:

"O, Anda tidak perlu mengatakannya, Tuan Power. Saya tahu Anda temannya, tidak seperti temannya yang lain. Mereka semua baik selama dia punya uang di sakunya untuk menjauhkannya dari istri dan keluarganya. Teman-teman yang luarbiasa! Dengan siapa dia tadi malam, saya ingin tahu?"

Tuan Power menggeleng dan tidak berkata apa-apa.

"Saya sangat menyesal," dia melanjutkan, "saya tidak punya apa-apa di rumah untuk ditawarkan kepada Anda. Tapi kalau mau Anda menunggu sebentar saya akan mengambil sesuatu di rumah keluarga Fogarty, di pojokan."

Tuan Power berdiri.

"Kami menunggu dia pulang membawa uang. Dia sepertinya tidak pernah berpikir kalau dia punya rumah."

"O, sekarang, Nyonya Kernan," kata Tuan Power, "kita akan membuatnya membuka lembaran baru. Aku akan bicara dengan Martin. Dia orang yang tepat. Kami akan datang ke sini kapan-kapan dan membicarakannya."

Dia melihat laki-laki itu menuju pintu. Sang supir sedang menghentak-hentakkan kakinya di jalan setapak, dan mengayun-ayunkan lengannya untuk menghangatkan diri.

"Anda sangat baik sudah membawanya pulang," katanya.

"Tidak apa-apa," kata Tuan Power. Dia masuk ke dalam mobil. Ketika mobil itu mulai bergerak dia mengangkat topinya kepada perempuan itu.

"Kami akan membuatnya menjadi manusia baru," katanya.

"Selamat malam, Nyonya Kernan."

***

Tatapan kosong Nyonya Kernan mengikuti mobil itu sampai tidak terlihat lagi. Lalu dia mengalihkan pandangannya, masuk ke dalam rumah dan mengosongkan kantung suaminya.

Dia adalah seorang yang perempuan paruh baya yang aktif dan sederhana. Tidak lama sebelum dia merayakan pernikahan perak dan memperbarui janji pernikahan dengan suaminya dengan berdansa bersamanya diiringi oleh Tuan Power. Di hari-harinya sebagai istri, Tuan Kernan baginya tidak terlihat sebagai sosok yang pemberani: dan dia masih bergegas berangkat ke kapel setiap kali mendengar ada pernikahan dan, melihat pasangan pengantin, mengingat dengan bahagia bagaimana dia pernah berjalan keluar dari Gereja Bintang Laut di Sandymount, bersandar di lengan seorang laki-laki yang cukup mapan, yang berpakaian rapi dengan mantel panjang dan celana lavender dan membawa topi sutra anggun di lengannya yang lain. Setelah tiga minggu dia menemukan bahwa kehidupan seorang istri menjengkelkan dan, ketika dia mulai merasa bahwa hal itu tak tertahankan, dia menjadi seorang ibu. Peran sebagai ibu menunjukkan kepadanya bahwa tidak ada masalah yang tidak bisa diatasi dan selama dua puluh lima tahun dia mengurus rumah tangganya dengan cerdik untuk suaminya. Dua anak laki-laki tertuanya akhirnya mentas. Salah satunya di toko kain di Glasgow dan yang lain sebagai juru tulis untuk seorang pedagang teh di Belfast. Mereka adalah anak-anak yang baik, rajin menulis surat dan kadang-kadang mengirim uang ke rumah. Sementara anak-anak yang lain masih di sekolah.

Tuan Kernan mengirim surat ke kantornya keesokan harinya dan tetap berada di tempat tidur. Istrinya membuatkannya teh daging sapi2 dan memarahinya habis-habisan. Dia bisa terima suaminya yang suka minum-minum seiring dengan perubahan cuaca, mengobatinya dengan setia setiap kali dia sakit, dan selalu berusaha membuatkannya sarapan. Ada suami yang lebih buruk dari itu. Suaminya tidak pernah melakukan kekerasan sejak anak-anak dewasa, dan dia tahu bahwa suaminya akan berjalan ke ujung Jalan Thomas dan kembali lagi hanya untuk memesan sebuah pesanan kecil.

Dua malam setelahnya, teman-teman suaminya datang menemuinya. Dia membawa mereka ke kamar tidurnya, memenuhi udara kamar dengan aroma pewangi, dan memberi mereka kursi di dekat perapian. Lidah Tuan Kernan, yang sesekali terasa nyeri dan membuatnya mudah marah pada siang hari, menjadi lebih sopan. Dia duduk bersandar di tempat tidur dengan bantal dan rona merah kecil di pipi bengkaknya membuatnya tampak seperti bara. Dia meminta maaf kepada para tamunya untuk kamarnya yang berantakan, tapi pada saat yang sama memandang mereka dengan sedikit angkuh, keangkuhan seorang veteran.

Dia cukup sadar bahwa dia adalah korban dari permainan seperti yang teman-temannya, Tuan Cunningham, Tuan M'Coy dan Tuan Power, katakan kepada Nyonya Kernan di ruang tamu. Idenya datang dari Tuan Power, tapi cara mengatakannya dipercayakan kepada Tuan Cunningham. Tuan Kernan aslinya adalah penganut Protestan dan, walaupun dia sudah pindah menjadi Katolik pada saat pernikahannya, dia sudah tidak tidak ke gereja selama dua puluh tahun. Dia menyukai, terutama, bagian saling berbagi dalam kepercayaan Katolik.

Tuan Cunningham adalah orang yang persis seperti itu. Dia adalah teman lama Tuan Power. Kehidupan rumah tangganya sendiri tidak begitu bahagia. Orang bersimpati kepadanya, mengetahui bahwa dia sudah menikah dengan seorang perempuan pemabuk yang tak terobati. Dia membuatkan istrinya rumah enam kali; dan setiap kali itu juga istrinya menjual perabotannya kepadanya.

Semua orang menghormati Martin Cunningham yang malang. Dia adalah seorang laki-laki yang benar-benar arif, berpengaruh, dan cerdas. Pengetahuannya tentang manusia, pengetahuan yang didapatnya dengan bergelut lama di kasus-kasus di pengadilan kepolisian, direndam di lautan filsafat. Dia tahu segala hal. Teman-temannya membungkuk di depan pendapatnya dan menganggap bahwa wajahnya seperti Shakespeare. Ketika rencana tersebut dikatakan kepadanya, Nyoya Kernan berkata, "Saya menyerahkan semuanya ke tangan Anda, Tuan Cunningham."

Setelah seperempat abad menikah, dia hanya punya sedikit ilusi yang tersisa. Agama baginya adalah kebiasaan, dan dia menduga bahwa laki-laki di usia suaminya tidak akan banyak berubah sebelum mati. Dia tergoda untuk melihat hikmah dari kecelakaan suaminya dan, tidak ingin terlihat tidak bisa diajak bekerjasama, dia mengatakan kepada para lelaki itu bahwa lidah Tuan Kernan tidak apa-apa kalau mau dipotong. Begitupun, Tuan Cunningham adalah seorang laki-laki yang cakap; dan agama adalah agama. Rencana itu mungkin akan baik dan, setidaknya, tidak berbahaya. Keyakinannya tidak sia-sia. Dia percaya dengan teguh kepada Hati Kudus seperti umumnya iman Katolik dan melaksanakan semua sakramen. Imannya dibatasi oleh dapurnya, tapi, kalau dia akan dihukum karenanya, dia juga percaya kepada banshee3 dan kepada Roh Kudus.

Para lelaki itu mulai membicarakan kecelakaan itu. Tuan Cunningham berkata bahwa dia pernah tahu kasus serupa. Seorang laki-laki berumur tujuh puluh menggigit lidahnya karena ayan dan lidah itu sudah disambung kembali, sehingga tidak ada yang bisa melihat bekas gigitannya.

"Yah, aku belum tujuh puluh," kata si sakit.

"Tuhan melarangnya," kata Tuan Cunningham.

"Apa sudah tidak sakit?" tanya Tuan M'Coy.

Tuan M'Coy pernah terkenal dengan suara tenornya. Istrinya, seorang penyanyi sopran, masih mengajar anak-anak bermain piano dengan biaya murah. Garis kehidupannya bukan jarak terpendek antara dua titik dan untuk waktu yang singkat dia didorong untuk hidup dengan mengandalkan akalnya. Dia menjadi pegawai di Jaringan Kereta Api Midland, seorang canvasser4 untuk iklan di The Irish Times dan untuk The Freeman's Journal, seorang yang bepergian dari kota ke kota untuk sebuah perusahaan batubara, agen penyelidikan pribadi, seorang juru tulis di kantor Sub-Sheriff, dan dia baru saja menjadi sekretaris Kantor Catatan Sipil. Kantor barunya membuatnya secara profesional tertarik dengan kasus Tuan Kernan.

"Sakit? Tidak terlalu," jawab Tuan Kernan. "Tapi menjijikkan. Aku merasa seperti mau muntah."

"Itu pasti karena minumannya," kata Tuan Cunningham yakin.

"Bukan," kata Tuan Kernan. "Kupikir aku masuk angin waktu di mobil. Ada sesuatu yang terus naik ke tenggorokan, dahak atau--"

"Lendir," kata Tuan M'Coy.

"Itu terus datang dari bawah ke tenggorokanku; menjijikkan."

"Ya, ya," kata Tuan M'Coy, "berarti itu tenggorokannya."

Dia menatap Tuan Cunningham dan Tuan Power pada saat yang bersamaan dengan aura menantang. Tuan Cunningham mengangguk cepat dan Tuan Power berkata, "Ah, baiklah, semua yang baik akan berakhir dengan baik."

"Aku berhutang banyak kepada Anda, orang tua," kata si sakit.

Tuan Power melambaikan tangannya.

"Dua teman yang bersamaku itu--"

"Kau bersama siapa saja?" tanya Tuan Cunningham.

"Seorang bocah. Aku tidak tahu namanya. Sialan, siapa namanya? Bocah kecil dengan rambut berpasir...."

"Dan siapa lagi?"

"Harford."

"Hm," kata Tuan Cunningham.

Ketika Tuan Cunningham berdehem, semua orang langsung diam. Jelas sekali bahwa dia punya informasi penting dan rahasia. Dalam hal ini kata dengan satu suku kata itu punya pesan tertentu. Tuan Harford kadang-kadang membentuk pasukan kecil yang meninggalkan kota setelah tengah hari pada hari Minggu dengan tujuan tiba sesegera mungkin di beberapa rumah publik di pinggiran kota tempat para anggotanya memenuhi syarat sebagai wisatawan bonafide. Tapi rekan-rekan wisatawannya tidak pernah mengabaikan asal-usulnya. Dia memulai hidup sebagai rentenir dengan meminjamkan sejumlah kecil uang kepada para pekerja dengan bunga tinggi. Lalu dia menjadi mitra dari seorang laki-laki yang sangat gemuk, pendek, Tuan Goldberg, di Bank Simpan Pinjam Liffey. Walaupun dia tidak pernah patuh pada kode etik lain selain Yahudi, rekan Katoliknya, setiap kali mereka memeras orang baik secara langsung atau melalui perantaraan, berbicara sebagai orang Yahudi Irlandia dan buta huruf, dan melihat hukuman agama pada praktik riba pada anak laki-lakinya yang idiot. Di lain waktu mereka ingat poin baiknya.

"Aku ingin tahu ke mana dia pergi," kata Tuan Kernan.

Dia berharap rincian insiden itu tetap kabur. Dia berharap teman-temannya berpikir bahwa ada beberapa kesalahan, bahwa Tuan Harford dan dirinya hanya salah paham. Teman-temannya, yang cukup tahu kebiasaan minum-minum Tuan Harford diam. Tuan Power berkata lagi, "Semua yang baik akan berakhir baik."

Tuan Kernan langsung mengganti topik pembicaraan.

"Dia adalah seorang bocah yang tampan, rekan sesama dokter," katanya. "Hanya saja dia--"

"O, hanya saja dia," kata Tuan Power, "ini bisa jadi kasus tujuh hari, tanpa pilihan membayar denda."

"Ya, ya," kata Tuan Kernan, mencoba mengingat. "Aku ingat sekarang ada seorang polisi. Pemuda yang tampan, kelihatannya. Bagaimana semua itu terjadi?"

"Kejadiannya, kau mabuk, Tom," kata Tuan Cunningham serius.

"Benar sekali," kata Tuan Kernan, sama seriusnya.

"Kukira kau harus menangkap polisi itu. Jack," kata Tuan M'Coy.

Tuan Power tidak suka dipanggil dengan nama Kristennya. Dia bukan orang yang fanatik, tapi dia tidak bisa melupakan bahwa Tuan M'Coy baru-baru ini mengobarkan sentimen agama untuk mencari tas dan kopor supaya Nyonya M'Coy bisa memuaskan imajinasinya di negara ini. Membencinya lebih dari dia membenci fakta bahwa dia sudah menjadi korban dari permainan rendah seperti itu. Dia menjawab pertanyaan itu, seolah-olah Tuan Kernan yang bertanya.

Cerita itu membuat Tuan Kernan marah. Dia sangat sadar dengan haknya sebagai warga negara, berharap hidup di kota dengan terhormat dan membenci setiap penghinaan yang ditujukan kepadanya oleh orang-orang yang dia sebut udik.

"Apa ini tujuan kita membayar pajak?" tanyanya. "Untuk memberi makan dan seragam orang-orang bodoh itu... dan bukan yang lain."

Tuan Cunningham tertawa. Dia bekerja sebagai seorang petugas Kastil hanya di jam kerja.

"Bagaimana bisa ada yang lain, Tom?" katanya. Dia menunjukkan aksen kota yang tebal dan berkata dengan nada memerintah, "65, tangkap kubismu!"

Semua orang tertawa. Tuan M'Coy, yang ingin masuk percakapan lewat pintu mana pun, berpura-pura tidak pernah mendengar cerita itu. Tuan Cunningham berkata, "Seharusnya --kata orang, kalian tahu-- untuk berada di depot tempat mereka mendapatkan teman-teman negara yang bergejolak ini, orang-orang bodoh itu, kalian tahu, orang harus mengebor. Sang Sersan membuat mereka berbaris di dinding dan memegang piring mereka."

Dia menceritakan kisah itu dengan membuat gerakan aneh.

"Saat makan malam, kalian tahu. Lalu dia punya semangkuk besar kubis di hadapannya di atas meja dan sendok besar seperti sekop. Dia mengambil segepok kubis dengan sendok dan menyendokkannya ke seberang ruangan dan setan yang malang harus menangkapnya dengan piring mereka. 65, tangkap kubismu."

Semua orang tertawa lagi: tapi Tuan Kernan masih agak marah. Dia bicara soal menulis surat ke surat kabar.

"Orang-orang kasar itu terus berdatangan ke sini," katanya, "berpikir mereka bisa menjadi bos semua orang. Aku tidak perlu memberitahumu, Martin, orang seperti apa mereka."

Tuan Cunningham memberi tanda setuju dengan anggun.

"Ini seperti segala yang lain di dunia ini," katanya. "Kau mendapat beberapa yang buruk dan mendapat beberapa yang bagus."

"O ya, kau mendapat beberapa yang bagus juga, aku akui itu," kata Tuan Kernan, puas.

"Lebih baik jangan katakan apa-apa kepada mereka," kata Tuan M'Coy. "Itu pendapatku!"

Nyonya Kernan masuk ke dalam kamar dan, menaruh nampan di atas meja, berkata, "Kendalikan diri kalian, Tuan-Tuan"

Tuan Power berdiri dengan sopan, menawarkan kursinya. Dia menolaknya, berkata bahwa dia sedang menyetrika di bawah, dan, setelah bertukar anggukan dengan Tuan Cunningham di balik punggung Tuan Power, siap untuk meninggalkan kamar. Suaminya memanggilnya, "Dan kau tidak punya apa-apa buatku, Duckie?"

"O, kau! Punggung tanganku buatmu!" kata Nyonya Kernan ketus.

Suaminya memanggilnya, "Tidak ada apa-apa buat misua5 yang malang ini!"

Dia membuat wajah dan suara yang lucu sehingga botol stout6 dibagikan dengan gembira.

Para lelaki itu lalu minum, lalu menata gelas mereka lagi di atas meja dan berhenti. Lalu Tuan Cunningham berpaling ke arah Tuan Power dan berkata dengan santai, " Kamis malam, katamu, Jack?"

"Kamis, ya," kata Tuan Power.

"Yoi!" kata Tuan Cunningham segera.

"Kita bisa bertemu di M'Auley," kata Tuan M'Coy. "Itu akan menjadi tempat yang paling nyaman."

"Tapi kita tidak boleh terlambat," kata Tuan Power sungguh-sungguh, "karena pasti nanti tempat itu penuh sampai ke pintunya."

"Kita bisa bertemu jam setengah tujuh," kata Tuan M'Coy.

"Yoi!" kata Tuan Cunningham.

"Setengah tujuh di M'Auley!"

Lalu hening. Tuan Kernan menunggu untuk melihat apakah dia akan dibawa ke lingkaran kepercayaan teman-temannya. Lalu dia bertanya, "Ada apa?"

"O, tidak ada," kata Tuan Cunningham. "Cuma masalah kecil yang kami atur untuk Kamis."

"Opera, bukan?" kata Tuan Kernan.

"Bukan, bukan," kata Tuan Cunningham dengan nada mengelak, "cuma sedikit... masalah spiritual."

"O," kata Tuan Kernan. Hening lagi. 

Lalu Tuan Power berkata, terus terang, "Sejujurnya, Tom, kami akan mengadakan retreat7."

"Ya, cuma itu," kata Tuan Cunningham. "Jack dan aku dan M'Coy di sini --kami semua mau 'mencuci panci'."

Dia mengatakan metafora itu dengan energi tertentu dan, terdorong oleh kata-katanya sendiri, melanjutkan, "Kau lihat, kita semua juga mengakui kalau kita adalah sekelompok bajingan, satu atau semuanya. Kutegaskan lagi, satu atau semuanya," tambahnya dengan kasar dan beralih ke Tuan Power. "Akuilah itu!"

"Aku mengakuinya," kata Tuan Power.

"Aku juga," kata Tuan M'Coy.

"Jadi kita akan 'mencuci panci' bersama-sama," kata Tuan Cunningham.

Sebuah pikiran tampak melintas di kepalanya. Dia berbalik kepada si sakit dan berkata, "Kau tahu, Tom, apa yang baru terlintas di benakku? Kau bisa bergabung dan kita bisa melakukan four-handed reel8."

"Ide yang bagus," kata Tuan Power. "Kita berempat bersama-sama."

Tuan Kernan diam. Saran yang diberikan hanya punya sedikit tempat di pikirannya, tapi, menyadari bahwa beberapa lembaga spiritual memakai namanya, dia berpikir bahwa martabatnya juga terangkat karena itu maka ini bukan saatnya untuk menunjukkan leher yang kaku. Dia tidak ikut dalam percakapan itu, tapi mendengarkan, dengan tenang, sementara teman-temannya membahas tentang Ordo Jesuit.

"Aku tidak punya pendapat yang jelek soal Jesuit," katanya, memotong percakapan itu. "Mereka adalah ordo yang terdidik. Aku percaya mereka bermaksud baik."

"Mereka adalah ordo paling mulia di gereja, Tom," kata Tuan Cunningham, dengan antusias. "Pemimpin Ordo Jesuit berdiri di samping paus."

"Tidak ada yang salah dengan itu," kata Tuan M'Coy, "kalau kalian mau persoalan kalian beres dan tidak sedang berencana pergi ke mana-mana, pergilah mengunjungi Ordo Jesuit. Mereka adalah orang-orang yang berpengaruh. Aku akan ceritakan pada kalian sebuah kasus di mana...."

"Ordo Jesuit adalah tubuh kekar seorang laki-laki," kata Tuan Power.

"Ada hal yang aneh," kata Tuan Cunningham, "tentang Ordo Jesuit. Semua ordo gereja lain direformasi sesekali, tapi Ordo Jesuit tidak. Mereka tidak pernah jatuh."

"Apa iya?" tanya Tuan M'Coy.

"Itu faktanya," kata Tuan Cunningham. "Begitu sejarahnya."

"Lihatlah gereja mereka juga," kata Tuan Power. "Lihatlah jemaat yang mereka miliki."

"Ordo Jesuit melayani kelas atas," kata Tuan M'Coy.

"Tentu saja," kata Tuan Power.

"Ya," kata Tuan Kernan. "Itu sebabnya aku merasakan ada sesuatu dengan mereka. Beberapa pendetanya sekular, bodoh, egois--"

"Mereka semua orang baik," kata Tuan Cunningham, "masing-masing dengan caranya sendiri. Kepastoran Irlandia paling dihormati di seluruh dunia."

"O ya," kata Tuan Power.

"Tidak seperti beberapa kepastoran lainnya di sini," kata Tuan M'Coy, "tidak cocok dengan namanya."

"Mungkin kau benar," kata Tuan Kernan, mengalah.

"Tentu saja aku benar," kata Tuan Cunningham. "Aku tidak hidup di dunia selama ini dan melihat semua sisi tanpa menilai karakter seseorang."

Para lelaki itu minum lagi, yang satu mengikuti yang lainnya. Tuan Kernan tampak memikirkan sesuatu di kepalanya. Dia terkesan. Dia punya pendapat soal Tuan Cunningham yang menghakimi karakter orang dan membaca raut wajah. Dia lalu bertanya.

"O, itu cuma sebuah retreat, kau tahu," kata Tuan Cunningham. "Bapa Purdon mengijinkannya. Ini untuk pengusaha, kau tahu."

"Dia tidak akan terlalu keras kepada kita, Tom," kata Tuan Power persuasif.

"Bapa Purdon? Bapa Purdon?" kata si sakit.

"O, kau pasti mengenalnya, Tom," kata Tuan Cunningham tegas. "Baik, teman-temanku yang berbahagia! Dia adalah orang dari dunia seperti kita."

"Ah..., ya kurasa aku mengenalnya. Wajahnya agak merah; tinggi."

"Itu dia."

"Dan katakan, Martin.... Apa dia seorang pengkhotbah yang baik?"

"Munno.... Ini bukan khotbah, kau tahu. Ini cuma semacam bincang-bincang sederhana, kau tahu, dengan cara yang biasa."

Tuan Kernan mempertimbangkan. Tuan M'Coy berkata, "Bapa Tom Burke, itu dia!"

"O, Bapa Tom Burke," kata Tuan Cunningham, "dia dilahirkan sebagai orator. Apa kau pernah mendengarnya, Tom?"

"Apa aku pernah mendengarnya!" kata si sakit, agak marah. "Kadang-kadang! Aku mendengarnya...."

"Tapi orang-orang bilang dia bukan teolog," kata Tuan Cunningham.

"Apa benar?" kata Tuan M'Coy.

"O, tentu saja, tidak ada yang salah, kalian tahu. Cuma kadang-kadang, kata orang, dia tidak mengkhotbahkan sesuatu yang agak ortodoks."

"Ah! Dia orang yang baik," kata Tuan M'Coy.

"Aku mendengar dia sekali," lanjut Tuan Kernan. "Aku lupa soal yang dibicarakannya. Crofton dan aku berada di belakang... bar, kalian tahu... di--"

"Mimbar," kata Tuan Cunningham.

"Ya, di belakang dekat pintu. Aku lupa.... O ya, itu soal paus, almarhum paus. Aku ingat sekarang. Menurutku itu luar biasa, gaya khotbahnya. Dan suaranya! Tuhan! Suaranya luar biasa! The Prisoner of the Vatican9, dia menyebutnya. Aku ingat Crofton berkata kepadaku ketika kami keluar--"

"Tapi dia seorang Orangeman10, Crofton, iya kan?" kata Tuan Power.

"Memang," kata Tuan Kernan, "dan orangeman terkutuk yang hebat juga. Kami pergi ke Butler di Jalan Moore --sejujurnya, aku benar-benar terpesona, demi Tuhan-- dan aku ingat dengan baik setiap kata-katanya. Kernan, katanya, kita menyembah di altar yang berbeda, katanya, tapi keyakinan kita sama. Kata-katanya langsung menghantam kepalaku."

"Ada banyak dalam hal itu," kata Tuan Power. "Dulu selalu ada kerumunan orang Protestan di kapel ketika Bapa Tom berkhotbah."

"Tidak banyak perbedaan di antara kita," kata Tuan M'Coy. "Kita berdua percaya dengan--"

Dia ragu-ragu sejenak.

"...dengan penebusan. Hanya saja mereka tidak percaya pada Paus dan Bunda Allah."

"Tapi, tentu saja," kata Tuan Cunningham tenang dan dingin, "agama kita adalah agama yang benar, agama yang tua dan asli."

"Tidak diragukan lagi," kata Tuan Kernan hangat.

Nyonya Kernan datang ke pintu kamar dan mengumumkan, "Ada tamu untuk kalian!"

"Siapa?"

"Tuan Fogarty."

"O, masuk! Masuk!"

Sebuah wajah oval pucat masuk menembus cahaya. Lengkungan kumis dan alis panjang melingkar di atas sepasang mata yang memesona. Tuan Fogarty adalah pedagang grosir yang sederhana. Dia gagal dalam usahanya dan kondisi keuangannya memaksanya menjadi penyuling bir kelas dua. Dia membuka toko kecil di Jalan Glasnevin tempat, dia suka menyanjung dirinya sendiri, sikap sopannya sudah mengambil hati ibu-ibu di daerah itu. Dia punya berkat tersendiri, anak-anak kecil memuji dan membicarakannya dengan lafal yang rapi. Dia bukan orang yang tidak berbudaya.

Tuan Fogarty membawa hadiah, setengah pint wiski spesial. Dia bertanya dengan sopan kepada Tuan Kernan, untuk menaruh hadiahnya di atas meja dan duduk sejajar dengan para lelaki yang sudah ada di sana lebih dulu. Tuan Kernan menghargai hadiahnya lebih karena dia menyadari bahwa ada sedikit masalah bisnis yang belum selesai antara dia dengan Tuan Fogarty. Dia berkata, "Aku tidak meragukanmu, orang tua. Bukalah, Jack, mau kan?"

Tuan Power lagi-lagi bersikap resmi. Gelas-gelas dibilas dan lima sloki kecil wiski dituangkan. Pengaruh baru ini menghidupkan suasan kembali. Tuan Fogarty, duduk di area kecil kursi, sangat tertarik.

"Paus Leo XIII11," kata Tuan Cunningham, "adalah salah satu cahaya jaman. Ide bagusnya, kalian tahu, adalah mempersatukan gereja Latin dan Yunani. Itulah tujuan hidupnya."

"Aku sering mendengar dia disebut sebagai salah satu dari orang-orang paling terpelajar di Eropa," kata Tuan Power. "Maksudku, terlepas dari posisinya sebagai paus."

"Begitulah," kata Tuan Cunningham, "kalau bukan yang paling terpelajar. Mottonya, kalian tahu, sebagai paus, adalah Lux upon Lux --cahaya di atas cahaya."

"Bukan, bukan," kata Tuan Fogarty bersemangat. "Kupikir kau salah. Itu adalah Lux in Tenebris, kupikir --cahaya di kegelapan."

"O ya," kata Tuan M'Coy, "Tenebrae."

"Ijinkan aku," kata Tuan Cunningham positif, "itu adalah Lux upon Lux. Dan motto pendahulunya Pius IX12 adalah Crux upon Crux --yaitu salib di atas salib-- untuk menunjukkan perbedaan pontifikat13 mereka."

Kesimpulan itu diterima oleh yang lain. Tuan Cunningham melanjutkan.

"Paus Leo, kalian tahu, adalah seorang intelektual besar sekaligus penyair."

"Dia punya wajah yang kuat," kata Tuan Kernan.

"Ya," kata Tuan Cunningham. "Dia menulis puisi Latin."

"Apa iya?" kata Tuan Fogarty.

Tuan M'Coy mencicipi wiski dengan perasaan puas dan menggelengkan kepalanya dengan tujuan ganda, berkata, "Itu bukan lelucon, aku katakan kepada kalian."

"Kami tidak belajar itu, Tom," kata Tuan Power, mengikuti contoh Tuan M'Coy, "ketika kami pergi ke sekolah satu sen per minggu."

"Banyak orang baik yang sekolah di sekolah satu sen per minggu dengan tanah berumput di bawah ketiaknya," kata Tuan Kernan angkuh. "Sistem lama adalah yang terbaik: pendidikan yang polos dan jujur. Tidak seperti ​​sekolah modern yang mewah tapi tidak berguna...."

"Benar juga," kata Tuan Power.

"Tidak berlebihan," kata Tuan Fogarty.

Dia mengucapkan kata itu, lalu minum dengan serius.

"Aku ingat pernah membaca," kata Tuan Cunningham, "bahwa salah satu puisi Paus Leo adalah tentang penemuan foto14 --dalam bahasa Latin, tentu saja."

"Tentang fotografi!" seru Tuan Keman.

"Ya," kata Tuan Cunningham. Dia juga minum dari gelasnya.

"Yah, kalian tahu," kata Tuan M'Coy, "tidakkah foto itu indah kalau kalian memikirkannya?"

"O, tentu saja," kata Tuan Power, "pikiran besar bisa melihat hal-hal seperti itu."

"Seperti kata para penyair: pikiran yang besar sangat dekat dengan kegilaan15," kata Tuan Fogarty.

Tuan Kernan tampak punya masalah dengan pikirannya. Dia berusaha untuk mengingat teologi Protestan tentang beberapa poin pentingnya dan akhirnya menujukannya kepada Tuan Cunningham.

"Katakan padaku, Martin," katanya. "Bukankah beberapa paus --tentu saja, bukan yang sekarang, atau pendahulunya, tapi beberapa paus yang lama-- tidak tepat... kau tahu... gading yang tak retak?"

Lalu hening. Tuan Cunningham berkata, "O, tentu saja, ada beberapa yang buruk.... Tapi yang menakjubkan adalah yang ini. Tidak satu pun dari mereka, bukan pemabuk terbesar, bukan yang paling... perisak, tidak satu pun dari mereka yang pernah mengkhotbahkan ex cathedra16 doktrin palsu. Bukankah itu menakjubkan?"

"Pastinya," kata Tuan Kernan.

"Ya, karena ketika paus bicara ex cathedra," Tuan Fogarty menjelaskan, "dia sempurna."

"Ya," kata Tuan Cunningham.

"O, aku tahu tentang infalibilitas paus. Aku ingat aku masih muda lalu.... Atau apa itu--?"

Tuan Fogarty memotong. Dia mengambil botol dan membantu yang lain menambah minuman. Tuan M'Coy, melihat bahwa gelasnya tidak cukup untuk ditambah, menyebut bahwa dia belum selesai meminum gelas pertamanya. Yang lain menerima dengan sedikit protes. Suara ringan wiski yang jatuh ke dalam gelas menjadi selingan yang menyenangkan.

"Apa yang mau kau katakan, Tom?" tanya Tuan M'Coy.

"Infalibilitas paus," kata Tuan Cunningham, "itu adalah hal terbesar dalam seluruh sejarah gereja."

"Bagaimana, Martin?" tanya Tuan Power.

Tuan Cunningham mengacungkan dua jempol besarnya.

"Dalam pertemuan suci, kalian tahu, para kardinal dan uskup agung dan dari para uskup ada dua orang yang menentang sementara yang lain menerima hal itu. Semua peserta konklaf17 kecuali kedua orang itu sepakat. Tidak! Mereka tidak akan menerimanya!"

"Ha!" kata Tuan M'Coy.

"Dan mereka adalah kardinal Jerman dengan nama Dolling... atau Dowling18... atau--"

"Dowling bukan Jerman, dan itu pasti," kata Tuan Power, tertawa.

"Nah, kardinal besar Jerman ini, siapa pun namanya, adalah salah satunya, dan yang satu lagi adalah John MacHale19."

"Apa?" seru Tuan Kernan. "Apa itu John dari Tuam?"

"Kau yakin dengan itu?" tanya Tuan Fogarty ragu. "Kukira orang Italia atau Amerika."

"John dari Tuam," ulang Tuan Cunningham, "dialah orang itu."

Dia minum dan para lelaki yang lain mengikutinya. Lalu dia meneruskan, "Di sanalah mereka, semua kardinal dan uskup dan uskup agung dari seluruh dunia dan kedua anjing petarung dan iblis itu sampai akhirnya paus sendiri berdiri dan menyatakan infalibilitas dogma gereja ex cathedra. Tepat ketika John MacHale, yang berdebat menentang hal itu, berdiri dan berteriak dengan suara gahar: 'Kredo'"

"Aku percaya!" kata Tuan Fogarty.

"Kredo!" kata Tuan Cunningham. "Itu menunjukkan iman yang dimilikinya. Dia menyerah ketika paus bicara."

"Lalu bagaimana dengan Dowling?" tanya Tuan M'Coy.

"Kardinal Jerman itu tidak mau menyerah. Dia meninggalkan gereja."

Kata-kata Tuan Cunningham memberikan gambaran yang luas tentang gereja di benak para pendengarnya. Suara dalam dan paraunya mencekam mereka ketika sampai pada kata 'percaya' dan 'menyerah'. Ketika Nyonya Kernan masuk ke dalam kamar, mengeringkan tangannya, dia datang ke sebuah perkumpulan yang sedang diam. Dia tidak mengganggu keheningan itu, tapi membungkuk di atas rel kaki tempat tidur.

"Aku pernah melihat John MacHale," kata Tuan Kernan, "dan aku tidak akan pernah melupakannya seumur hidup."

Dia berpaling ke arah istrinya untuk meyakinkan.

"Aku sering mengatakannya kepadamu?"

Nyonya Kernan mengangguk.

"Itu adalah pada saat peresmian patung Sir John Gray20. Edmund Dwyer Gray21 bicara, meracau, dan itulah dia orang tua itu, orang tua yang sepertinya pemarah, menatapnya dari bawah alis lebatnya."

Tuan Kernan mengernyitkan alisnya dan, menurunkan kepalanya seperti banteng marah, memelototi istrinya.

"Tuhan!" serunya, menunjukkan wajahnya, "Aku tidak pernah melihat mata seperti itu. Mata itu seperti berkata: Aku sudah mengingatmu, anak muda. Matanya seperti mata seperti elang."

"Tidak satu pun keluarga Gray berguna," kata Tuan Power. Lalu ada jeda lagi. Tuan Power berpaling ke Nyonya Kernan dan berkata tiba-tiba dengan riang:

"Nah, Nyonya Kernan, kami akan membuat suami Anda ini jadi saleh dan takut akan Tuhan Katolik."

Dia menyapu lengannya perlahan.

"Kami semua akan melakukan retreat bersama-sama dan mengakui dosa-dosa kami --dan Tuhan tahu kami sangat-sangat menginginkannya."

"Aku tidak keberatan," kata Tuan Kernan, tersenyum sedikit gugup.

Nyonya Kernan pikir akan lebih bijaksana untuk menyembunyikan rasa puasnya. Jadi dia berkata, "Saya merasa kasihan dengan pastor malang yang harus mendengarkan pengakuan kalian."

Wajah Tuan Kernan langsung berubah.

"Kalau dia tidak suka," katanya terus terang, "dia bisa... melakukan hal yang lain. Aku cuma akan menceritakan soal kecelakaanku. Aku bukan semacam bajingan-- "

Tuan Cunningham segera campur tangan.

"Kita semua akan meninggalkan setan," katanya, "bersama-sama, tanpa melupakan pekerjaan dan kesenangan."

"Enyahlah, Iblis!" kata Tuan Fogarty, tertawa dan melihat kepada yang lain.

Tuan Power tidak mengatakan apa-apa. Dia merasa tidak dihargai. Tapi ekspresi senang muncul di wajahnya.

"Yang harus kita lakukan," kata Tuan Cunningham, "adalah berdiri dengan lilin menyala di tangan dan memperbaharui janji baptis kita."

"O, jangan lupa lilinnya, Tom," kata Tuan M'Coy, "apa pun yang akan kau lakukan."

"Apa?" kata Tuan Kernan. "Haruskah aku punya lilin?"

"O ya," kata Tuan Cunningham.

"Tidak, persetan itu semua," kata Tuan Kernan dangan galak, "Aku berhenti di sini. Aku akan melakukannya dengan benar. Aku akan melakukan urusan retreat dan pengakuan itu, dan... semua soal itu. Tapi... tidak ada lilin! Tidak, persetan itu semua, aku menolak lilin!"

Dia menggelengkan kepalanya dengan menggelikan.

"Dengarkan itu!" kata istrinya.

"Aku menolak lilin," kata Tuan Kernan, sadar sudah memberi efek pada pendengarnya dan terus menggelengkan kepalanya ke sana kemari. "Aku menolak berurusan dengan lentera-magis."

Semua orang tertawa terbahak-bahak.

"Sungguh Katolik yang taat kau!" kata istrinya.

"Tidak ada lilin!" ulang Tuan Kernan. "Itu saja!"

***

Transep22 Gereja Jesuit di Jalan Gardiner hampir penuh; dan masih ada orang masuk dari pintu samping dan, diarahkan oleh pelayan gereja, berjalan berjingkat-jingkat di sepanjang lorong sampai mereka menemukan tempat duduk. Para lelaki berpakaian dengan rapi dan baik. Cahaya lampu gereja jatuh di pakaian hitam berkerah putih, dipantulkan ke segala arah oleh wolnya, ke pilar marmer hijau berbintik-bintik gelap dan ke atas kanvas yang murung. Para lelaki itu duduk di bangku, setelah menaikkan celana mereka sedikit di atas lutut dan menaruh topi mereka dengan aman. Mereka duduk kembali dan menatap dengan resmi pada lampu merah di kejauhan yang tergantung di depan altar.

Di salah satu bangku di dekat mimbar duduk Tuan Cunningham dan Tuan Kernan. Di bangku belakang duduk Tuan M'Coy sendiri, dan di bangku belakangnya duduk Tuan Power dan Tuan Fogarty. Tuan M'Coy sudah mencoba dan gagal menemukan tempat bersama yang lain, dan, ketika kelompok itu sudah membentuk quincunx23, dia tidak berhasil membuat kata-kata yang lucu. Karena hal itu tidak diterima dengan baik, dia akhirnya berhenti. Bahkan dia mulai merasakan suasana sopan dan bahkan mulai merespon pengaruh religius. Berbisik, Tuan Cunningham menarik perhatian Tuan Kernan kepada Tuan Harford, sang rentenir, yang duduk agak jauh, dan Tuan Fanning, agen pendaftaran dan pengambil keputusan kota, yang duduk tepat di bawah mimbar di samping salah satu anggota dewan yang baru terpilih. Di sebelah kanan duduk si tua Michael Grimes, pemilik tiga pegadaian, dan keponakan Dan Hogan, yang sedang mencari pekerjaan di kantor Kepaniteraan Kota. Agak jauh di depan duduk Tuan Hendrick, kepala reporter dari The Freeman's Journal, dan si malang O'Carroll, seorang teman lama Tuan Kernan, yang dulu pernah jadi tokoh bisnis yang diperhitungkan. Pelan-pelan, begitu dia mengenali wajah-wajah, Tuan Kernan mulai merasa berada di rumah. topinya, yang sudah diperbaiki oleh istrinya, ditaruhnya di lututnya. Satu-dua kali dia menarik mansetnya dengan satu tangan sambil memegang pinggiran topinya pelan, tapi kencang, dengan tangannya yang lain.

Satu sosok yang terlihat berkuasa, bagian atas tubuhnya terbungkus jubah putih, terlihat berjuang untuk sampai ke mimbar. Para jemaat gelisah, mengeluarkan saputangan dan berlutut dengan hati-hati. Tuan Kernan meniru orang-orang. Sosok sang pastor sekarang berdiri tegak di atas mimbar, dua-pertiga bagian, dengan wajah merah besar, muncul di atas birai.

Bapa Purdon berlutut, berbalik ke arah setitik cahaya merah dan, menutupi wajahnya dengan tangannya, berdoa. Setelah beberapa waktu, dia membuka wajahnya lalu bangkit. Jemaat ikut bangkit dan duduk kembali di bangku mereka. Tuan Kernan mengembalikan topinya ke posisi semula di lututnya dan menunjukkan wajah yang memperhatikan sang pastor. Sang pastor membalik kedua lengan jubahnya dengan gestur yang rumit dan pelan-pelan memandangi setiap wajah berkeliling. Lalu dia berkata:

 

"Sebab anak-anak dunia ini lebih cerdik terhadap sesamanya dari pada anak-anak terang. Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi24."

 

Bapa Purdon membaca teks itu dengan suara bergetar. Itu salah satu teks yang paling sulit di dalam seluruh Kitab Suci, katanya, untuk ditafsirkan dengan benar. Itu adalah teks yang mungkin tampak bagi pembaca biasa bertentangan dengan moralitas yang tinggi yang dikhotbahkan oleh Yesus Kristus. Tapi, dia mengatakan kepada para pendengarnya, teks itu tampak baginya khusus diberikan untuk petunjuk bagi mereka yang ditakdirkan untuk menjalani kehidupan duniawi dan yang ingin menjalani hidup yang tidak sama sama dengan cara duniawi. Itu adalah teks untuk para pengusaha dan orang-orang profesional. Yesus Kristus, dengan kemuliaan-Nya mengetahui setiap celah sifat manusia, mengerti bahwa tidak semua orang dipanggil untuk menjalani kehidupan religius, bahwa sejauh ini sebagian besar orang dipaksa untuk hidup di dunia, dan, sampai batas tertentu, untuk dunia, dan dengan ayat itu Dia memberi mereka nasihat, petunjuk di hadapan mereka semua sebagai contoh kehidupan beragama mereka yang menyembah Mammon yang paling sering diabaikan orang dalam urusan beragama.

Dia berkata kepada para pendengarnya bahwa dia ada di sana malam itu bukan utuk menakut-nakuti mereka, tidak ada maksud seperti itu; tapi sebagai manusia yang berbicara kepada sesamanya. Dia datang untuk bicara dengan para pengusaha dan dia akan bicara kepada mereka dengan cara yang tegas. Kalau dia mau menggunakan metafora, katanya, maka dia adalah akuntan spiritual mereka; dan dia berharap semua pendengarnya untuk membuka buku mereka, buku kehidupan spiritual mereka, dan melihat apakah mereka sudah menghitung dengan akurat dengan hati nurani.

Yesus Kristus bukanlah pemberi tugas yang keras. Dia mengerti kegagalan kecil kita, mengerti kelemahan kejatuhan kita yang malang, mengerti godaan hidup ini. Kita mungkin punya, kita semua punya dari waktu ke waktu, godaan kita: kita mungkin sudah, kita semua pernah, mengalami kejatuhan. Tapi satu hal saja, katanya, dia akan meminta kepada para pendengarnya. Dan itu adalah: untuk menjadi lurus dan berani di hadapan Tuhan. Kalau catatan mereka dihitung di setiap titiknya untuk mengatakan:

"Ya, saya sudah memeriksa catatan saya. Saya menemukan semuanya baik."

Tapi kalau, seperti yang mungkin terjadi, ada beberapa perbedaan, untuk mengakui kebenaran, untuk jujur dan berkata layaknya seorang laki-laki, "Ya, saya sudah memeriksa catatan saya. Saya menemukan ini salah dan ini salah. Tapi, dengan berkat Tuhan, saya akan memperbaiki ini dan ini. Saya akan membuat catatan saya jadi baik."

***

Kalau Anda menyukai cerpen ini, Anda mungkin juga akan menyukai cerita pendek terjemahan dari penulis yang lain di sini.

***

Catatan kaki:

1 Ulster: jas panjang dengan jubah kecil yang menutup sampai lengan, populer di era Victorian.

2 Beef-tea: semacam kaldu daging sapi yang dipercaya baik untuk kesehatan.

3 Banshee: roh perempuan dalam mitologi Irlandia yang menyampaikan kabar kematian anggota keluarga dengan suaranya.

4 Canvasser: orang yang bertugas mengumpulkan data, menjual merchandise, menggalang donasi, atau mendistribusikan informasi tentang suatu perusahaan atau organisasi politik dan lain sebagainya.

5 Misua: suami.

6 Stout: bir hitam.

7 Retreat: mengasingkan diri untuk berdoa kepada Tuhan.

8 Four-handed reel: dansa yang dilakukan oleh dua pasangan yang saling berhadap-hadapan.

9 The Prisoner of Vatican: kata-kata yang digunakan oleh Paus Pius IX untuk menggambarkan Roma yang dikuasai Kerajaan Italia pada 20 Desember 1870 sampai 11 September 1929 ketika di Perjanjian Lateran disepakati Vatikan akan dibangun menjadi kota modern; ada lima orang paus yang menjabat selama periode ini.

10 Orangeman: anggota Ordo Oranye, sebuah kelompok politik di Irlandia Utara.

11 Paus Leo XIII: Gioacchino Vincenzo Raffaele Luigi Pecci; menjabat sebagai paus 20 Februari 1878 - 20 Juli 1903, digantikan oleh Paus Pius X.

12 Paus Pius IX: Givanni Maria Mastai-Ferretti; menjabat sebagai paus 16 Juni 1846 - 7 Februari 1878, digantikan oleh Paus Leo XIII.

13 Pontifikat: masa jabatan seorang paus.

14 Ars Photographica: Tentang Fotografi (1867).

15 Great minds are very near to madness: dari puisi Absalom and Achitophel dari John Dryden. Konon adalah respon James Joyce untuk Arthur Power yang menyebut bahwa tokoh-tokoh Dostoevski tidak nyata dan semuanya gila. Kata Joyce, "Kau mungkin menyebutnya gila, tapi mungkin di sanalah letak rahasia kejeniusannya." 

16 Ex cathedra: dengan otoritas penuh kepausan.

17 Konklaf: pertemuan para kardinal untuk memilih paus.

18 Dowling: kemungkinan Kardinal Thomas J. Dowling (1840-1924); uskup agung Kanada.

19 John MacHale: 1789-1881; uskup agung Irlandia.

20 John Gray: 1815-1875, fisikawan, ahli bedah, jurnalis, dan politikus Irlandia.

21 Edmund Dwyer Gray: 1845-1888; politikus Irlandia, putra Sir John Gray.

22 Transep: ruang utama gereja yang berbentuk salib.

23 Quincunx: susunan lima objek dengan empat di sudut-sudut persegi atau persegi panjang dan yang kelima di bagian tengahnya, digunakan untuk angka lima pada dadu atau kartu permainan.

24 Lukas 16:8-9.

Comments

Populer