Epik Gilgamesh: Tablet V. Gilgamesh Dan Humbaba (Mitologi Babilonia)
Di seluruh hutan seekor burung mulai berkicau, burung betina menjawab,
suara gaduh terus menerus terdengar. Seekor jangkrik pohon yang
menyendiri memicu paduan suara yang berisik, menyanyikan sebuah lagu,
sambil meniupkan kicauannya dengan keras. Merpati hutan merintih, merpati
kura-kura berteriak menjawab. Atas panggilan burung bangau, hutan bersorak,
atas teriakan burung francolin, hutan bersorak karena kelimpahan. Induk monyet
bernyanyi keras, anak monyet menjerit, seperti sekelompok pemusik dan penabuh drum,
setiap hari mereka menabuh irama di hadapan Humbaba.
Saat pohon cedar menimbulkan bayangannya, kengerian menimpa Gilgamesh.
Kekakuan mencengkeram lengannya, dan kakinya gemetar. Enkidu membuka mulutnya
untuk berbicara, berkata kepada Gilgamesh, “Mari kita masuk lebih dalam ke
tengah hutan, marilah kita berangkat dan berseru dengan keras!”
Gilgamesh membuka mulutnya untuk berbicara, berkata kepada Enkidu,
“Mengapa, temanku, kita gemetar seperti pengecut, kita yang sudah melintasi
semua gunung? Haruskah kita gemetar di hadapannya? Temanku, kau adalah
seseorang yang diuji dalam pertempuran, seseorang yang pernah berperang tidak
takut mati. Kau sudah terciprat darah, jadi kau tidak perlu takut mati,
mengamuklah, seperti seorang darwis yang menjadi gila. Biarlah teriakanmu
menggelegar seperti genderang, semoga kekakuan meninggalkan lenganmu, dan gemetar
meninggalkan kakimu!”
“Pegang tanganku, teman, dan kita akan terus maju bersama, biarkan
pikiranmu terpusat pada pertempuran! Lupakan kematian dan carilah kehidupan!
Orang yang berjalan di sampingmu adalah orang yang bijaksana. Siapa pun yang
pergi lebih dulu harus menjaga dirinya sendiri dan membawa temannya ke tempat
yang aman! Merekalah yang membuat nama mereka terukir dalam sejarah di masa
depan!”
"Siapa yang sudah memasuki hutanku?" raung Humbaba. Dalam pusaran kebingungan, iblis itu mengelilingi mereka, mengubah wajahnya, mengubah tempatnya, kadang di sini, kadang di sana.
Enkidu membuka mulutnya untuk berbicara, berkata kepada Gilgamesh,
“Temanku, Humbaba hanya sendiri. Satu teman tidak membuat satu orang sendirian,
tapi mereka adalah dua! Meskipun mereka lemah, dua orang akan menjadi kuat.
Meskipun satu orang tidak bisa memanjat benteng yang landai, dua orang akan
bisa. Tali tiga lapis tidak mudah putus. Dua anak singa yang perkasa akan
mengalahkannya. Tetapkan pendirianmu dengan tegas.”
Gilgamesh mengangkat kepalanya, menangis di hadapan Samash, air matanya
mengalir di bawah sinar matahari, “Jangan lupa hari ketika kau berbicara
kepadaku di Uruk! Sekarang datanglah untuk membantuku dan temanku.”
Samash mendengar apa yang dia katakan, tiba-tiba dari langit terdengar
teriakan sebuah suara, “Jangan takut, lawanlah dia! Humbababa tidak boleh
memasuki hutannya, dia tidak boleh turun ke hutan, dia tidak boleh mengenakan
auranya. Dia tidak boleh membungkus dirinya dengan tujuh jubahnya. Satu sudah
membungkus dirinya, enam yang lain sudah dia lepaskan.”
Dia berteriak sekali, teriakan penuh kengerian, sang penjaga hutan
berteriak, Humbaba bergemuruh seperti dewa badai. Humbaba membuka mulutnya
untuk berbicara, berkata kepada Gilgamesh, "Biarkan orang bodoh,
Gilgamesh, menerima nasihat dari orang bodoh! Mengapa kau datang ke hadapanku?
Datanglah, Enkidu, kau anak ikan, yang tidak mengenal ayahnya, anak penyu dan
kura-kura, yang tidak menghisap susu induknya! Ketika kau masih muda, aku
memperhatikanmu, tapi aku tidak akan mendekatimu, apakah kau akan memuaskan perutku?
Sekarang dalam pengkhianatan kau bawa Gilgamesh ke hadapanku, dan kau bersikap
seperti musuh? Aku akan memotong kerongkongan dan tenggorokan Gilgamesh, Aku
akan memberikan dagingnya kepada burung-burung hutan, burung elang dan burung
nasar!”
Gilgamesh membuka mulutnya untuk berbicara, berkata kepada Enkidu,
“Temanku, wajah Humbaba sudah berubah lagi! Dengan berani kita datang
ke sarangnya untuk mengalahkannya, tapi hati yang ketakutan tidak
akan tenang dalam sekejap.”
Enkidu membuka mulutnya untuk berbicara, berkata kepada Gilgamesh,
“Mengapa, temanku, kau berbicara seperti orang lemah? Dengan bicaramu yang
lemah, kau membuat hatiku jengkel! Sekarang, temanku, hanya satu tugas kita,
tembaga sudah dituang ke dalam cetakan! Menyalakan tungku selama satu
jam? Meniup bara api selama satu jam? Mengirim air bah sama saja
dengan mengayunkan cambuk! Jangan menarik kakimu ke belakang, jangan mundur!
Buatlah pukulanmu kuat seperti pukulan singa! Ingatlah kepada Lugalbanda,
simpanlah dalam pikiranmu semua mimpi yang pernah kau alami!”
Gilgamesh maju atas saran temannya, sembilan kali dia menghantam
batuan dasar, gunung itu hancur. Dia melancarkan serangan brutal seperti seekor
singa, dan Enkidu menerkam seperti puma. Mereka menangkap Humbaba di
tengah hutan, aura mengerikannya memenuhi hutan. Mereka meraih auranya di
tangan mereka, Humbaba berteriak, melolong atas namanya sendiri, “Aku akan
mengangkatnya dan naik ke langit! Aku akan menghantam tanah sehingga mereka
jatuh ke laut bawah!”
Dia mengangkat mereka tapi langit terlalu jauh, dia menghantam tanah tapi
lapisan batuan dasar mampu menahannya. Di tumit kaki mereka bumi terbelah, saat
mereka berputar mengelilingi Sirara dan Lebanon terpecah. Awan putih berubah
menjadi hitam, Kematian menghujani mereka seperti kabut. Samash membangkitkan
badai dahsyat melawan Humbaba -- angin selatan, angin utara, angin timur, angin
barat, angin bersiul, angin menusuk, badai salju, angin buruk, angin simurru,
angin neraka, angin es, badai, badai pasir -- tiga belas angin berhembus
menerjangnya dan wajah Humbaba menjadi gelap — dia tidak bisa menyerang ke
depan, dia tidak bisa menendang ke belakang — dan kemudian senjata Gilgamesh
menangkap Humbaba.
Memohon agar nyawanya diselamatkan, Humbaba berkata kepada Gilgamesh,
“Kau masih muda, Gilgamesh, seperti ketika ibumu melahirkanmu, tapi kau adalah
keturunan Sapi Liar Ninsun! Atas perintah Samash kau meratakan sepuluh gunung,
wahai cabang yang muncul dari tengah-tengah Uruk, Gilgamesh sang raja! Tidak
pernah, O Gilgamesh, seorang yang sudah mati menyenangkan tuannya, tapi seorang
budak hidup membawa keuntungan bagi pemiliknya. Wahai Gilgamesh, berbelas
kasihlah! Biarkan aku tinggal di sini di hutan, sesuai perintahmu! Pohon-pohon
akan kusimpan untukmu, sebanyak yang kau minta, aku akan menjaga pohon murad,
pohon cedar dan pohon cemaramu, kayu untuk menjadi kebanggaan istanamu.”
Enkidu membuka mulutnya untuk berbicara, berkata kepada Gilgamesh,
Janganlah kau mendengarkan, temanku, kata-kata permohonan Humbaba, apakah
permohonannya pernah terlintas di pikiranmu? Jika dia kembali ke rumahnya, kita
akan kembali seperti belum lahir! Dia akan mengikat kita erat di hutan cedar,
lalu masuk ke hutan dan mengenakan auranya.”
Humbaba mendengar bagaimana Enkidu menyiksa dia. Humbaba mengangkat
kepalanya, menangis di hadapan Samash, air matanya mengalir di bawah sinar
matahari, “Kau mengerti peraturan hutanku, cara-cara hutanku. Kau juga tahu
semua hal terbaik untuk dikatakan. Seandainya aku bisa mengangkatmu dan
menggantungmu di pohon muda di pintu masuk hutanku, kalau saja aku bisa
memberikan dagingmu pada burung-burung hutan, burung elang dan burung nasar.
Sekarang, Enkidu, kebebasanku ada padamu, bicaralah pada Gilgamesh agar dia
mengampuni nyawaku.”
Enkidu membuka mulutnya untuk berbicara, berkata kepada Gilgamesh,
“Temanku, Humbaba, penjaga hutan cedar, Habisi dia, bunuh dia, hilangkan
kekuatannya! Humbaba, penjaga hutan, habisi dia, bunuh dia, hilangkan
kekuatannya, sebelum Enlil yang terdepan mendengarnya! Para dewa yang agung
bisa saja marah pada kita, Enlil di Nippur, Samash di Larsa. Kau akan membangun
selamanya sebuah ketenaran yang bertahan lama, betapa Gilgamesh membunuh dengan
ganas Humbaba!”
Humbaba mendengar bagaimana Enkidu menyiksanya. Humbaba mengangkat
kepalanya, menangis di hadapan Samash, air matanya mengalir di bawah sinar
matahari, “O Samash Semoga mereka berdua tidak menjadi tua, selain temannya
Gilgamesh, semoga Enkidu tidak mempunyai orang yang menguburkannya!”
Enkidu membuka mulutnya untuk berbicara, berkata kepada Gilgamesh,
“Temanku, aku berbicara kepadamu, tapi kau tidak mendengarkan aku! Kau sudah
mendengar kutukan ituHumbaba, biarkan kutukan itu kembali ke mulutnya.”
Gilgamesh mendengar kata-kata temannya, dia menghunus belati di sisinya.
Gilgamesh memukulnya di leher, Enkidu memotong jantungnya, menariknya keluar
bersama paru-parunya.
Gilgamesh berjalan di dalam hutan, untuk mengambil getah dari pohon cedar untuk meja Enlil. Enkidu membuka mulutnya untuk berbicara, berkata kepada Gilgamesh, “Temanku, kita sudah mengubah hutan menjadi tanah tandus, bagaimana kita akan menjawab Enlil di Nippur? Dengan kekuatanmu kau membunuh penjaga itu, apa gerangan kemarahanmu ini sehingga kau menginjak-injak hutan?”
Sesudah mereka membunuh ketujuh putranya, Si Pengerik, Si Penjerit, Si Topan, Si Pemekik, Si Licik, Si Badai — Kapak masing-masing seberat dua talenta adalah kapak mereka, mereka memotong pohon-pohon, tiga setengah hasta adalah serpihan yang dihasilkan setiap pukulan. Gilgamesh menebang pohon, Enkidu mencari kayu terbaik. Enkidu membuka mulutnya untuk berbicara, berkata kepada Gilgamesh, “Temanku, kita sudah menebang pohon cedar yang tinggi, yang puncaknya berbatasan dengan langit. Aku membuat sebuah pintu, enam batang tingginya, dua batang lebarnya, satu hasta tebalnya, tiangnya, poros atasnya, dan poros bawahnya semuanya merupakan satu kesatuan. Ke rumah Enlil di Nippur, sungai Efrat akan membawanya, marilah bersukacita di tempat suci Nippur.”
Lalu mereka membuat rakit dari kayu gelondongan dari kayu cedar dan
kayu cemara, mereka mengikat sebuah rakit, mereka meletakkan pohon cedar di
atasnya. Enkidu mengemudikannya dan Gilgamesh juga ikut sambil membawa kepala
Humbaba.
***
Kalau Anda kebetulan 'tersesat' di sini, Anda mungkin ingin membaca kisah Gilgamesh ini dari awal di sini; atau membaca kelanjutannya di sini; atau Anda justru ingin membandingkannya dengan versi Sumeria di sini.
***

Comments
Post a Comment